Bangunan-bangunan sekolah bekas SD Inpres yang dibuat tahun 1974-1977 sebaiknya dihancurkan dan diganti dengan struktur bangunan baru. Orangtua siswa khawatir, kasus seperti di SDN Sejahtera bakal terulang di masa mendatang jika tidak diantisipasi serius.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Bandung Raya, Senin (6/4). Bangunan-banguna SD Inpres ini kan sebetulnya tidak layak. Aspek kajian teknis dan strukturnya banyak yang tidak memenuhi syarat. Seperti halnya kasus yang terjadi di SDN Sejahtera, ucapnya.
Kekhawatiran semakin menjadi-jadi saat musim penghujan saat ini. Potensi hujan lebat disertai angin kencang semakin tinggi dan bukan tidak mungkin memicu robohnya atap bangunan SD-SD Inpres yang kualitasnya rendah dan t erus dimakan usia. Dwi pun mengusulkan SD-SD yang dibuat zaman Orde Baru ini digantikan bangunan baru. Tidak perlu direhabilitasi seperti halnya kasus di SDN Sejahtera.
Sekeratis Dinas Pendidikan Kota Bandung Dadang Iradi membenarkan, struktur bangunan SD Inpres relatif lebih rentan dibandingkan bangunan SD yang dibuat zaman lainnya, termasuk yang usianya lebih tua. Kan pembangunannya menggunakan sistem darurat saat itu. Mengejar jumlah. Dinding hanya terbuat dari batako dan atapnya asbes, ucapnya.
Ironisnya, sebagian dari sekolah rusak yang ada di Kota Bandung saat ini adalah SD-SD Inpres. Total ruang kelas rusak yang tercatat saat ini adalah 1.500 buah. Lagian, kami pun sebetulnya masih membutuhkan ruang-ruang kelas baru. Target rehabilitasi ini sampai 2010, ucapnya. Tahun ini, Pemkot Bandung menganggarkan dana rehabilitasi Rp 42 miliar dan untuk pengadaan ruang kelas baru Rp 11 miliar.
Tahun 2009 ini ada 90 sekolah yang mendapatkan proyek rehabilitasi dari dana role sharing . Di lain pihak, pada ta hun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak lagi mengaggarkan dana role sharing rehabilitasi dan pengadaan ruang kelas baru. Program ini akan di;anjurkan lagi tahun 2010. Di Bandung, perbaikan sarana prasarana menjadi program prioritas selain mewujudkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.
Kontrol masyarakat
Ketua Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia Eko Purwono mengatakan, kasus di SDN Sejahtera sebetulnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat lebih dilibatkan aktif di dalam pengawasan dan proyek rehabilitasi gedung sekolah. Mengacu kepada ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan, masyarakat berhak memberi masukan tentang rencana teknis dan tata bangunan.
Bahkan, bisa melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang bisa membahayakan, tuturnya. Dwi Subawanto sependapat dengan hal ini. Sayangnya, menurutnya, tidak tiap sekolah mau memberi ruang yang luas terhadap partisipasi publik dalam perencanaan atau pengerjaan proyek di sekolah.
Sering terjadi, komite sekolah (wakil dari masyarakat) justru tidak dilibatkan, ucapnya. Ia menduga, hal ini juga terjadi di dalam kasus ambruknya ruang kelas di SDN Sejahtera. Padahal, ucapnya, apalagi di swakelola, keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan sangatlah dibenarkan. Jadi, bukan hanya urusan kepsek semata, ucapnya.
Hal ini dibenarkan Kepala Seksi Pembinaan TK dan SD Bidang Pendidikan Dasar Disdik Provinsi Jawa Barat Uuh Suparman. Sistem swakelola justru merangsang adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Dana Rp 4 juta sebetulnya kan terbatas. Dari sini justru diharapkan adanya sumbangsih masyarakat, misalnya tenaga, ucapnya.
Sumber: Kompas.Com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar