Rabu, 22 April 2009

Perkembangan Siaran Televisi Pendidikan di Indonesia

Pada awalnya adalah sebuah gagasan yang dikembangkan oleh Satuan Tugas Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Satgas TKPK) di bidang pengembangan siaran radio pendidikan pada tahun 1970-an. Satuan Tugas ini dipimpin oleh Yusufhadi Miarso selaku Deputi Bidang Media Pendidikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP)-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah melalui tahap perintisan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan guru-guru Sekolah Dasar (SD) melalui Siaran Radio (Diklat SRP) di Yogyakarta dan Semarang, maka model Diklat SRP ini disebarluaskan ke berbagai propinsi lainnya. Tidak hanya mengembangkan model Diklat SRP tetapi Satgas TKPK juga mengembangkan model pemanfaatan teknologi komunikasi untuk pendidikan luar sekolah (TKPLS) dan model pendidikan inovatif yang dikenal dengan SMP Terbuka.

Sasaran program TKPLS adalah masyarakat yang berminat mengembangkan potensi dirinya di bidang pengetahuan atau keterampilan untuk mengembangkan industri rumah tangga. Secara khusus, sasaran program TKPLS adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan mereka yang mengikuti kegiatan pemberantasan buta aksara. Program-program pembaharuan (inovasi) di bidang media yang dikembangkan BPP melalui Satgas TKPK terlebih dahulu diujicobakan secara terbatas.

Setelah melalui tahap ujicoba atau perintisan, barulah program inovasi tersebut disebarluaskan ke berbagai propinsi. Mengingat belum adanya unit kerja yang secara khusus menangani inovasi atau pembaharuan di bidang pendidikan/pembelajaran, maka dipandang perlu untuk mendirikan satu unit kerja yang secara khusus menangani/mengelola berbagai pembaharuan/ inovasi di bidang pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penerapan teknologi komunikasi.

Unit kerja baru yang didirikan adalah Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) yang berada langsung di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pada awal berdirinya, Pustekkom mempunyai dengan 3 unit Balai Produksi Media yaitu Balai Produksi Media Radio (BPMR) di Yogyakarta dan Semarang serta Balai Produksi Media Televisi di Surabaya. Sedangkan di Pustekkom sendiri, ada 3 unit Studio Produksi yang terdiri atas: Studio Audio Pendidikan, Studio Televisi Pendidikan, dan Studio Foto-Film-Grafis.

Program Diklat SRP terus dikembangkan disertai dengan berbagai penyempurnaan dilakukan. Selain itu, Pustekkom juga mengembangkan program media film 16mm, bingkai suara (sound slide program), kaset audio, kaset video, permainan simulasi (simulation game), media overhead transparency (OHT), dan program siaran televisi pendidikan. Program Diklat SRP dan TKPLS disiarkan oleh Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI), Radio Pemerintah Daerah (RPD), dan Radio Swasta Niaga. Sedangkan program media film pendidikan pertama yang diproduksi Pustekkom adalah bertemakan pengembangan watak anak dan ditayangkan melalui Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Pustekkom terus meningkatkan kualitas fasilitas/peralatan produksinya dan demikian juga dengan kemampuan stafnya. Melalui dukungan fasilitas dan staf yang berkualitas, Pustekkom telah berhasil memproduksi film serial pendidikan pertama yang berjudul “Aku Cinta Indonesia” (ACI). Yang menjadi sasaran dari film serial pertama ACI ini adalah anak-anak usia Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP). Film serial ACI ini ditayangkan setiap hari Minggu melalui stasiun TVRI.

Keberhasilan memproduksi film serial ACI pertama telah mendorong Pustekkom untuk memproduksi film serial ACI II (bertemakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa) dan ACI III (bertemakan pengembangan kepribadian anak-anak usia Sekolah Menengah) yang juga ditayangkan oleh Stasiun TVRI setiap minggunya. Film serial ACI IV sebenarnya telah mulai diproduksi oleh Pustekkom untuk beberapa episode tetapi tidak berlanjut.

Dengan potensi yang dimiliki, Pustekkom merintis penyelenggaraan siaran televisi yang secara khusus menayangkan program pendidikan/pembelajaran melalui dukungan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Belanda dan Australia. Walaupun tenaga yang dibutuhkan untuk mengelola siaran televisi pendidikan telah dipersiapkan, program siaran telah mulai dikembangkan, sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan siaran televisi pendidikan/ pembelajaran telah juga dipersiapkan, namun program kerjasama ini tidak dapat dilanjutkan.

Tidak berlanjutnya program kerjasama dengan pemerintah Belanda dan Australia tidak menyurutkan semangat untuk dapat menyelengarakan siaran televisi secara khusus di bidang pendidikan/pembelajaran. Dalam kaitan ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjalin kerjasama dengan pihak swasta (PT Cipta Lamtoro Gung Persada) untuk pendirian satu stasiun pemancar televisi untuk pendidikan yang berskala nasional. Pada tahun 1991, secara resmi berdirilah stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di mana Pustekkom mempunyai tugas untuk menyediakan program-program pendidikan/pembelajaran dan stasiun TPI bertugas menayangkannya.

Di dalam dokumen perjanjian kerjasama tersebut disebutkan antara lain bahwa (1) masa berlaku perjanjian kerjasama adalah untuk 15 (limabelas) tahun, (2) stasiun TPI berkewajiban mengalokasikan 16,6% dari seluruh jumlah jam siarannya untuk pendidikan sekolah dan 16,6% untuk pendidikan luar sekolah, dan (3) Pustekkom berkewajiban untuk menyediakan program-program pendidikan/pembelajaran, baik untuk pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dalam perkembangannya, perjanjian kerjasama ini tidak dapat berlangsung sebagaimana yang telah disepakati.

Sekalipun terus terkendala gagasan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Pustekkom untuk dapat mengelola sendiri penyelenggaraan siaran televisi pendidikan, namun upaya tetap terus dilakukan. Upaya gigih ini akhirnya menuai hasil dengan dilakukannya pencanangan dimulainya penyelenggaraan siaran televisi edukasi (TVE). Siaran TVE tidak menggunakan jaringan teresterial tetapi melalui satelit Telkom 1. Itulah sebabnya bahwa siaran TVE tidak dapat ditangkap masyarakat luas apabila pesawat televisinya hanya dilengkapi dengan antena biasa. Diperlukan adanya antena parabola yang diarahkan pada posisi satelit Telkom 1.

Masyarakat yang mempunyai antena parabola dapat menangkap siaran TVE selama 24 jam dengan cara mengarahkan antena parabolanya ke satelit Telkom 1 dengan frekuensi: 3785 MHz; symbol rate: 4000; LNB/LO: 5150; Video PID: 0308; Audio PID: 0256; dan PCR PID: 8190.

Agar masyarakat luas dimungkinkan untuk menikmati siaran TVE, Depdiknas melalui Pustekkom menjalin kerjasama dengan stasiun TVRI dan berbagai stasiun TV lokal yang tersebar di berbagai daerah. Stasiun TVRI hanya menayangkan program pembelajaran untuk SMP pada pagi hari dimulai dari pukul 07.00 WIB-09.00 WIB dan disiar-ulangkan pada pukul 14.00 WIB-16.00 WIB. Sedangkan satsiun-stasiun TV lokal diatur secara tersendiri melalui Memorandum Kerjasama (MoU). Dari dokumen yang ada dikemukakan bahwa terdapat 61 stasiun televisi yang telah bekerjasama dengan Pustekkom untuk menerus-siarkan program-program pendidikan/pembelajaran yang ditayangkan TVE. Selain itu, kerjasama juga dijalin dengan berbagai operator TV Cable.

Komposisi program pendidikan/pembelajaran yang ditayangkan melalui siaran TVE adalah 20% untuk pendidikan formal, 30% untuk pendidikan non-formal, 30% untuk pendidikan informal, dan 20% untuk kepentingan informasi pendidikan. Yang menjadi sasaran dari program siaran TVE adalah (1) para peserta didik pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, (2) para praktisi pendidikan, dan (3) masyarakat luas.

Sebagai stimulans, Pustekkom telah mendistribusikan pesawat televisi, antena parabola, DVD player, pembangkit tenaga listrik (genset) ke sekolah-sekolah melalui block-grant ke semua Dinas Pendidikan tingkat Propinsi. Diharapkan upaya ini akan dapat ditindaklanjuti oleh berbagai pihak sehingga para peserta didik dapat mengoptimalkan pemanfaatan siaran TVE untuk kepentingan pembelajaran. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai siaran TVE, website yang dapat dikunjungi adalah: http://www.tvedukasi.or.id


Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar