Anak adalah anugerah Tuhan yang paling berharga bagi orang tua. Setiap orang tua senantiasa mengupayakan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Mulai dari penyediaan kelengkapan menyambut kelahiran sang anak, membimbingnya di lingkungan keluarga dan menyekolahkannya. Semua dilakukan oleh orang tua guna membahagiakan sang anak.
Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua, demikian ungkapan yang mengakar dalam perikehidupan berkeluarga. Dengan upaya optimal, orang tua mengupayakan pendidikan terbaik bagi anaknya. Biaya pendidikan yang tinggi siap orang tua tanggung sebagai ongkos membahagiakan sang buah hati. Bahkan banyak orang tua yang mendatangkan guru les (bimbingan belajar) ke rumah mereka. Tiada lain, untuk menyiapkan kebahagiaan bagi sang anak di masa depan.
Semua yang dilakukan orang tua tersebut bermuara pada cita-cita supaya kelak anak mereka memiliki masa depan yang cerah dan gilang-gemintang dengan sejumlah prestasi. Bahkan melebihi apa yang dicapai oleh orang tua mereka. Keagungan harapan inilah kiranya yang hendak difahami oleh anak-anak saat ini. Besar jasa dan cita-cita yang dititipkan orang tua mereka hendaknya memacu motivasi mereka dalam belajar.
Namun di sisi lain, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi setiap anak hendak pula memahami bahwa perhatian pada anak tidak boleh mengabaikan potensi dan minat mereka. Tidak lantas karena cita-cita orang tua yang tinggi, orang tua memaksa anak untuk mengikuti segala ketentuan orang tua dalam membahagiakan buah hati mereka. Anak juga manusia yang memiliki potensi, minat dan kehendak.
Anak bukanlah kertas putih yang siap diwarnai dengan tinta sesuka hati sebagaimana diungkapkan pengikut behaviorisme. Pendidikan bukan alat pemasung potensi dan kreativitas mereka. Hal ini karena setiap anak lahir dengan potensi dan minat masing-masing. Keragaman dan keunikan pontensi yang dimiliki setiap anak inilah yang akan menjadi keunggulannya.
Tugas pendidikan adalah sebagai alat bantu dalam memekarkan potensi yang dimiliki anak. Penyeragaman dan gaya indoktrinasi dalam pendidikan merupakan teknik usang dalam mendidik yang harus ditinggalkan. Pendidikan hendaknya dipandang sebagai proses pengembangan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik secara integral yang meliputi ranah kognitif, apektif dan psikomotorik.
Mengutip definisi pendidikan yang diungkapkan oleh Drijarkara, pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Maka seorang pendidik (orang tua, guru dan masyarakat) hendaknya memahami hakikat manusia sebagai bekal dalam membina manusia secara integral demi tercapainya masyarakat yang kreatif dan berakhlak sebagai obat sakit ibu pertiwi yang semakin akut.
Sumber:http://lenterapena.wordpress.com/category/artikel-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar