Rabu, 29 April 2009

MENANGANI ANAK BERBAKAT

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang membedakan antara manusia dengan binatang adalah kemampuan intelektualnya. Dengan kemampuan ini manusia dapat melakukan perubahan kebudayaan maupun pembaharuan teknologi di dalam masyarakat. Oleh karenanya pendidikan yang antara lain berfungsi mengembangkan kemampuan ini, tidak boleh hanya semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang sifatnya materi hafalan belaka. Sekolah-sekolah sebagai institusi pendidikan seyogyanya dapat mewujudkan lingkungan yang baru, penuh kekayaan pengalaman yang bersifat human, fleksibel dan mengandung tantangan untuk dapat memenuhi kebutuhan setiap individu.
Bila diamati secara cermat, setiap manusia memiliki ciri, kecenderungan dan potensi sendiri-sendiri sebagai anugerah Tuhan dan alam (a gift of God and nature). Di sini kita akan menemukan anak manusia dengan kemampuan biasa (rata-rata) atau luar biasa (di bawah atau di atas rata-rata). Anak dengan karakteristik yang beragam itu memerlukan cara perlakuan dan penanganan yang berbeda-beda untuk dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal.
Khusus untuk anak-anak yang berkemampuan di atas rata-rata (dalam konteks ini dikatakan sebagai anak berbakat) perlu ditemukenali lebih jauh agar para guru dan orangtua dapat memahami kemampuan anak berbakat dibandingkan dengan kemampuan anak lainnya, sehingga para guru dan orangtua akan lebih efektif dalam membina dan membimbing anak. Sementara bagi sang anak sendiri, akan tercukupi kebutuhan-kebutuhannya serta terpuaskan keinginannya untuk mengembangkan bakatnya.
Siapa sebenarnya anak berbakat itu? Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuanh yang unggul. Kemampuan yang dimaksud tidak sebatas kemampuan melihat hubungan-hubungan logis dan mengadaptasi prinsip-prinsip abstrak kepada situasi konkret, tetapi juga memiliki kemampuan menggeneralisasikan, lebih dari orang lainnya. Oleh karenanya, kita dapat mendefinisikan anak berbakat itu sebagai anak yang : (1) memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata; (2) memiliki tanggung jawab (komitmen) yang tinggi terhadap tugas; (3) memiliki kreativitas yang tinggi. Dengan demikian, anak berbakat akan mampu mengembangkan sifat-sifat tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan di masyarakat.
Anak berbakat (gifted) harus dibedakan dengan anak genius. Karena anak genius adalah anak berbakat tetapi dengan taraf sangat tinggi (highly gifted) jauh di atas anak berbakat pada umumnya walaupun anak berbakat itu sendiri telah memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Berdasarkan teori Triarchic, pada prinsipnya ada 3 macam keberbakatan: Pertama, bakat analitik, yakni bakat dalam memilah masalah dan memahami bagian-bagian dari masalah tersebut. Kedua, bakat sintetik, yakni bakat dalam kemampuan intuitif, kreatif dan cakap dalam mengatasi situasi-situasi tertentu. Ketiga, bakat praktis, yakni bakat dalam analitik maupun sintetik dalam kehidupan sehari-hari
Bagian terpenting dari teori di atas menurut Stenberg adalah kemampuan mengkoordinasikan 3 aspek kemampuan dan bagaimana mengaplikasikannya untuk memperoleh keberhasilan. Oleh karena itu menurut Stenberg, orang yang berbakat adalah orang yang mampu mengelola sendiri cara berpikir yang baik.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Terman, ada empat macam keberbakatan dengan segala macam karakteristiknya:
Pertama, keberbakatan akademik dengan karakteristik antara lain : memiliki perbendaharaan yang maju, meninat terhadap buku dan membaca lebih dini, menyukai buku bacaan orang dewasa, cepat dalam belajar dan mudah mengingat, cepat memahami hubungan sebab akibat, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan sebagainya.
Kedua, keberbakatan kreatif dengan karakteristik antara lain: menyukai kerja sendiri dengan cara sendiri, senang bereksperimen dan penuh imajinasi, mampu berpikir dengan banyak cara, banyak menghasilkan ide-ide bagu dan sebagainya.
Ketiga, keberbakatan kepemimpinan dan sosial dengan karakteristik: menarik dan rapi dalam penampilan, diterima oleh mayoritas, memberikan sumbangan yang positif dan konstruktif, bersikap adil/netral, memiliki tenggang rasa, dan sebagainya.
Keempat, keberbakatan seni dengan karakteristik mampu menyusun nada-nada orisinal, menyukai aktivitas musikal, mudah mengingat dan memproduksi melodi, memiliki titi nada yang sempurna, dapat memainkan berbagai instrumen/alat musik, dan sebagainya.
Anak berbakat memerlukan berbagai kebutuhan khusus sesuai dengan ciri keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing anak. Kebutuhan khusus inilah yang memerlukan layanan khusus dalam bentuk pendidikan luar biasa (special education) karena sifatnya yang amat khusus.
Menurut Virgil Ward, pendidikan anak berbakat intelektual berbeda dengan anak yang lain dan seyogyanya amat menekankan pada aspek aktivitas intelektualnya. Disamping itu, pembelajaran anak berbakat harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai kemampuannya yang secara riil lebih tinggi dari anak biasa.
Sementara Kitano dan Kirby menambahkan bahwa individu berbakat memerlukan pertimbangan khusus dalam pendidikannya, karena secara kualitatif berbeda dengan individu lainnya. Program pendidikan yang dirancangpun harus berbeda dengan program pendidikan untuk anak lainnya, dengan penekanan luar biasa pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Sehubungan dengan itu, hafalan dalam pembelajaran bagi anak berbakat harus sejauh mungkin dicegah. Tekanannya justru pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
Di sinilah dibutuhkan kurikulum yang berdiferensiasi bagi anak berbakat, terutama yang mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitasnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi, meskipun kurikulum nasional sepenuhnya juga diperlukan oleh anak berbakat.
Agar materi belajar tidak terlalu sempit maka berbagai wahana luar sekolah seperti kegiatan di masyarakat atau kegiatan ekstrakurikuler dengan pengkajian suatu obyek perlu lebih digiatkan untuk mendukung kurikulum yang berdiferensiasi.
Sementara bagi orangtua, anak berbakat tetap harus dibimbing dan diasuh sebagai anak lainnya, yakni dicukupi kebutuhan-kebutuhannya baik fisik (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dll) maupun psikis (kenyamanan, ketenangan, kasih sayang dan perlindungan maupun rekreasi) secara penuh.
Itu artinya, anak berbakat memerlukan perlakuan dan penanganan khusus agar anak berbakat dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tugas guru dan orangtua adalah mengkondisikan situasi lingkungan belajar anak agar mampu mendukung tumbuh kembang keberbakatannya sesuai dengan spesifikasi yang dimiliki.


Sumber: http://prov.bkkbn.go.id/yogya/print.php?tid=2&rid=11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar