tag:blogger.com,1999:blog-49182231801380600382024-03-05T11:29:18.850-08:00geldagelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.comBlogger138125tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-82463124140782572272009-05-27T01:45:00.000-07:002009-05-27T01:47:10.212-07:00PARADIGMA PENDIDIKAN UNIVERSAL DI ERA MODERN DAN POST-MODERN Mencari “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita<div style="text-align: center;">PARADIGMA PENDIDIKAN UNIVERSAL DI ERA MODERN DAN POST-MODERN<br />Mencari “Visi Baru” atas “Realitas Baru” Pendidikan Kita<br /></div><br />Pengarang: Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi<br /><br />BAB I<br />GELOMBANG MODERNISME PENDIDIKAN<br /><br />KEMUNCULAN ILMU PENGETAHUAN MODERN<br />Kemunculan ilmu pengetahuan modern pada abad XIX,mempunyai karakteristik lebih kompleks dari perkembangan intelektual abad sebelumnya,dipengaruhi oleh beberapa hal.Pertama,daerah perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin luas,dimana Amerika dan Rusia telah memberikan kontribusiyang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan,serta adanya kesadaran bangsa Eropa tentang filsafat India.Kedua,ilmu pengetahuan yang telah menjadi kekuatan utama sejak abad XVII mengalami perluasan,khususnya di bidang geologi,biologi dan kimia.Ketiga,mesin produksiyang secara pasti merubah struktur social,sekaligus memberikan konsep-konsep baru dalam hubungannya dengan lingkungan fisik.Keempat,adanya perubahan yang cepat (revolusi),baik di bidang filsafat,politik yang telah merubah system pemikiran tradisional.<br />Di dunia modern,ilmu pengetahuan dan segala atributnya telah menjadi lambang supremasi modernisme.Primordialisme ilmu pengetahuan dalam alam modern tersebut mengandung beberapa makna.Pertama,ilmu pengetahuan mengimplikasikan adanya suatu prestise dan mendapatkan tempat di masyarakat.Kedua,saksi ahli,yaitu orang yang telah mempunyai reputasi dalam hal ilmu pengetahuan,sehingga mereka yang belum mempunyai reputasi maka tidak dianggap ilmiah.Ketiga,kita boleh berbicara tentang penelitian ilmiah bagi mereka yang telah mendapatkan otoritas legitimate untuk melakukan observasi.<br />Ilmu pengetahuan merupakan aktifitas trans nasional yang tidak terbatas oleh suku,ras ataupun wilayah tertentu.Ia merupakan proses kontinyu yang tidak terbatas pada perbedaan bahasa dan kebangsaan.Perkembangan ilmu pengetahuan modern di Eropa abad XVI dan XVII yang lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa Latin sebagai alat komunikasi utamanya-tampaknya hal itu sangat paradoks dengan semangat ilmiah yang telah menjadi kesepakatan dunia.<br />Menurut Stevens(1951) pengetahuan ilmiah atau science adalah suatu usaha untuk mengadakan generalisasi atas preposisi-preposisi dengan cara mencocokkan antar system symbol formal seperti bahasa,matematika,logika kedalam observasi empiris.<br />Thomas Khun dalam The Structure of Scientific Revolution berpendapat,bahwa dalam pengetahuan ilmiah yang terpenting adalah penggunaan term paradigma.Paradigma,sebagaimana yang ditegaskan oleh Kuntowijoyo adalah sebuah cara dalam merumuskan kerangka teori yang dibangun berdasarkan mode of thougt atau mode of inquiry agar menghasilkan mode of knowing.Immanuel Kant menyebutnya sebagai skema konseptual,Marx menyebut dengan ideology dan Wittgenstein menyebut sebagai cagar bahasa.<br />Kosekuensi dari pendidikan ilmu pengetahuan adalah sebuah penghematan,sebab paradigma,membimbing penelitian secara langsung sebaik aturan-aturan yang bersifat abstrak.Normal science dapat diproses tanpa menggunakan aturan-aturan tertentu,kecuali mereka yang telah menerima aturan dalam memecahkan masalah khusus.Paradigma biasanya dibentuk oleh frekuensi dan kedalaman sebuah perdebatan dalam mencari legitimasi metodologis,problem dan standar problem solving.<br />Etika secara tradisonal mengandung dua hal.Pertama,etika dibentuk oleh aturan-aturan moral.Kedua,adalah sesuatu yang sudah memiliki pertimbangan yang baik,seperti makan yang tidak boleh terlalu banyak.<br /><br />AWAL MODERNISME PENDIDIKAN<br />Modern adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu era baru (New Age),yang berfungsi untuk membedakan dengan masa lalu (the ancient) dan suatu era yang mencoba keluar dari romantisme spiritual dan mengganti dengan sebuah kesadaran,bahwa setiap manusia bebas dari tekanan sejarah tertentu,yang pada decade terakhir ini lebih dikenal sebagai zaman pembeda antar masa lalu dan masa sekarang.<br />Peralihan dari abad pertengahan kea bad modern ditandai oleh suatu era yang yang disebut dengan “renaissance”.Renaissance adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang lukis,patung,arsitektur,musik,sastra,filsafat,ilmu pengetahuan dan teknologi dan zaman atau gerakan yang didukung oleh cita-cita lahirnya kembali manusia yang bebas.<br />Filsafat barat modern memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat Abad Pertengahan.Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya,maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri.Manusia pada zaman Modern tidak mau diikat oleh kekuasaan yang mengikat itu ialah agama dan Gerejanya,serta Raja dan kekuasaan politiknya yang bersifat absolute.<br />Para filosof modern pertama-tama menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau dogma-dogma Gereja,juga tidak berasal dari kekuasaan feudal,melainkan dari diri manusia sendiri.Sebagai ahli waris zaman renaissance,filsafat zaman modern itu bercorak “antroposentris”,artinya manusia menjadipusat perhatian penyelidikan filsafat.<br /><br />Rasionalisme<br />Metode yang diterapkan oleh para filusuf rasionalisme ialah metode deduktif,seperti yang berlaku pada ilmu pasti.<br />Dua hal pokok cirri dari setiap bentuk rasionalisme.Pertama,kebenaran-kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan menngunakan akal sebagai sarananya.Kedua,adanya suatu penjabaran secara logis atau deduktif.<br /><br />Realisme Empirik<br />Menurut empirisme metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a-priori,tetapi”post teriori.Artinya dengan metode post-teriori maka pengetahuan akan terbentuk oleh sesuatu yang sudah terjadi.<br />Sumber pengetahuan adalah pengamatan.Melalui pengamatan ini manusia memperoleh dua hal,yakni kesan (impression) dan pengertian (idea).Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman.Kesan ini menampakkan diri dengan jelas dan kuat terhadap pengamat.Sedangkan pengertian merupakan gambaran tentang keagamaan yang redup,kabur dan samara-samar yang diperoleh dengan merenungkan kembali atau merefleksikan dalam kesadaran<br />.Kritisme<br />Kritisme adalah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsure dalam filsafat rasionalisme dan empirisme dalam suatu hubungan yang seimbang,yang satu tidak terpisahkan dari yang lain.<br />Pengetahuan rasional (analitis-a priori) adalah pengetahuan yang bersifat universal tapi tidak memberikan informasi baru.Sebaliknya pengetahuan empiris (sintetis-a posteriori) dapat memberikan informasi baru,tetapi kebenarannya tidak universal.<br />Kant mengemukakan bahwa pengetahuan itu seharusnya sintetis-a priori.Yang dimaksud dengan pengetahuan sintetis-a priori ialah pengetahuan yang bersumber dari rasio dan empiri yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori.Di sini akal budi dan pengalaman inderawi dibutuhkan serentak.Selanjutnya Kant mengatakan bahwa pengetahuan selalu bersifat sintesis.Pengetahuan indrawi misalnya merupakan sintesis hal-hal dari luar dan dari bentuk-bentuk ruang dan waktu.Sedangkan pengetahuan dari akal merupakan sintesis dari data indrawi dan sumbangan dari kategori-kategori.<br /><br />Idealisme<br />Secara umum penganut idealisme sepakat bahwa pendidikan tidak hanya menekankan pengembangan akal fikiran tetapi juga bagaimana mendorong siswa untuk lebih memfokuskan segala sesuatu yang mengandung nilai-nilai tertentu.Sejalan dengan Plato,para idealis percaya bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan anak didik untuk mencari ide-ide tentang kebenaran sebagai cara untuk menjadikan anak didik mempunyai tingkat kedisiplinan tertentu.<br /><br />Positivisme<br />Filsafat Positivisme Comte disebut juga faham empirisme-kritis,bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring.Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara”terisolasi”,dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori.Metode positif Auguste Comte juga menekankan pandangannya pada hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain.Baginya persoalan filsafat yang penting bukan masalah hakekat atau asal mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala.melainkan bagaimana hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.<br /><br />Marxisme<br />Kalangan Marxisme menjadikan pendidikan sebagai sebuah proses dalam merubah masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis dan bahkan komunis.Dasar pandangan dari pendidikan marxisme adalah adanya gerakan dialektis dan tujuan pendidikannya adalah membentuk kesadaran sosialis dan masyarakat sosialis.Sebab itu Marx kurang setuju dengan pengasingan manusia,dimana hal itu disebabkan oleh adanya private property serta control produksi oleh kalangan elite.Tujuan dari Marx adalah untuk membebaskan manusia dari alienasi kalangan elite,serta menjadikan pekerja lebih menyadari aktifitas kemanusiannya dengan meletakkan kembali control individu.Kontrol individu tersebut pada akhirnya akan menjadi tujuan umum (public aims),kebebasan spiritual dirubah menjadi independensi alami.<br /><br />Abad Kontemporer(Abad ke-20)<br />Tema yang menguasai filosof dalam abad ke-20 adalah pemikiran tentang bahasa.Tugas filsafat bukanlah membuat pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu yang khusus,sebagaimana yang diperbuat para filosof sebelumnya,melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika.Tujuan filsafat adalah penjelasan logis terhadap pemikiran.Filsafat bukanlah doktrin,melainkan aktivitas,sebab sebuah karya filsafat pada hakikatnya terdiri atas penjelasan.<br />Pada abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya didalam dunia praktis cukup besar yaitu aliran filsafat pragmatisme.Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir.Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap,metode dan filsafat yang memekai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran.<br /><br />DESCARTES DAN JOHN LOCKE:PENGGAGASAN PENDIDIKAN MODERN.<br />John Locke adalah seorang tokoh realisme yang menganggap bahwa pada dasarnya segala pengetahuan berasal dari pengalaman.Pengalaman-pengalaman tersebut pada dasarnya menjadi entry point dalam membentuk paradigma pengetahuan setiap manusia.Oleh sebab itu Locke menggambarkan bahwa pengetahuan manusia selalu dikaitkan dengan “hukum alam” yang menjadi awal eksistensi manusia.Hukum alam tersebut bukan merupakan hasil dari karya manusia akan tetapi hal itu merupakan hukum alam yang berasal dari Tuhan yang tidak bisa dibebankan kepada manusia,kecuali manusia mengambil fenomena hukum alam tersebut sebagai dasar konstruksi pengetahuan manusia.<br />Meski demikian,hal diatas tidak dapat dikatakan bahwa Locke telah meninggalkan rasionalisme.Locke ditempatkan sebagai seorang yang rasionalis,yang mengakui bahwa kebenaran sejati tentang dunia dapat diambil dari latihan berfikir itu sendiri.<br />Dalam anjuran Descartes,orang yang mengadakan kajian tentang alam haruslah membuang pra-konsepsi yang meragukan dan merekonstruksi intelektualnya dari ide-ide yang jelas.Anjuran Descartes untuk memutuskan hubungan dengan masa lampau ini dalam tiga hal.Pertama,ia memutuskan untuk memulai dari awal,seolah-olah dengan tanpa mempercayai otoritas filsafat sebelumnya.Maka ia mengkritik pengikut aristoteles,bahkan mereka gagal memahaminya dengan tepat. Kedua, ia memutuskan untuk menghindari pengacauan tentang pernyataan yang jelas dan tegas, dengan sesuatu yang debatable atau pernyataan yang possibility. Ketiga, ia memutuskan untuk mecapai dan bekerja dengan ide yang jelas dan tegas, bukan menggunakan istilah-istilah tanpa makna sebagai mana yang dilakukan oleh kaum skolastik.<br />Maka untuk memulai penelitian dalam memperoleh pengetahuan, Descartes menawarkan fondasi yang disebut dengan keragu-raguan (skeptis). Artinya semua pendapat dari manapun datangnya termasuk dari otoritas indera harus diraguan. Skeptis adalah bagian dari berfikir. Sehingga ketika seseorang berada dalam scope keragu-raguan maka hakekatnya seseorang tersebut sedang melakukan proses berfikir dan Karena proses berfikir tersebut maka seseorang akan eksis. Keragu-raguan merupakan salah satu cara untuk menentukan sesuatu yang pasti. Dengan jalan ini, pertama-tama yang harus dilakukan adalah meragukan segala sesuatu yang berada diluar kesadaran, termasuk di dalamnya mengenai Tuhan.<br /><br />AUGUST COMTE: POSITIVISME MODERN<br />Positivisme berasal dari kata positive, yang semakna dengan factual yaitu sesuatu bersifat nyata dapat diamati oleh kekuatan panca indera. Menurut Comte perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis kedua, tahap metafisik, ketiga tahap positif. Dijelaskan bahwa dinamika tersebut meliputi perkembangan pemikiran perorangan (individu) ataupun perkembangan pemikiran seluruh umat. Sehingga bisa dikatakan dinamika individu tidak ubahnya merupakan dinamika masyarakat. Sebaliknya, dinamika masyarakat adalah cerminan dari dinamika individu.<br />Tahap Teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia.<br />Pada tahap metafisika, hanya mewujudkan suatu perubahan dari tahap teologis, sebab kekuatan –kekuatan adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umumyang disebut alam.<br />Pada tahap positif, orang tahu bahwa tida gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu. Ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri.<br /><br />JOHN DEWEY: ANTARA KEBEBASAN DAN DEMOKRASI<br />John dewey adalah seorang tokoh pragmatisme, dimana pragmatisme adalah suatu aliran filsafat yang dilatarbelakangi oleh adanya pemisahan antara teori dan praktek.<br />Menurut ajaran pragmatisme, criteria kebenaran suatu pernyataan dan kebaikan suatu kaidah terletak pada kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.<br />Pendidikan moral menurut Dewey mengandung tiga unsure penting . Pertama, perhatian dan masyarakat, artinya masyarakat bagi Dewey juga merupakan agen pendidikan yang bernilai strategis oleh karena itu perhatian terhadap dinamika anak didik sangat diperlukan. Kedua, memberikan pengertian kepada anak didik tentang kehidupan masyarakat, ini berarti bahwa anak diberi pengarahan untuk belajar hidup dan bagaimana belajar dari kehidupan. Ketiga, keterampilan praktis, artinya anak didik harus dibekali keterampilan praktis, karena moral sebenarnya tidak saja menjadi suatu kegiatan yang abstrak akan tetapi harus dipahami bahwa moral adalah tingkah laku yang dihasilkan dari pengertian abstrak serta didukung dengan akumulasi pengalaman dia dapat sebelumnya.<br /><br />BAB II<br />POSTMODERNISME PENDIDIKAN<br /><br />POSTMODERNIME: KONSEP DAN PEMIKIRANNYA<br />Postmodernisme merupakan suatu terma yang mulai menggejala pada abad XX. Kemunculannya merupakan suatu tanda bahwa ada semacam ketidakpuasan atas prestasi-prestasi yang telah dicapai pada masa modern. Begitu juga postmodernisme merupakan suatu reaksi atas modernisme yang mempunyai karakteristik positivistic dan scientis (ilmiah), yang selama ini telah mengalami kejumudan dan stagnasi.<br />Secara histories postmodernisme telah muncul sejak tahun 1870, dimana istilah ini digunakan oleh seorang seniman Inggris Matkins Chapihan di bidang arsitektur. Penggunaan term “post” pada tahun 1914 -1922 digunakan untuk merespon gerakan industrialisasi yang disebut dengan “post-industrialisme” yang banyak didengungkan oleh Michael Foucault. Dari sinilah kemudian penggunaan “post” mulai menggejala dan menyebar diseluruh lini kehidupan tidak tekecuali dibidang pendidikan.<br />Postmodernisme diawali dengan ketidak percayaan terhadap segala bentuk narasi besar, penolakan akan filsafat mistisisme, filsafat sejarah dan segala bentuk pemikiran yang mentotalisasi, seperti filsafat hegellianisme, liberalisme, marxisme dan sebagainya. Postmodernisme selain menolak pemikiran yang totaliter, juga menghaluskan sensitivitas kita terhadap perbedaan dan memperkuat kemampuan toleransi kita terhadap realitas yang terukur. Prisipnya bukanlah homologi akan tetapi paralogi. Hal ini sesuai dengan dictum filsafat postmodernisme “all is difference”<br />Secara filosofis trend postmodernisme ditandai dengan munculnya filsafat fenomenologis yang dipelopori oleh Husserl.<br />Ilmu pengetahuan dalam alam postmodernisme adalah suatu komoditas dunia yang signifikan dan mungkin akan menjadi sumber konflik berbagai pemikiran dimasa mendatang. Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang dikomunikasikan oleh makna narasi yang disebut grand narasi. Untuk menggambarkan postmodernisme sebagai gerakan filsafat adalah moment kemunculan skeptisisme. Skeptisisme secara essential merupakan bentuk filsafat negative dan pesimistik, yaitu skeptis terhadap otoritas, kebenaran dan norma-norma politik maupun cultural. Postmodernisme merupakan suatu jalan untuk mengambil alih tradisi pemikiran barat dengan mengembangkan kembali tradisi filsafat yunani klasik.<br />Postmodernisme dalam beberapa tahun terakhir telah merefleksikan perjalanan budaya tradisional, termasuk arsitektur, seni dan teater. Ini ditunjukkan dengan munculnya generasi baru yang tidak lagi meyakini kesulitan dalam mengahadapi kehidupan. Konsepsi postmodernisme tentang kesadaran juga melibatkan kehidupan religius dan spiritual. Oleh karena itu postmodernisme menegaskan bahwa keberadaan seseorang mungkin akan berlangsung dalam konteks realitas ketuhanan.<br /><br />POSTMODERNISME DAN KRITIK<br />Menurut Freire mengandung, sekaligus harus membawa implikasi dinamis dan positif akan makna keadilan dan humanisme. Dikatakan adil karena tidak ada treatment diskriminatif dikatakan humanis karena tidak ada unsure pemaksaan, tetapi lebih menekankan poses pembebasan, sehingga pendidikan yang benar adalah pendidikan yang direncanakan sebagai proses perubahan, dalam rangka merubahstruktur-struktur social yang tidak adil menjadi lebih adil dan manusiawi.<br />Kesadaran kritis merupakan kesadaran tinggi, artinya masih ada tingkat kesadaran dibawah kesadaran kritis, yakni yang disebut dengan kesadaran naïf dan kesadaran magis. Kesadaran magis ialah suatu fase kesadaran dimana orang mengadaptasi atau menyesuaikan diri secara fatalistic dengan system yang ada. Sedangkan kesadaran naïf mempunyai karakteristik dimana seseorang terlalu menyederhanakan dan meromantisasikan realitas, dia berusaha mereformasi individu-individu yang tidak adil dengan asumsi bahwa system yang mewadahinya bisa bekerj secara tepat.<br />Implikasi dari pendekaatan pembelajaran kritis adalah munculnya dua pemahaman pendidikan : pemahaman pendidikan tersebut pada hakikatnya mempunyai perbedaan diametral baik dari sisi metode dan fungsi pelaksanaanya, yaitu yang disebut dengan pendadogi dan apa yang disebut sebagai andragogi. Pendadogi adalah suatu seni mengajar yang menempatkan subyek sebagai anak didik, meskipun dilihat dari realitas biologis subyek sudah menunjukkan tingkat kedewasaan. Sedangkan andragogi menempatkan peserta belajar sebagai subyek yang dianggap dewasa, meski secara biologis belum mengindikasikan adanya tingkat kedewasaan tertentu.<br />Kedua pemahaman tersebut kemudian sering digunakan sebagai pendekatan dalam paradigma magis, naïf dan kritis. Pendekatan andragogi sering sekali digunakan dalam proses pendidikan magis dan naïf yang pada hakikatnya kolaborasi tesebut membawa konsekuensi kontradiktif. Seharusnya pendekatan andragogis digunakan dalam pendidikan kritis daripada menggunkan pendekatan andragogis.Berbeda dengan liberalisme pendidikan yang bersifat blaming the victis, meskipun mereka menggunakan pendekatan andargogi, namun yang tejadi adalah proses penjinakan. Sebaliknya banyak juga model pendidikan yang menggunkan kesadaran kritis namun dilakukan dengan cara pedagogi maka yang terjadi adalah proses indoktrinasi.<br />Secara diametral pendektana pedagogi dan andragogi dalam kesadaran magis, naïf dan kritis tidak campuraduk, sekaligus mengantisipasi kesalahan-kesalahan prosedur, maka seorang konseptor ataupun praktisi pendidikan harus mengetahui karakter dari masing-masing kesadaran tersebut.<br />Fatalisme kesadaran magis menyebabkan manusia memasuki ruang kemustahilan sekaligus menyebabkan kebisuan politik. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah kesadaran yang menyebabkan peserta didik sebagai subyek yang pasif,tidak memiliki komentar kontradiktif. Orientasi dasar dari pemikiran magis adalah menyerahkan seluruh fakta kepada orang yang capable atau seorang penguasa untuk menjelaskan mengapa timbul suatu masalah dan menyederhanakan hubungan kausalitas. Kondisi ini sebenarnya lebih berbahaya ketimbang orang yang mempunyai ketergantungan kepada kekuatan metafisik.<br />Modernitas yang ditandai dengan pencarian unifikasi kebenaran tertentu, dengan menjadikan wacana sebagai sebuah bentuk definitive discourse, yang menghubungkan dunia dengan individu sebagai sebuah hubungan yang koheren, penuh arti dan dapat dikuasai. Di dunia modern, meskipun secara constant seorang pribadi dilatih dalam bentuk dicountinyuitas dan terfragmenkan, namun hal itu dianggap sebagai kondisi yang tidak alami sebagai sumber kecemasan sebab individu dibentuk oleh perencanaan kehidupan, terapi dan konseling hal itu menyebabkan individu tidak pernah menemukan otentitasnya.<br /><br />DEKONSTRUKSI DAN REKONSTRUKSI PENDIDIKAN<br />Isu berakhirnya filsafat modernisme yang terlalu mentotalisasi kehidupan manusia mempunyai korelasi yang signifikan dengan apa yang disebuut sebagai proses dekonstrusi.<br />Dekonstrusi Jacques Derrida pada perkembangannya, menjadi kekuatan utama dari etos post-strukturalisme. Dekonstruksi ditujukan untuk menentang system konstruksi strukturalisme beranggapan bahwa fenomena adalah suatu entitas yang reducible bagi suatu system operasi yang membawa implikasi dunia dapat dikuasai secara penuh.<br />Metode dekonstruksi jika direkonstruksikan secara sistematis, terdiri dari pertama, mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks, dimana biasaya telihat terminology mana yang dispesialkan secara sistematis. Kedua, oposisi-oposisi itu dibalik, misalnya dengan menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara yang berlawanan itu, atau dengan mengusulkan privatisasi secara tebalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah teminologi atau gagasan baru, yang tidak bisa dimasukan kedalam kategori oposisi.<br />Dekonstruksi pendidikan lebih mefokuskan diri pada bagaimana membongkar hegemoni institusi, yang selama ini telah dijadikan media dalam mempertahankan status quo. Tidak itu saja dekonstruksi juga dimasukkan untuk menentang ideology-ideologi pendidikan yang dominant, praktek-praktek pengajaran yang kaku dan tidak manusiawi, mengacaukan otoritas institusi dan para pendidik dan akhirnya menyadari adanya kekeliruan sistematias yang memang sengaja dibuat menjadi regulasi dan aturan-aturan yang membelegu.<br />Derrida menginginkan adanya pembebasan naskah atas sebuah teks/naskah.Hal ini dipahami sebagai suatu upaya dalam membebaskan naskah dari makna tunggal resmi yang mungkin diberikan oleh kultur yang dominant atau oleh struktur-struktur institusional yang menetapkan bentuk-bentuk wacana.<br />Oleh sebab itu,tugas dekonstruksi adalah membebaskan naskah, mengembangkan ambiguitasnya, mengungkap ambiguitas terpendamnya, memunculkan kontradiksi internalnya dan mengenali kekurangannya yang terakhir ini merupakan kondisi yang selalu mungkin dalam setiap naskah.Kekurangan tersebut oleh Derrida dinamakan “aporia”,bukanlah kontradiksi yang eksplisit,melainkan semacam paradoks atau kesenjangan dalam pemahaman yang didapati dalam suatu naskah.Tujuan Derrida bukanlah menunjukkan bagaimana dengan kekurangan itu bisa dihasilkan naskah yang terpadu dan logis,karena ia berpandangan bahwa ambiguitas,metaforis,pergeseran makna dan kesenjangan semantic,merupakan karakteristik dari semua teks atau naskah.<br /><br />PARADIGMA PENDIDIKAN POSTMODERNISME<br />Proses pendidikan dan peran pendidik selama ini dibangun di atas ide-ide humanisme.Dalam proses pendidikan humanis,subyek dilatih untuk menjadi agen individual.Subyek yang tidak lagi dependen terhadap episteme dan materi ilmu pengetahuan bahkan lebih dari sebuah dependensi subyek dilatih untuk dapat semaksimal mungkin merealisasikan potensi individualnya.<br />Pendidikan post-modernisme lebih apresiatif terhadap toleransi pluralistic dan perbedaan meskipun hal itu terkesan ambivalen.Hal itu yang menjadikan anak didik dalam post-modernisme sebagai subyek yang harus diisi.Anak didik dikonstruk oleh system wacana yang signifikan,dengan cara mendesentralisasikan anak didik melalui bahasa,kehidupan sosial dan ketidaksadaran.Tujuan pendidikan modern yang paling mutakhir adalah menjadikan manusia sebagaimana manusia,manusia dalam arti natural.Artinya lebih mengedepankan hak-hak asasi sehingga kemanusiaanya menjadi lebih manusiawi.Konsep anak didik sebagai pebelajar dalam post-modernisme lebih dibentuk untuk menentang adanya struktur dan ilmu pengetahuan.Pendidikan sebagai sebuah bentuk aktifitas dan struktur sosio-kultural mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produksi dan penyebaran dasar ilmu pengetahuan.<br />Dalam konteks post-modernisme,problematisasi struktur dan hirarki epistimologis ternyata memberikan kekuatan konseptual pemikiran baru bagi lapangan pendidikan,baik ditingkat structural maupun personal,sehingga pendidikan sendiri mengalami perubahan-perubahan mendasar tentang tujuan,isi dan metode.Kondisi tersebut semakin menambah keyakinan kalangan post-modernisme bahwa ilmu pengetahuan harus melegitimasi dirinya sendiri.Dengan kata lain pengetahuan ilmiah jika tidak melegitimasi dirinya sendiri maka hal itu bukan pengetahuan ilmiah sebenarnya,melainkan hanya sebuah bentuk pra-scientific ilmu pengetahuan.<br />Berbeda dengan pandangan kaum modernis seperti humanis liberal yang mengatakan bahwa pengetahuan selalu berlawanan dengan kekuasaan.Pengetahuuan adalah sebuah seperangkat metode sistematis yang digunakan hanya untuk mencari kebenaran,sedangkan kuasa justru tidak membangun kebenaran namun kuasa dapat mendistorsi kebenaran.Implikasinya adalah bahwa kebenaran dan pengetahuan akan berjalan jika kekuasaan tidak dijalankan.Sebaliknya kalangan postmodern melihat ada hubungan yang signifikan antara kuasa dan ilmu pengetahuan.Pengetahuan muncul dengan adanya kekuasaan ketika hal itu direpresentasikan secara penuh didunia nyata.Kuasa dan pengetahuan secara langsung telah mempengaruhi yang lainnya,sehingga tidak ada kuasa tanpa ada hubungannya dengan lapangan pengetahuan.Sebaliknya tidak ada pengetahuan yang terbentuk selain oleh kekuasaan.<br />Dalam pendidikan post modernisme,arkeologi dianggap sebagai bahan inti dari pelajaran,sebab dengan arkeologi anak didik dituntut untuk lebih mempunyai perspektif yang membumi.Mereka diberi pengetahuan tentang sejarah masa lalu,sejak nenek moyang mereka,pengetahuan itu menyangkut tentang bagaimana merawat dan memelihara bumi sebagai satu ekosistem yang kompleks.<br />Untuk mengimplementasikan pendekatan arkeologis,seorang pendidik harus bisa membedakan wilayah pengetahuan ilmiah dan territory arkeologis,sebab artikulasi dan prinsip organisasi sangat berbeda.Proposisi-proposisi yang mengikuti konstruksi hukum tertentu masuk dalam wilayah pengetahuan ilmiah,sebaliknya yang tiadak mengikuti sistematika konstruksi hukum tertentu berada di luar wilayah pengetahuan ilmiah.<br />Pendidikan post modernisme harus mendapatkan legitimasi performatif,artinya pendidikan post modernisme harus mempunyai criteria performatif yang mempunyai dua fungsi.Pertama,ia berfungsi sebagai desain kompetitif,artinya dengan adanya spesialis tertentu institusi pendidikan dapat memasarkan dipasaran dunia.Kedua,pendidikan tinggi akan menyuplai bagi perkembangan system sosial dengan keahlian-keahlian yang dibutuhkan masyarakat.<br />Quantum learning didefinisikan sebagai interaksi-interaksi yang mungubah energi menjadi Cahaya.Ini berangkat dari teori Einstein yang mengatakan semua kehidupan adalah energi.Model pembelajaran terbuka memungkinkan siswa untuk mengekpresikan kebebasannya dalam belajar serta dapat mengakses materi-materi yang dia sukai.Hal ini membawa penilaian bahwa pembelajaran terbuka sangat berpengaruh bagi efisiensi mekanisme sosial yang telah diatur oleh pembuat kebijakan.<br />Pendidikan post modernisme mempuyai keinginan untuk mengembangkan hasrat peserta didik melalui pengalaman,sebagai respon atas kondisi ekonomi dan fragmentasi sosial yang diinspirasikan oleh dasar ilmu pengetahuan yang tidak menentu,serta membatasi teknik rasional dan sebagai media antisipatif dari konsekuensi kegagalan proyekmodernisme pendidikan.Ada tiga alasan mengapa pembelajaran eksperimensial sangat penting dalam dalam kontks post modernisme.Pertama,model pembelajaran ternyata mempuyai bentuk paling valid dibanding dengan model pembelajaran yang lainnya.Kedua,adanya eksplorasi bagaimana seseorang belajar dari pengalaman-pengalamannya.Ketiga,dalam proses persiapan model pembelajaran ini lebih dapat difasilitasi secara lebih baik.Dengan ni diharapkan pendidikan dapat mewujudkan transformasi gerakan sosial baru,memberikan keleluasaan kepada setiap person untuk membentuk kelas menengah baru dan secara praktis dapat menemukan kebenaran baru yang didukung dengan langkah-langkah eksplorasi.<br /><br />FENOMENOLOGI PENDIDIKAN<br />Fenomenologi adalah aliran filsafat yang banyak digagas oleh Edmund Husserl.Fenomenologi berasal dari kata fenomena sebuah bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang bersifat nyata.Fenomenologi didefinisikan sebagai sebuah studi ilmiah yang mempelajari tentang esensi struktur kesadaran dan filsafat radikal yang didasarkan pada insight dan diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah yang lebih tepat.<br />Ego sendiri mempunyai spectrum yang sangat luas,diantaranya,Pertama,ego merupakan tiang perilaku yang dihasilkan dari adanya radiasi ego itu sendiri.Kedua,ego merupakan entitas yang dapat menunjukan identitas.Ketiga,ego merupakan unity yang bersifatun prespektif.Keempat,ego merupakan substrata dari perilaku/habitat.Kelima,ego dapat kita temukan dalam pengalaman fenomenologis.Keenam,ego merupakan unitas yang konkret.Ketujuh,ego merupakan satu hal yang bersifat subyektifyang dibentuk olehobyek yang actual.Dari sini dapat dilihat bahwa ego yang tercemin dari ketujuh spectrum diatas identik dengan ego transcendental dan ego merupakan dasar kesadaran manusia.<br />Ego bukan merupakan suatu tindakan kesadaran yang dapat berubah,sebab ego berperan dalam menentukan “self identity”.Pengertian ini harus dibedakan dengan “realitas”.yaitu kesadaran yang dapat berubah.Self identity merupakan proses permanent dari kesatuan ego untuk lebih mengenali diri sendiri dengan tidak bergantung pada fenomena yang berada diluar kesadaran dirinya,dengan kata lain bahwa ego tidak dapat dipengaruhi oleh satu hal yang bersifat eksternal dan realistis.Sebagaimana yang sudah kita jelaskan bahwa realitas merupakan tindakan kesadaran yang selalu berubah dan selalu menyesuaikan dengan ruang dan waktu.<br />Kesadaran Emosi adalah suatu kesadaran yang bukan berasal dari kontemplasi intelektual,namun kesadaran emosi adalah kesadaran yang muncul dari hati manusia yang merupakan sumber enegi yang menjadikan kita nyata dan yang memotivasi kita untuk mengenali dan mengejar potensi serta tujuan hidup kita yang unik.Kesadaran inilah yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan oleh kalangan konseptor ataupun praktisi pendidikan yaitu yang dikenal dengan Emosional Question (EQ).<br />Kecerdasan emosional merupakan pusat kebenaran dan kebijaksanaan intuitif.Emosi menawarkan kepada kita neologisme intuitif,yang masih murni dan dapat dibawa ke luar dari kontemplas,dan emosi merupakan energi untuk mendorong kepada kehidupan yang lebih baik.<br />Neologisme intuitif adalah fondasi paling urgenbagi pemahamankita atas etika.Dalam beberapa disiplin keilmuan dan kehidupan praktis,sudah sangat dipahami bahwa estetika dan penilaian moral didasarkan pada perasaan yang sangat subyekti,bukan pada kontemplasi kognitif yang absurd.Nalar adalah system sempit yang membengkak ke dalam ideology,bersamaan dengan waktu dan kekuasaan,nalar menjadi sebuah dogma yang sama sekali tidak mempunyai arah dan tersamar dalam bentuk aturan-aturan tidak berfihak.<br />Emosi dalam operasionalnya mempunyai energi yang dapat menimbulkan kecenderungan-kecenderungan dalam mewujudkan simtom-simtom emosinya.Menurut Thayer,sebagaimanayang direlease oleh Cooper dan Sawaf,terdapat empat energi utama sebagai generator emosi manusia.Dua diantaranya mengimplikasikan penyimpangan kecerdasan emosional,dua energi tersebut adalah tense-energy dan tense tiredness.Sedangkan dua energi yang lain,yaitu calm-energy dan calm-tiredness dapat berfungsi sebagai penjernih dan dapat meningkatkan kecerdasan emosional.Tense-energy ketegangan tinggi dan energi tinggi adalah suasana hati yang disebabkan oleh steress yang berkarakteristik gairah dan kekuatan yang menyenangkan,serta tingginya enegi fisik.Dalam kondisi ini seseorang cenderung mempunyai semangat yang berlebihan untuk mencapai tujuan,tanpa istirahat dan tidak ada waktu untuk merenung.Konsekuensinya,ketajaman kemampuan justru hilang karena kurang memperhatikan kebutuhan diri sendiri secara mendalam dan tulus.Tense-tiredness ketegangan tinggi dan energi rendah adalah suasana hati yang menunjukan suatu kelelahan yang menyeluruh.Konsekuensi dari kondisi ini adalah depresi,inferior dan prasangka buruk tentang segala hal.Calm-energy ketegangan rendah dan energi tinggi adalah suatu keadaan yang sangat tentram dan terkendali.Kondisi ini dapat mengganti tense-energy menjadi fikiran yang waspada,optimis,damai,comfortable serta stamina fisik yang terbaik,yaitu suatu kondisi mental and emotional overdrive.Energi terakhir adalah calm-tiredness ketegangan rendah dan energi rendah adalah keadaan yang menyenangkandengan rasa pasrahdan bebas.Kondisi ini sangat baik untuk membebaskan diri dari desakan batas waktu atau ketegangan di hati.<br />Karakteristik dari kecerdasan emosional antara lain,mampu memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan,mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir,berempati dan berdoa.Ciri-ciri tersebut tampaknya juga berfungsi sebagai senjata yang ampuh dalam mengontrol hawa nafsu.Seorang fenomenologis adalah mereka yang ingin mengetahui atau mencari pengalaman-pengalaman yang masih original atau fenomena kesadaran primordial yaitu kembali ke dirinya sendiri,artinya kembali kepada kesadaran murni dan data awal dimana belum ada intervensi dari luar untuk menginterprestasikan data awal dan kesadaran murni tersebut.<br />Kalangan fenomenologi ataupun eksistensialis percaya bahwa pendidikan yang baik adalah yang dapat mencerminkan sisi-sisi individualitas dalam arti dapat dan mampu melihat diri sendiri atas ketakutan-ketakutan,frustasidan harapan mereka sebaik apa yang telah mereka lakukan dengan cara yang rasional.Kalangan eksistensialis menyebutkan bahwa sisi kehidupan yang kurang jelas (absurd) membutuhkan eksplorasi yang serius.Hal ini disebabkan adanya perasaan bahwa bagian terpenting dari pendidikan seseorang adalah untuk mengkaji sisi jelek kehidupan sebagaimana seseorang yang mengkaji sisi baik dari kehidupan.Eksistensialis percaya bahwa bagian pendidikan yang benar adalah tidak menutup diri,artinya anak didik belajar mengenai beberapa kehidupan nyata,kehidupan baik dan buruk atau rasional dan irasional.<br /><br />PENDIDIKAN DAN STABILITAS POLITIK<br />Jargon neutralisasi pendidikan justru membawa peran antagonistic antara pendidikan humanis dan dehumanisasi pendidikan,artinya proses humanisasi dan dehumanisasi selalu menjalankan tugas-tugas yang saling bertentangan.Pendidikan yang humanis dan liberal telah mereduksi dehumanisasi dan dengan demikian dalam prakteknya akan bias menghargai hubungan dialektis antar kesadaran manusia dan dunia atau antara manusia dan dunianya.Pada dasarnya,salah satu perbedaan utama antara pendidikan sebagai sebuah kewajiban humanis dan liberal di satu sisi,dengan dominasi dan dehumanisasi di sisi lain,adalah bahwa dehumanisasi di sisi lain,adalah bahwa dehumanisasi merupakan proses pemindahan ilmu pengetahuan,sedangkan humanisasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan.Memang keduanya saling berlawanan yang secara otomatis juga menciptakan prosedur yang berbeda yang berkisar pada hubungan kesadaran manusia dan dunia.<br />Dalam mengkritisi praktek pendidikan baik tingkat dasar,menengah atau perguruan tinggi perlu kejelasan apakah guru yang berasal dari kalangan borjuis dapat menghindar dari cara memperlakukan siswa sebagai obyek.Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pendidikan yang benar-benar netral.Kesadaran yang cerdas mungkin menginterprestasikan pernyataan ini dengan menunjuk pada kurangnya kadar netralitas praktek pendidikan,dimana gurunya tidak menghargai kebebasan siswa.Inilah yang menjadi karakteristik model pendidikan yang membelenggu.<br />Pendidikan yang membebaskan merupakan proses dimana pendidik mengkondisikan siswa untuk mengenal dan mengungkap kehidupan secara kritis.Pendidikan yang membelenggu berusaha untuk menanamkan kesadaran yang keliru kepada siswa sehingga mereka mengikuti saja alur kehidupan ini sedangkan pendidikan yang membebaskan tidak dapat direduksi menjadi sekedar usaha guru untuk memaksakan kebebasan kepada siswa.<br />Kebijakan-kebijakan akademis yang ditelurkan membawa dua implikasi yang berbeda.Pertama,kebijakan akademis mencerminkan adanya kekuatan otonomi baru untuk mendiskusikan sekaligus menentukan frame of mode dari sebuah institusi pendidikan.Kedua,kebijakan akademis justru menunjukkan posisi dan ideology dalam pemahaman akademis itu sendiri.Ini artinya institusi pendidikan bukan wadah yang ideal jika institusi didominasi kelas-kelas tertentu atau agen-agen tertentu yang ingin melanggengkan status quo dengan melancarkan ide-ide dan gagasan-gagasan ideologisnya.Hal itu bias dilakukan ole pendidik atau penentu kebijakan.<br /><br />BAB III<br />REKONFIGURASI PARADIGMA PENDIDIKAN MASA DEPAN<br /><br />REPARADIGMATISASI KONSEP PENDIDIKAN<br />Pendidikan merupakan institusi yang menuntut untuk selalu diperbarui secara terus-menerus.Zamroni (2000),menjelaskan dua paradigma berkaitan dengan peranan pendidikan dalam pembangunan.Pertama,paradigma fungsional dan paradigma sosialisasi.Paradigma fungsional melihat bahwa keterbelakangan dan kemiskinan lebih disebabkan karena masyarakat tidak cukup memiliki ilmu pengetahuan,kemampuan,dan sikap modern.Paradigma sosialisasi,memendang peranan pendidikan adalah: (1) mengembangkan kompetensi individu,(2) meningkatkan produktivitas,(3) meningkatkan kemampuan warga masyarakat dalam upaya memajukan kehidupan masyarakatnya secara keseluruhan.<br />Dri dua paradigma tersebut,Zamroni menganalisis ekses-ekses negative yang muncul dalam praktek pendidikan di Indonesia.Pertama,telah melahirkan paradigma pendidikan yang bersifat analitis-mekanistis dengan mendasarkan pada doktrin reduksionisme dan mekanistikKedua,para pengambil kebijakan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai engine of growth,penggerak dan lokomotif pembangunan<br />1). Paradigma Sistematik-Organik<br />Paradigma ini dibangun dari teori ekspansionisme dan teleologis.Ekspansionisme merupakan teori yang menekankan bahwa segala obyek,peristiwa dan pengalaman merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari suatu keseluruhan yang utuh.Teleologis,pendidikan harus menghasilkan manfaat bagi perkembangan dan dinamika masyarakatnya.<br />Paradigma pendidikan system-organik menekankan bahwa proses pendidikan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada mengajar,(2) pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel,(3) pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri dan (4) pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan<br />Dengan demikian,paradigma system-organik mencoba untuk memecahkan problem di masyarakat tentang munculnya ketimpangan antara kualitas pendidikan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja.<br />2).Paradigma Holistik-Integralistik<br />Paradigma pendidikan holistic-integralistik memandang pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh.<br />Paradigma holistic-integralistik menekankan proses pendidikan sebagai berikut: (1) Tujuan pendidikan holistic-integralistik mengintrodusir terbentuknya manusia seutuhnya dan masyarakat seutuhnya,(2) materi pendidikan holistic-integralistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-rohani,mengasah kecerdasan intelektual-spiritual (emosional)-keterampilan,kesatuan materi pendidikan teoritis-praktis,kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial-ketuhanan dan kesatuan materi pendidikan keagamaan-filsafat-etika-estetika,(3) proses pendidikan holistic-integralistik mengutamakan kesatuan kepentingan politik-anak didik-masyarakat dan (4) evaluasi pendidikan holistic-integralistik mementingkan tercapainya perkembangan anak didik dalam bidang penguasaan ilmu-sikap-tingkah laku-keterampilan.<br /><br />3).Paradigma Humanistik<br />Paradigma pendidikan humanistic memandang manusia sebagai”manusia”,yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu.<br />Pendidikan humanistic mengorientasikan proses pendidikannya sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan humanistic adalah “membudayakan manusia” atau ”memanusiakan manusia” dan “membudayakan masyarakat” atau “memanusiakan masyarakat”, (2) materi pendidikan humanistic memuat ilmu-ilmu kemanusiaan yang berupa filsafat tentang manusia,ilmu-ilmu agama yang menerangkan hubungan manusia dengan Tuhan,ilmu etika yang mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan ilmu estetika yang mengajarkan nilai-nilai keindahan, (3) metode pendidikan humanistic,menghargai harkat,martabat dan derajat manusia yang menghargai hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan fitrahnya, (4) proses pendidikan humanistic,menciptakan suasana pendidikan yang manusiawi,menciptakan hubungan dengan manusia antara anak didik,pendidik,dan masyarakat,(5) evaluasi pendidikan humanistic,mengevaluasi pekembangan anak didik sebagai anak manusia yang sedang berkembang,dengan memakai dasar criteria kemanusian<br />4)Paradigma Idealistik-Transformatif<br />Pendidikan idealistic memendang manusia sebagai “makhluk semulia-mulia makhluk”.Adapun proses pendidikannya adalah: (1) Tujuan pendidikan idealistic membentuk ”manusia yang berguna”,yakni manusia yang bias menunaikan misi sucinya,manusia yang berguna bagi orang lain,dan manusia yang mempunyai sifat-sifat sempurna.(2) kurikulum pendidikan idealistic yang dapat mengembangkan aspek piker,zikir dan keterampilan.(3) Metode pendidikan idealistic adalah metode pendidikan yang dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut.(4) evaluasi pendidikan idealistic adalah evaluasi yang mengukur kemampuan anak didik dari berbagai aspek kecakapan.<br />Dengan demikian paradigma idealistic-transformatif ini dapat mencegah terjadinya krisis akhlak yang menyebabkan bangsa kita terpuruk dalam bentuk krisis multidimensional akibat dari ilmu,nilai,dan moral yang hanya hadir dalam pikiran tetapi tidak hadir menjadi tindakan.<br /><br /><br />5).Paradigma Multikulturalisme<br />Pendidikan berparadigma multikulturalisme mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif.<br />Pendidikan yang berwawasan multikulturalisme,mempunyai: (a) tujuan pendidikan membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat manusia berbudaya”. (b) Materinya adalah yang mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan,nilai-nilai bangsa,dan nilai-nilai kelompok etnis.(c) Metode yang diterapkan adalah metode yang demokratis,yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis. (d) Evaluasinya adalah yang bersifat mengevaluasi tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi,apresiasi dan tindakan anak didik terhadap budaya lainnya.<br />Apabila digunakan konsep UNESCO(Declors,dkk.1999),maka hasil pendidikan didasarkan pada pengalaman belajar anak,yang berarti,keberhasilan pendidikan diukur dari hasil empat pilar pengalaman belajar anak,yaitu (1) belajar mengetahui,(2) belajar berbuat,(3) belajar hidup bersama dan (4) belajar menjadi seseorang.<br /><br />REDEFINISI LINGKUNGAN KECERDASAN: PERGESERAN DARI IQ KE EQ DAN SQ<br />Kecerdasan intelektual (IQ)sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional.Inilah argument epitemologi Goleman untuk menggeser paradigma “intelligence quotient”(IQ) ke arah paradigma “emotional intelligence”(EQ).Goleman menegaskan bahwa EQ dapat sama ampuhnya dan terkadang lebih ampuh daripada IQ.Bahkan,dengan memanfaatkan penelitian yang menggemparkan tentang otak dan perilaku,Goleman memperlihatkan factor-faktor yang terkait mengapa orang yang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang menjadi sukses.Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas.Cara yang disebutnya”kecerdasan emosional”(EQ).<br />Apa itu kecerdasan emosional(EQ)? EQ menunjuk kepada suatu kemampuan untuk mengendalikan,mengorganisir dan mempergunakan emosi ke arah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal.<br /><br />Adapun ciri-ciri kecerdasan emosi ada lima,yaitu:<br />1.Kesadaran diri: Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat<br />2.Pengaturan diri: Menangani emosi diri sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas,peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran,mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi.<br />3.Motivasi: Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menunun menuju sasaran,membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif,serta bertahan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi.<br />4.Empati: Merasakan yang dirasakan orang lain,mampu memahami perspektif mereka,menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.<br />5.Ketrampilan sosial: Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial,berinteraksi dengan lancer,menggunakan ketrampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan,serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.<br />Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik,menurut Zohar dan Marshall,mencakup hal-hal berikut:<br />1.Kemampuan bersikap fleksibel<br />2.Tingkat kesadaran diri yang tinggi<br />3.Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan<br />4.Kemampuan untuk menghadapi dan melalui rasa sakit<br />5.Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai<br />6.Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu<br />7.Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan “holistic”).<br />8.Kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.<br /><br />TEKSTUALISASI DAN PENDIDIKAN.<br />Pendidikan selalu diwujudkan dalam dua wajah yang saling bertentangan.Pertama,pendidikan selalu dijadikan sebagai alat control sosial untuk memelihara serta mereproduksi tatanan sosial.Kedua,pendidikan bias juga dianggap sebagai usaha untuk mewujudkan peran dan otonomi agen (individu) melalui pengembangan kapasitas intelektual.<br />Pemikiran Derrida tentang dekonstruksi tulisan dan perkataan menunjukkan bahwa tidak ada ruang mediasi bagi praktek-praktek represi dan kekuasaan.Dalam pandangan arche writing,pemikiran tentang ke-alami-an harus mendasari budaya yang ada.<br />Dari dekonstruksi yang dilakukan Derrida dapat kita ambil beberapa hal penting.Pertama,oposisi antara ke-alami-an dan budaya merupakan bagian dari oposisi antara perkataan dan tulisan.Kedua,tidak menutup kemungkinan perkataan merupakan dasar budaya tulis-dalam arti arche-writing.Ketiga,budaya tulis membutuhkan kondisi sosial sebagai mediasi penciptaan pengalaman yang sesuai dengan realitas.Keempat,proses pemecahan oposisi tersebut di atas membutuhkan ketiga terma tersebut yang diaplikasikan dalam setiap komponen yang bersebrangan.<br />Pemikiran Derrida dipusatkan pada otentitas,kehadiran diri dan subyektifitas yang terpusat.Sebagaimana kritik Derrida terdapat teks-teks Rousseau,ia menunjukkan bagaimana teks Rousseau telah menggambarkan otentitas diri yang kontradiktif.Kontradiksi yang terjadi antara tulisan dan subyek,dimana ternyata subyek telah kehilangan struktur imperative dari teks.Tulisan sebagai media,ternyata telah menghalangi proses rekonstruksi dan representasi diri.Apa yang kemudian dimunculkan adalah bukan lagi otentitas diri,namun “diri” yang bersifat fiktif belaka.Makna dari menghilangkan keterbukaan bukan berarti tidak ada proses dialektis,namun subyektifitas tentunya menjadi pertimbangan akhir dari sebuah kisah.<br /><br />MASTERY DAN SUBYEKTIFITAS:<br />UPAYA MENGETAHUI DAN MENGHADIRKAN DIRI DALAM PENDIDIKAN<br />Kesadaran anak didik tidak akan menjadi jelas bagi dirinya sendiri,begitu juga kesadaran tidak akan pernah identik dengan dirinya sendiri,begitu juga kesadaran tidak akan pernah identik dengan dirinya sendiri,jika kemudian para-anggapan tersebut dikondisikan secara histories ke dalam kondisi yang secara kontinyu terus berubah.<br />Dari sini mengimplikasikan bahwa seberapa pun besarnya kesadaran anak didik agar menjadi tahu,disana selalu ada sesuatu yang tidak dapat diketahui,sebab anak didik tidak pernah menemukan jati dirinya,juga tidak dapat menunjukkan dirinya sendiri sesuai dengan identitas diri sesungguhnya.<br />Keinginan penguasaan (mastery) pengetahuan membutuhkan subyek yang tahu dan dapat mengontrol dirinya sendiri.Inilah yang dimaksud sebagai ”aku berfikir maka aku ada (cogito ergo sum).Berfikir tidak hanya sebagai aktifitas penyadaran diri,tetapi melibatkan rasio,logika,pemikiran tentang esensi,bahkan pada tingkatan tertentu sesuai dengan perkembangan subyek kritikal approach dan human properties sangat dibutuhkan,yaitu dapat berfikir secara universal sekaligus partikuler.<br />Keinginan untuk mengetahui merupakan usaha untuk mengisi kekurangan dengan sebuah kehadiran.Tetapi penguasaan(mastery) tidak sama dengan pemadaman ataupun pemenuhan keinginan.Subyek yang memikirkan keinginannya berarti telah mencapai penguasaan melalui kehadiran yang diteruskan menjadi garis horizontal keinginan lainnya.<br />Berlawanan dengan pendapat bahwa subyektifitas dibentuk oleh adnya kesadaran,Freud dan Lacan justru berargumen bahwa subyektifitas lebih banyak dibentuk oleh ketidaksadaran.Lacan menekankan pentingnya ketidaksadaran tentang keinginan sebagai penggerak tingkah laku manusia (human action).Lebih jauh Lacan mengatakan bahwa keinginan berfungsi sebagai kekuatan atau penekan,tetapi tidak direduksi kepada kepentingan biologis an-sich.Keinginan merupakan kekhususan manusia dan tidak bias diteorisasikan secara natural.<br />Freud juga menjelaskan bahwa subyek tidak dapat direduksi menjadi sebuah kesadaran saja.Tingkah laku manusia hanya dapat dijelaskan melalui penemuan sebab-sebab yang mendasari ketidaksadaran.Freud juga menyakinkan bahwa setiap tingkah laku manusia mempunyai makna,tetapi makna tersebut terkubur,bersifat ambigu dan sulit untuk ditemukan.Dengan pendekatan hermeneutiknya,Freud tampaknya lebih menekankan pada interpretasi dan makna,ketimbang manifestasi yang ditimbulkan dari efek human action.<br />SPIRITUALISME DAN SOSIALISME PSIKOLOGI FREUDIAN<br />Secara fisik,perkembangan manusia menurut Freud dipengaruhi oleh kekuatan libido.Suatu konsep yang dapat membantu kita dalam memahami sisi kemanusiaan secara seksual.Libido didefinisikan sebagai variable kekuatan kuantitatif yang berfungsi sebagai pengukur trnsformasi dan proses rangsangan seksualitas.<br />Di sisi lain,ternyata psikoanalisa dapat memberikan sebuah paradigma tentang bagaimana menerapkan pendidikan spiritual.Signifikansi pendidikan spiritual bukan berarti mengajak subyek kembali kepada irrasionalitas diri sehingga dapat menenggelamkan kemampuan kesadaran subyek.<br />Dalam bahasa psikoanalisa,neurosis dapat dianggap sebagai “a private form of religion”,yaitu suatu bentuk agama pribadi.Kita dapat melihat neurosis tersebut dari dua aspek.Pertama,bertitik tolak dari fenomena neurosis itu sendiri,gejalanya dalam kehidupan dan juga kesulitan yang dihasilkan oleh neurosis tersebut.Kedua,neurosis yang banyak terkait dengan gejala-gejala negative.<br />Dalam psikoanalisa,penerimaan agama yang benar tidak boleh mengandung unsure keterpaksaan.Baik keterpaksaan yang disadari maupun tidak disadari.Agama harus diterima sebagai lanjutan atau konsistensi hakekat kemanusiaan itu sendiri.Dengan kata lain,beragama yang benar harus merupakan kewajaran manusiawi.Agama atau kepercayaan tidak dapat dipertahankan jika ia memiliki ciri kuat bertentangan dengan naluri kemanusiaan yang suci.Inilah yang dikatakan bahwa kecenderungan alami manusia kepada kebenaran sesuai dengan kejadian asalnya yang suci merupakan ajaran yang benar,yang kebanyakan manusia tidak menyadari (unconsiousness).Mereka yang masuk kedalam ketidaksadaran dan terjerembab ke dalam ekses neurotic harys segera disembuhkan atau disadarkan.<br />Oleh karena itu,pengajaran hendaknya menanamkan kedalam jiwa anak didik kesadaran akan hadirnya Tuhan dalam hidup dan Tuhan akan selalu mengawasi segala tingkah laku manusia (human actions).Pada tingkat eksoteris,pengajaran yang mungkin dikembangkan adalah memulihkan kembali ketegangan-ketegangan neurosis tentang keberadaan agama dengan menjadikan ritual-ritual wajib sebagai indikasi ketenangan dan penyatuan gejala-gejala tersebut.Penyatuan ini meliputi kesadaran pragmatis tentang signifikansi ritual bagi keberlangsungan keberagamaan.<br />BAB IV<br />TITIK BALIK PENDIDIKAN: MENCARI VISI ATAS REALITAS BARU<br /><br />Saat ini pendidikan dihadapkan pada persoalan yang sangat kompleks dan sangat luar biasa sulit,namun semua negara tanpa kecuali mengakui pendidikan sebagai tugas Negara yang paling penting.Paradoks-paradoks global,seperti persoalan moralitas,keadilan,kejujuran,kesenjangan dan kebebasan menjadi barang yang mahal dan sulit didapatkan.Disini,masyarakat dunia menyaksikan betapa nilai-nilai yang luhur yang dijunjung tinggi oleh dunia pendidikan dibalik dan dilanggar oleh Negara-negara yang memproklamirkan diri sebagai paling demokratis,paling bermoral,paling beradab,dean paling adil.<br /><br />GELOMBANG PENDIDIKAN YANG BERBALIK<br />Pada dua dasawarsa terakhir dari abad 20 dan awal abad abad 21 ini,kita menemukan diri kita berada dalam suatu krisis global yang serius,yaitu suatu krisis kompleks dan multidimensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan sosial,politik,ekonomi,kesehatan,ekologi,teknologi,peradaban dan juga agama.<br />Rincian fenomena dunia modern yang didukung oleh kecanggihan teknologi yang otomat yang penggunaannya telah mengabaikan etika,estetika dan keseimbangan alam.Pertama,pengembangan senjata nuklir.Kita telah menimbun puluhan ribu senjata nuklir,yang cukup untuk menghancurkan seluruh dunia dan perlombaan senjata itu pun berlanjut dengan kecepatan yang melaju.<br />Kedua,kerusakan ekosistem global dan evolusi kehidupan.Sementara kekuatan militer meningkatkan persediaan senjata nuklir mereka,dunia industri sibuk membangun pembangkit-pembangkit tenaga nuklir yang sama-sama berbahaya,yang bias mengancam keseimbangan ekologi dan punahnya kehidupan.<br />Ketiga,krisis ekonomi global,Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa ekonomi global telah mengalami krisis yang luar biasa hebatnya.Krisis moneter,inflasi,pengangguran dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang tidak merata telah mewarnai perkembangan ekonomi global.Akibat dari krisis ekonomi ini maka terjadi peningkatan yang signifikan terhadap angka kejahatan dan kekerasan.<br />Akar-akar persoalan dari krisis yang berdimensi kosmis ini,disebabkan oleh beberapa hal:<br />Pertama,munculnya pandangan dualistic yang membagi seluruh kenyataan menjadi subyek dan obyek,spiritual dan material,manusia dan dunia dan sebagainya,telah mengakibatkan obyektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan alam semena-mena.Hal ini telah mengakibatkan krisis ekologi.<br />Kedua,pandangan modern yang bersifat obyektivistis dan positivistis akhirnya cenderung menjadikan manusia seolah obyek juga dan masyarakat pun direkayasa menjadi mesin.Akibat dari hal ini adalah bahwa masyarakat menjadi tidak manusiawi.<br />Ketiga,dalam modernisme ilmu-ilmu positif empiris mau tak mau menjadi standar tertinggi.Akibat dari hal ini adalah bahwa nilai-nilai moral dan religius kehilangan wibawanya.<br />Kempat,adalah materialisme.Bila kenyataan terdasar tak lagi ditemukan dalam religi,maka materilah yang mudah dianggap sebagai kenyataan terdasar.Materialisme ontologis didampingi dengan materialisme praktis,yaitu bahwa hidup pun menjadi keinginan yang tak habis-habisnya untuk memiliki dan mengontrol hal-hal material.<br />Kelima,adalah militerisme.Oleh sebab norma-norma religius dan moral tak lagi berdaya bagi perilaku manusia,maka norma umum objektif pun cenderung hilang juga.Akibatnya,kekuasaan yang menekan dengan ancaman kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mengatur manusia.Jadi,bila religi dihayati secara demikian,memang ia justru menjadi alat legitimasi militerisme.<br />Keenam,adalah bangkitnya kembali tribalisme,atau mentalitas yang mengunggulkan suku atau kelompok sendiri.Sebetulnya secara teoritis religi-religi telah berusaha untuk mengatasi tribalisme dan menggantikannya dengan universalisme.<br />Filsafat empiricisme-logical positivisme.Pertama, pandangan contruktivisme sangat percaya bahwa anak didik dapat mempelajari proses ilmiah dengan cara yang langsung, dengan mengobservasi pola-pola dan kemudian membuat prediksi –prediksi. Cirri khas filsafat ini dalam dunia pendidikan dan pengajaran ialah bahwa anak diberikan pengalaman dan percobaan sebanyak-baanyaknya. Kedua, empiricisme-logical-positivism. Filasafat ini, walaupun ada dalam paradigma yang sama dengan contructivism, pada dasarnya bertentangan satu sama lain. Empiricisme-logical-positivisme memegang teguh satu prinsip bahwa pengetahuan harus didasarkan pada buakti-bukti yang dapat dipersepsi. Pada kenyataan yang ekstrim, aliran ini menolak semua realitas yang tak disadarkan oleh bukti-bukti yang bisa diindera oleh alat persepsi manusia yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan panca indera.<br /><br />Visi Baru Pendidikan Di Indonesia<br />Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dapat di ukur dari kemajuan pendidikannya. Namun pada kenyataanya, system pendidikan Indonesia belum menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Pendidikan masih belum berhasil menciptakan sumber daya menusia yang andal apalagi menciptakan kualitas bangsa. Krisis multidimensi yang berkepanjangan ini, diyakini banyak kalangan, akibat gagalnya system pendidikan Indonesia. Begitu juga merosotnya Indeks Pembangunan Manusia(IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini. Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu UNDP (Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan catatan penilaian bahwa tahun 2003 IPM Indonesia merosot dari 0,684 menjadi 0,682. hal ini menyebabkan peringkat Indonesia diantara 175 negara juga merosot dari posisi 110 menjadi 112.<br />Bangsa Indonesia sebenarnya, telah memiliki nilai-nilai filosofis dan nilai edukatif yang mendasar perilaku kehidupannya, namun demikian formulasi dari nilai filosofis tersebut yang dijadikan sebagai filsafat pendidikan nasional hingga sekarang masih terus dicari untuk ditemukan. Meskipun sangat sukar merumuskan filsafat pendidikan nasional Indonesia yang tepat, namun dasar-dasarnya dapat kita temukan dari tiga aspek dasar, yaitu: konsep manusia, nilai dasar manusia Indonesia, dan visi pendidikan Indonesia.<br />Pertama, konsep manusia. Pertanyaan “siapakah manusia itu?”, telah menjadi tema sentral sepanjang zaman dan tidak pernah bisa dijawab secara final. Para teolog, filosof, psikolog,dan saintis lainnya terus mencari jawab atas pertanyaan tersebut, tetapi semakin banyak pertanyaan diajukan tentang “siapa manusia itu?”, maka semakin kelihatan bertapa luasnya pengetahuan yang masih terpendam tentang diri manusia itu sendiri. Makanya Alexis Carrel dalam bukunya Man, the Unknown, menjuluki manusia sebagai sebuah misteri.”<br />Kedua, nilai dasar manusia Indonesia. Bangsa Indonesia yang sering dikategorikan bangsa timur mewarisi nilai-niali ketimuran seperti sopan santun, jujur, ramah, berani, cakap, dan tegas. Pada dasarnya manusia Indonesia adalah manusia yang jujur dan tidak sombong, bahkan kejujurannya dalam banyak hal digunakan oleh orang atau bangsa lain untuk memperlemah posisi manusia Indonesia sendiri. Manusia Indonesia juga memiliki sifat sopan santun terhadap orang lain, ramah akepada sesame, berani membela kebenaran, cakap menghadapi kehidupan dan tegas menghadapi segala bentuk persoalan kehidupan.<br />Ketiga, visi pendidikan Indonesia. UUD1945 mengamanatkan bahwa hakikat visi pendidikan nasional adalah “untuk menciptakan manusia Indonesia seutuhnya”. Manusia seutuhnya menyangkut keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, spiritual, ketrampilan, produktivitas dan daya saingnya.<br /><br />Pendidikan Dan Kultur Good Governance<br />Berakhrinya orde baru ditandai dengan jatuhnya rezim soeharto dari kekuasaan pada mei 1998, kemudian disusul dengan krisis moneter, ekonomi, politik, bangsa Indonesia diharapkan pada keharusan menata kembali system sossial, politik, ekonomi dan kenegaraan yang sejalan dengan semangat baru yang berkembang kuat ditengah –tengah masyarakat. Semangat baru ini, yang kemudian dirumuskan dalam istilah “reformasi” mengacu pada penciptaan tatanan yang demokratis di semua aspek kehidupan.<br />Pada dasarnya konsep” good governance” bertumpu pada konsep “ system pemerintahan yang demokratis”.tegasnya, “good governance” adalah pemerintahan demokratis seperti yang dipraktekkan dalam Negara –negara demokrasi maju seperti amerika dan Negara-negara eropa barat. Demokrasi sebagai suatu system pemerintahan dianggap sebagai system pemerintahan yang baik karena paling merefleksikan sifat-sifat “ good governance” yang secara normative dituntut kehadirannya bagi suksesnya suatu bantuan badan-badan dunia di Negara sasaran.<br />Ketika good governance diletakkan dalam perspektif demokrasi, maka good governance pada dasarnya merupakan hasil dari masyarakat atau setidaknya cerminan dari masyarakat. Baik atau buruknya masyarakat akan menetukan baik tidaknya kinerja pemerintahan. Kalau pemerintahan kita korup, tidak efisien, misalnya, harus diletakkan dalam konteks masyarakat, bahwa itu semua merupakan cerminan dari masyarakat iti sendiri. Factor penting yang menghubungkan antara masyarakat dan pemerintahan adalah “ kultur politik” masyarakat pada umunya. Kultur politik adalah orientasi individu dalam system politik terhadap obyek politik dalam system tersebut. Pemerintahan yang baik, yakni pemerintahan demokrasi, membutuhkannn kultur demokrasi atau civic culture untuk membuatnya performed.<br />Adapun nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam rangka menciptakan “good governance” adalah: pertama, demokrasi. Dalam pengembangan dan pengiplikasian ide good governance, demokrasi merupakan slah satu nilai –nilai budaya yang sangat penting dan mendasar, karena dengan kultur demokrasi, maka good governance dapat tumbuh, berkembang, dan hidup dengan subur. Pada orde reformasi sekarang ini, demiokrasi mulai disadari oleh segenap lapisan masyarakat. Namun sayang sekali, nilai-nilai demokrasi masih dipahami sebagai tuntutan hak-hak semata den mengesampingkan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap martabat manusia.<br />Dalam konteks ini pendidikan dapat mengemban misi menanamkan nilai –nilai, dan hendaknya demokrasi tidak ditanamkan tidak hanya pada penguasaaan kognitif saja, tetapi juga menjadi jiwa bagi pendidikan itu sendiri.<br />Kedua, moral. Good governance tidak akan dapat dicapai bila sumber daya yang menjalankannya tidak memiliki moral yang baik. Karena moral merupakan landasan yang penting bagi seseorang untuk bersikap, bertindak dan berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai moral seperti kejujuran dan tanggung jawab merupakan nilai –nilai yang mutlak harus dimiliki oleh setiap pemimpin karena nilai-nilai tersebut seorang pemimpin tidak bertindak hanya berdasarkan nafsu untuk menguasai tetapi menganggap bahwa kekuasaan itu merupakan sebuah amanah yang dipertanggungjawabkan dihadapan tuhan. Pendidikan nasional yang bertujuan membentuk manusia seutuhnya sangat berperan penting dalam pengembangan nilai-nilai moral, dan seyogyanya pendidikan moral tidak hanya sekedar pengetahuan moral saja tetapi lebih jauh dari itu nilai-nilai moral dapat ditanamkan menjadi kepribadian setiap anak.<br />Ketiga, berfikir kreativ-kritis. Kebudayaan di Negara kita mengenal system hierarki pada masyarakat, sehinggga hal ini baik langsung maupun tidak membentuk masyarakat feudal. Masyarakat feudal kurang memperhatikan pada kemampuan berpikir kreativ dan kritis. Terlebih lagi, bangsa kita mempunyai pengalaman buruk pada masa penjajahan belanda dan jepang yang membunuh segala bentuk berpikir kreativ dan kritis. Idealnya pendidikan sebagai wadah pendewasaan manusia dapat mengembangkan kemampuan kreativ dan kritis.<br /><br />PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME<br />Gambaran umum bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sangat majemuk dan pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia secara umum dapat dilihat dari sudut horizontal seperti terdiri dari beragam suku dan ras, yang mempunyai budaya, bahasa, nilai dan agama atau keyakinan berbeda-beda.<br />Safri Sairin (1992), menyebut tiga sumber konflik dalam masyarakat. Pertama, perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi. Pertarungan dibidang ini biasanya dimenangkan oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuatan dan kemampuan lebih unggul apabila dilihat dari sumber daya manusia maupun teknologi yang digunakan.<br />Kedua, perluasan batas-batas budaya. Model konflik ini dapat muncul dalam kehidupan majemuk, terutama di perkotaan. Perbedaan tradisi, bahsa, hokum dan identitas sosial dapat menyatu dalam kepentingan politik, kecemburuan dan berbagai prasangka sosial dalam masyarakat.<br />Ketiga, benturan kepentingan politik, ideology, dan agama. Konflik jenis ini merupakan benturan antara struktur yang mapan terhadap kebudayaan, system nilai, ideology dan agama yang berkembang. Konflik karena benturan kepentingan politik, ideology dan agama akan menjurus kepada perubahan-perubahan structural dalam masyrakat, seperti konflik yang tejadi daalam peristiwa pemberontakan di berbagai daerah.<br />Ketiga sumber konflik tersebut dapat ditemukan dalam setiap masyarakat (besar dan kecil). Tetapi dalam masyarakat majemuk (plural) dan heterogen intensitas dan frekuensi benturannya akan lebih banyak jika dibandingkan dengan masyarakat sederhana dan homogen. Ketiga sumber konflik tersebut juga dapat bersatu secara simultan dan melahirkan benturan yang keras dalam masyarakat sehingga menyulitkan kita untuk menyelusuri dan memisahkannya. Dengan demikian intensitas potensi konfik harus dapat diantisipasi dan dieliminir sedini mungkin.<br />Ada prinsip-prinsip dalam kehidupan bernegara agar sendi-sendi pluralisme menjadi kokoh dan menjadi kekuatan bangsa, prinsip tersebut adalah:<br />Pertama, prinsip humanitas. Manusia memiliki nuilai-nilai kemanusiaan seperti makhluk yang bebas-bebas memilih dan berbuat merdeka, dan bertanggung jawab.<br />Kedua, prinsip unitas. Kemajemukan dan keanekaragaman aspek kemanusiaan, etnis, dan agama mengisyaratkan perlunya kerja sama antara semua elemen anak bengsa.<br />Ketiga, prinsip kontekstualitas. Kesadaran multikulturalisme mengisyratkan perlunya pemahaman secara khusus berdasarkan nilai-nilai cultural masyrakat setempat.<br /><br /><br />BAB V<br />REORIENTASI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM<br /><br />MENCARI FORMULASI PENDIDIKAN ISLAM: SINTESIS IDEALISME,PRAGMATISME DAN ISLAM<br />1.pendidikan dalam Perspektif Idealisme<br />Dalam sejarah filsafat barat, idealisme selalu identik dengan plato. Seperti dikatakan Sidi Gazabla, Plato adalah bapak filsafat Idealisme. Menurut Plato, hakekat segala suatu tidak teletak pada yang bersifat materi atau bendawi, tetapi sesuatu yang ada dibalik materi itu, yakni ide. Ide bersifat kekal, immaterial, dan tidak berubah, walaupun materi hancur ide tidak ikut musnah.<br />Plato membagi pengetahuan manusia ke dalam dua bentuk : pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Pengetahuan umum bersifat universal dan mengandung ide, yang dikenal dengan budi, sementara pengetahuan khusus bersifat terbatas dan individu yang berasal dari dunia pengamatan dan pengalaman.<br />Pandangan idealisme memberikan dua argumentasi bahwa hakekat terdalam dari kenyataan adalah hakekat yang bersifat akal.<br />Pertama, pengalaman dan pengetahuan tergantung pada akal yang mengetahuinya.Apapun yang diketahui pada akhirnya berupa ide,artinya sesuatu yang berhakekat akal.<br />Kedua, di alam semesta ini kita jumpai watak yang logis, hubungan sebab-akibat, ketertiban, ketaatan pada hokum, keteraturan.Menurut penganut idealisme,semuanya itu merupakan cirri-ciri khas yang dijumpai oleh akal.<br />Paham idealisme terbagi dalam tiga aliran,yaitu:Pertama,idealisme subyektif,yang berpandangan bahwa kenyataan merupakan hasil pembuatan pola yang dilakukan oleh akal yang terbatas kemampuannya.Kedua,idealisme objektif,berpandangan bahwa alam merupakan akal yang tidak tergantung pada pengetahuannya.Ketiga,idealisme personalistik,kenyataan berhakekat kepribadian yang sadar.<br />Adapun pemikiran pendidikan idealisme adalah sebagai berikut:<br />1.Hakekat Pendidikan<br />Bagi aliran idealisme,hakekat pendidikan adalah semangat ingin kembali kepada warisan budaya masa silam yang agung dan ideal.Sehingga pendidikan adalah sebagai “education as cultural conservation”,pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan.<br />2.Tujuan pendidikan<br />Tujuan pendidikan idealisme adalah membentuk anak didik agar menjadi manusia yang sempurna,yang berguna bagi masyarakatnya.<br />3.Tugas pendidikan<br />Tugas pendidikan,menurut idealisme adalah proses melatih jiwa,seperti pikiran,ingatan,perasaan,dalam kerangka memahami realita,nilai-nilai,kebenaran,baik sebagai warisan sosial (kebudayaan),maupun sebagai makrokosmos(alam semesta).Dengan demikian,tugas pendidikan pada hakekatnya adalah melatih jiwa dan akal yang kreatif.<br /><br /><br />4.Kurikulum pendidikan.<br />Kurikulum idealisme mendasarkan pada prinsip:Pertama,kurikulum yang kaya,berurutan,dan sistematis yang didasarkan pada target tertentu yang tidak dapat dikurangi sebagai satu kesatuan pengetahuan,kecakapan-kecakapan dan sikap yang berlaku didalam kebudayaan yang demokratis.Kedua,kurikulum menekankan penguasaan yang tepat atas isi atau materi kurikulum itu.<br /><br />2.Pendidikan dalam Prespektif Pragmatisme.<br />Pragmatisme dipandang telah berhasil mendorong berpikir liberal,bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada,pragmatisme telah memberi semangat kepada kehidupan manusia untuk berlomba-lomba berkarya yang terbaik dan bermanfaat.Tetapi prgmatisme juga tidak luput dari kelemahan-kelemahan,yaitu:Pertama,tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute dan hanya mengakui kebenaran yang bersifat ilmiah dan langsung dapat dirasakan dalam kehidupan praktis.Kedua,karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuat yang nyata,praktis dan empiris,maka pragmatisme telah menciptakan gaya hidup materialisme.<br />Pemikiran-pemikiran pragmatisme tentang pendidikan adalah sebagai berikut:<br />1.Hakekat pendidikan<br />Hakekat pendidikan menurut pragmatisme adalah menyiapkan anak didik dengan membekali seperangkat keahlian dan keterampilan teknis agar mampu hidup di duni yang selalu berubah.Pragmatisme berkeyakinan bahwa pendidikan dapat menolong manusia menghadapi periode transisi antara pola piker trdisional dengan pola piker progresif (modern) yang selalu berubah.<br />2.Tujuan pendidikan.<br />Tujuan pendidikan pragmatisme adalah menyiapkan peserta didik menghadapi masa depannya.Untuk mencapai tujuan dimaksud maka perlu ditanamkan disiplain dan membekalinya dengan berbagai keahlian dan keterampilan.<br />3.Tujuan pendidikan<br />Menurut Dewey,proses pendidikan berdimensi psikologis dan sosiologis.Dimensi psikologis menuntut pendidikan dapat memahami potensi yang dimiliki setiap peserta didik untuk dikembangkan dan mengetahui kemana harus dikeluarkan.Dimensi sosiologis menuntut pendidikan dapat mengetahui kemana harus dibimbing potensi yang dimiliki peserta didik.<br />4.Kurikulum pendidikan<br />Dalam mengembangkan kurikulum,pragmatisme berpedoman pada lima struktur kurikulum,yaitu:Pertama,reorganisasi di dalam subyek khusus pendidikan sebagai langkah pertama mencari pola dan desain baru.Kedua,korelasi dan kedekatan antara dua atau lebih materi pelajaran.Ketiga,pengelompokan dan hubungan integrative dalam satu bidang pengetahuan.Keempat,”corecurriculum”,suatu kelompok mata pelajaran yang memberi pengalaman dasar dan sebagai kebutuhan umum yang utama.Kelima,”experience-centered curriculum”,yakni kurikulum yang mengutamakan pengalaman dengan menekankan pada unit-unit tertentu.<br /><br />3.Pendidikan dalam Perspektif Islam<br />1.Islam sebagai Aliran Filsafat.<br />Periode pemikiran filsafat kaum Muslimin dapat dibagi menjadi empat masa,yaitu:<br />a.Periode Kalam Pertama<br />Periode ini melahirkan kelompokmutakalimin/aliran dalam ilmu kalam,yakni: Khawarij,Murji’ah,Qadariyah,Jabariyah,Mu’tazilah,dan Ahl Sunnah.Dalam kaitannya dengan filsafat yang paling menonjol adalah aliran Mu’tazialh yang dimotori oleh Wasil ibn Atha dan dianggap sebagai rasionalisme islam.<br />b.Peiode Filsafat Pertama<br />Periode ini adalah periode munculnya para filosof Muslim di dunia Timur,seperti Al-Kindi (806-873 M),Al-Razi (865-925 M),Al-Farabi (870-950 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M)<br />c.Periode Kalam Kedua.<br />Pada periode ini tokoh kalam penting dan besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam adalah:Pertama,Al-Asy’ari (873-957 M).Kedua,al-Ghazali (1065-1111 M).<br /><br />d.Periode Filsafat Kedua.<br />Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana dan ahli dalam berbagai bidang dan juga meminati filsafat. Mereka adalah Ibnu Bajjah (m.1138M) Ibnu Tufail (1110-1185M) dan Ibnu Rusyed(1126-1198M).<br />e. Periode Kebangkitan<br />Periode ini ditandai lahirnya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia islam setelah mengalami kemerosotan sejak abad XV-XIX. Oleh karena itu, periode ini ada yang menyebutnya sebagai renaissance dunia islam. Diantara tokoh yang berpengaruh adalah Jamauddin al-Afgani, M Abduh, M Iqbal.<br /><br />2. Pendidikan dalam perspektif filsafat islam.<br />a. Hakikat pendidikan<br />Hakikat pendidikan islam tidak boleh dilepaskan begitu saja dqari ajaran islam yang tertuang dalam Al-quran dan Al-sunnah, karena kedua sumber tersebut merupakan pedoman otentik dalam penggalian khazanah keilmuan apapun dalam islam.<br />b. Tujuan Pendidikan<br />Abdurrahman Saleh Abdullah menyatakan tujaun pendidikan islam diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu: pertama , tujuan pendidikan jasmani. Kedua, tujuan pendidikan rohani. Ketiga, tujuan pendidikan akal. Keempat, tujuan pendidikan sosial.<br />Sedangkan menurut Ali Asraf, tujuan pendidikan islam adalah : pertama, mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai islam dalam konteks kehidupan modern. Kedua, membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan, lingkungan sosial dan pembangunan nasional.Ketiga mengembangkan kemampuan pada diri anak didik untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban islami diatas semua kebudayaan lain. Keempat, memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif. Kelima, membantu anak yang sdang tumbuh untuk berfikir secara logis. Keenam, mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam kemampuan berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa latin.<br />c.Tugas Pendidikan<br />Tugas pendidikan islam, dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pertama, pendidikan sebagai pengembangan potensi. Kedua, pewarisan budaya. Ketiga, interaksi antara potensi dan budaya.<br />d. Kurikulum Pendidikan.<br />Landasan pokok penyusunan kurikulum islami harus memuat prinsip :a. mengandung nilai kesatuan, b. mengandung nilai kesatuan dari persamaan kepentingan dalam mengembangkan visi ajaran islam, c. mengandung materi yang bermuatan pengembangan spiritual, intelektual dan jasmani<br /><br />4. Sintesis Pemikiran Pendidikan Islam.<br />1. Persamaan Konsep.<br />Pertama, ketiga aliran filsafat memandang hakekat pendidikan adalah membina, membimbing, dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa. Kedua, tujuan pendidikan adalah menanamkan kesadaran diri pada anak didik. Ketiga, tugas pendidikan adalah secara individual dipahami sebagai upaya pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik, secara sosial sebagai sarana peralihan budaya masyarakat pada anak didik. Keempat, kurikulum pendidikan perlunya diadakan langkah-langkah kreativ dan inovatif dalam materi pendidikan agar tidak ketinggalan zaman dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.<br />2. Perbedaan Konsep<br />Pertama, hakekat pendidikan idealisme lebih menekankan pada masa lampau walaupun tidak sepenuhnya menolak perubahan zaman. Kedua, idealisme berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menanamkan kesadaran pada anak didik tentang peradaban modern yang telah menimbulkan kerancauan nilai-nilai kehidupan dan menjauhkan manusia dari hal-hal yang bersifat etis dan spiritual..Ketiga,tugas pendidkan idealisme adalah mewariskan ajaran-ajaran yang dianggap luhur dan mulia kepada generasi muda.Keempat,idealisme memandang kurikulum yang baik adalah yang mampu mengembangkan intelektulitas (akal) anak didik serta yang mampu membekali dengan keunggulan moral,yang tidak perlu tergantung dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi.<br />VISI BARU PENDIDIKAN ISLAM:REFLEKSI FILSAFAT,TEORI DAN KURIKULUM<br /> Secara umum pergaulan global yang tejadi saat ini dan yang akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai berikut: pertama, tejdainya pergeseran dari konflik ideology dan politik kearah persaingan perdagangan, investasi dan informasi. Kedua, hubungan antara Negara atau bangsa secara structural berubah dari sifat ketergantungan kearah saling ketergantungan, hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar. Ketiga, batas-batas geografis hampir kehilangan arti operasionalnya. Keempat, persaingan antar Negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Kelima, terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi tidak efisien.<br />Filsafat merupakan dasar perilaku seseorang dan juga merupakan dasar perilaku suatu bangsa kalau bangsa Indonesia melakukan suatu pendidikan, maka hal itu juga didsarkan kepada suatu filsafat, yaitu filsafat pendidikan.<br />Berpijak dari filsafat dan teori pendidikan yang telah dirumuskan, target pendidikan yang diidealkan akan mudah tercapai. Dengan demikian, tanpa mengesampingkan sasaran-sasaran yang bersifat teknik dan jangka pendek, filsafat dan teori pendidikan akan mengantarkan pada cakupan yang lebih komplit dan menyeluruh.<br />Agar umat islam dapat berkiprah dalam masyarakat global, maka pendidikan islam diharapkan tampil dengan nuansanya sebagai berikut:<br />Pertama, menampilkan islam yang lebih ramah dan sejuk, sekaligus menjadi pelipurlara bagi kegerahan hidup manusia modern. Tawaran ini mengharuskan umat islam menghayati nilai-nilai universal yang diajarkan islam dan teologi yang inklusif yang diperankan oleh nabi Muhammad SAW.<br />Kedua, islam yang toleran terhadap manusia secara keseluruhan agama apapun dianutnya. Sebab islam adalah agama rahmatan lil-alamin, mendatangkan kebaikan dan kedamaian untuk semua.<br />Ketiga, menampilkan visi islam yang dinamis, kreativ dan inovativ, sehingga bisa membebaskan umat islam dari belenggu-belenggu dan penjara taqlid, status quo, menyukai kemapaman dan alergi terhadap pembaruan, harus ditinggalkan. Karena sikap-sikap tersebut menyebabkan kreatifitas dan dinamisnya sebagai manusia menjadi hilang.<br />Keempat, menampilkan islam yang mampu mengembangkan etos kerja, etos politik, etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan, dan etos pembangunan. Karena sepanjang sejarah, kelima etos itulah yang dapat mendatangkan kejayaan umat islam.<br />Kelima, menampilkan revivalitas islam, dalam bentuk intensifikasi keislaman lebih berorientasi “ke dalam” (inward oriented), yakni membangun kesalehan intrisktik dan esoteris, daripada intensifikasi “ke luar” (outward oriented) yang bersifat ekstrinsik dan eksoteris, yakni kesalehan formalitas.<br /><br />REORIENTASI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM<br /> Pendidikan islam tidak hanya sekedar ciri khas dari ragam pendidikan yang berlatarbelakang keagamaan. Tetapi lebih merupakan pemahaman “pendidikan islam” menceritakan karakteristik berikut: pertama, dasar filosofis. Penyelenggaraan dan pendirian pendidikan islam didorong oleh hasrat dan semangat untuk mentransformasikan nilai-nilai dan misi keislaman. Kedua, program pendidikan akan memberikan perhatian dan sekaligus menjadikan ajaran islam sebagai pengetahuan untuk materi pengajaran, objek kajian dan diperlakukan sebagai mana ilmu-ilmu yang lain. Ketiga, penggagas dan pemrakarsa. Adalah orang-orang islam yang memiliki kepedulian besar terhadap kelangsungan dan kebenaran islam. Keempat, segi institusional atau kelembagaan. Biasanya nama kelembagaan selalu memakai symbol-simbol ke islaman baik secara formal “islam” dipakai untuk lembaga atau mengambil tokoh-tokoh ilmuan, ulama atau pejuang islam, atau mengambil nama organisasi islam sebagai nama lembaga. Untuk menuju kepada pendekatan integralistik dan dalam upaya memadukan keunggulan warisan klasik islam dengan kemajuan system modern maka langkah-langkah berikut perlu dipikirkan kembali.<br />1.Arti dan makna pendidikan<br />Pendidikan dalam konsep islam, mengimplikasikan bukan sekedar pengajaran dan menyampaikan pengetahuan tetapi juga pelatihan seluruh diri anak didik.<br />2.Sistem Pendidikan<br /> System pendidikan islam, tidak pernah memisahkan pelatihan pikiran dari pelatihan jiwa dan keseluruhan pribadi secara utuh. Pendidikan islam tidak pernah memandang alih pengetahuan dan cara memperolehnya absah tanpa dibarengi dengan kualitas moral dan spiritual.<br />3.Jenjang Pendidikan,<br />Islam memberikan konsep tentang jenjang-jenjang pendidikan sebagai berikut:<br />Pertama, pendidikan prenatal(sebelum individu dilahirkan), pendidikan ini bisa berwujud dalam dua bentuk: a. sewaktu seorang lelaki atau perempuan memilih calon pasangannya akan mempengaruhi anak yang akan dilahirkan, b. sewaktu anak masih dalam kandungan, apa yang diperbuat oleh orangtuanya akan berpengaruh secara psikologis pada anak tersebut.<br />Kedua, pendidikan post-natal(mulai anak dilahirkan) yang merupakan fase awal atau pendidikan primer. Pendidikan ini harus diperoleh anak dalam keluarga.<br />Ketiga, fase pendidikan dasar: taman kanak-kanak(tk), sekolah dasar (sd ) dan sekolah menengah pertama(sltp). Pada fase-fase ini anak harus dimasukan kesekolah agama.<br />Keempat, fase sekolah menengah atas. Pada fase ini anak didik mulai dilatih penalaran dan diperkenalkan pada berbagai macam ilmu pengetahuan.<br />Kelima, fase jamiah atau perguruan tingg. Di tingkat ini, mahasiswa diajarkan berbagai macam sains dan filsafat dengan pendekatan dialogis, ilmiah, rasional dan filosofis.<br />4.Restrukturisasi Kurikulum.<br />Kurikulum dipandang penting dalam proses pendidikan, karena ia akan memberikan arahan dan patokan keahlian apa yang ahrus dipunyai oleh anak didik. Para ilmuan muslim mengklasifikasikan gradasi sains. Pertama sains keagamaan dan ilahi, prinsip-prinsipnya dan juris prudensi. Kedua sainses intelektual yang meliputi, misalnya matematika dan sains kealaman lainnya, filsafat, dan logika.<br />5.Tujuan dan Tugas Pendidikan.<br />Tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia, sedangkan tujuan utimatenya adalah tercapainya kebahagiaan hidup yang permanent di alam baka (akhirat).gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-54942681009246065972009-05-26T20:45:00.000-07:002009-05-26T22:55:45.759-07:00Jurnal Manajemen Pendidikan<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="Edit-Time-Data" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_editdata.mso"><!--[if !mso]> <style> v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} </style> <![endif]--><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Wingdings; panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} a:link, span.MsoHyperlink {color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:117845111; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:548282158 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol;} @list l1 {mso-list-id:140002198; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:735743512 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l1:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol;} @list l2 {mso-list-id:1101149412; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1265201748 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l2:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol;} @list l3 {mso-list-id:1191605106; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1520051748 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l3:level1 {mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:72.0pt; text-indent:-18.0pt;} @list l4 {mso-list-id:1937249525; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:2080790026 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l4:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:69.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:69.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapedefaults ext="edit" spidmax="1049"> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapelayout ext="edit"> <o:idmap ext="edit" data="1"> </o:shapelayout></xml><![endif]--><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style=""><font style="line-height: 150%;" size="14"><font size="4">Jurnal Manajem</font></font></b><b style=""><font style="line-height: 150%;" size="14"><font size="4">en Pendidikan</font> </font></b><br /><a href="http://jme.sagepub.com/">http://jme.sagepub.com</a></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><a href="http://jme.sagepub.com/"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 667px; height: 52px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizi5gsye0MeAY6qKj9rY_WSf0PFrP7CqtQlnm1dq0Zjc-EYN9Fy-eda2ifcU3Bs5_WKa_rHG_DPXkhOJy7gxzVrqieIaJdQRx05AjoZLDzh2tc_VMMh9EinfwptFndjQu1r1JYUP8jSPvR/s400/garis.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340361017943103954" border="0"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="Edit-Time-Data" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_editdata.mso"><!--[if !mso]> <style> v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:grammarstate>Clean</w:GrammarState> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:193.5pt 60.6pt 193.5pt 60.6pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapedefaults ext="edit" spidmax="1049"> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <o:shapelayout ext="edit"> <o:idmap ext="edit" data="1"> </o:shapelayout></xml><![endif]--><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1048" style="'position:absolute;" from="82.5pt,231.75pt" to="514.5pt,231.75pt"><![endif]--><!--[if !vml]--><font style=""> <table style="width: 1px; height: 328px;" align="left" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody><tr> <td width="109" height="308"><br /></td><td><a href="http://jme.sagepub.com/"><font style=""><br /></font></a></td> </tr> <tr> <td><br /></td> <td><br /></td> </tr> </tbody></table> </font><!--[endif]--></a> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1026" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:1'" from="0,18pt" to="6in,18pt"><![endif]--><!--[if !vml]--><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="Edit-Time-Data" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpla5%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_editdata.mso"><!--[if !mso]> <style> v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><font style="" size="12" face="""><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" style="'width:6in;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\pla5\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.png" title="garis" croptop="6643f" cropbottom="55617f"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--></font><!--[endif]--><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">METRIK MODAL MANUSIA: Sebuah Pendekatan Untuk Pengajaran Menggunakan Data dan Metrik Untuk Evaluasi Desain dan Manajemen Praktik<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><font style=""> </font>Yosua L. Schwarz dan Thomas E. Murphy</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><i style=""><font style=""> </font>Jurnal Manajemen Pendidikan</i> 2008; 32; 164 awalnya diterbitkan online Oktober 29, 2007; </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center">DOI: The 10.1177/1052562907307638</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><font style=""> </font>versi online artikel ini dapat ditemukan di: <a href="http://jme.sagepub.com/cgi/content/abstract/32/2/164">http://jme.sagepub.com/cgi/content/abstract/32/2/164</a></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><a href="http://jme.sagepub.com/"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 670px; height: 52px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizi5gsye0MeAY6qKj9rY_WSf0PFrP7CqtQlnm1dq0Zjc-EYN9Fy-eda2ifcU3Bs5_WKa_rHG_DPXkhOJy7gxzVrqieIaJdQRx05AjoZLDzh2tc_VMMh9EinfwptFndjQu1r1JYUP8jSPvR/s400/garis.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340361017943103954" border="0"></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1027" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;flip:y;" from="0,1.1pt" to="6in,1.1pt"><![endif]--><!--[if !vml]--><font style="position: relative; z-index: 2; left: -1px; top: 0px; width: 578px; height: 2px;"><img style="width: 583px; height: 1px;" src="file:///C:/DOCUME%7E1/pla5/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.gif" shapes="_x0000_s1027"></font><!--[endif]--><o:p> </o:p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center">Diterbitkan oleh:</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center">SAGE<br />http://www.sagepublications.com </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center">Atas nama:<br />Pengajaran OBTS Masyarakat untuk Manajemen Pendidik</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center">Layanan tambahan dan informasi untuk Jurnal Manajemen Pendidikan dapat dilihat di:<br /><b style="">Email Peringatan</b>: http://jme.sagepub.com/cgi/alerts<br /><b style="">Kepelangganan</b>: http://jme.sagepub.com/subscriptions<br /><b style="">Reprints</b>: http://www.sagepub.com/journalsReprints.nav<br /><b style="">Perizinan</b>: http://www.sagepub.com/journalsPermissions.nav<br /><b style="">Citations</b> http://jme.sagepub.com/cgi/content/refs/32/2/164</p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style="">METRIK MODAL MANUSIA:<br />PENDEKATAN PENGAJARAN MENGGUNAKAN<br />DATA DAN METRIK UNTUK DESAIN DAN<br />EVALUASI MANAJEMEN PRAKTIK<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Yosua L. Schwarz<br />Thomas E. Murphy<br /><i style="">Universitas <st1:place st="on"><st1:city st="on">Miami</st1:city></st1:place><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 150%;">Artikel ini mengatakan bahwa dalam satu kelas metric modal manusia (HCM) akan menguntungkan semua mahasiswa jurusan manajemen. Setelah memperkenalkan apa yang dimaksudkan oleh HCM melalui diskusi dari evolusi, penulis menghitung manfaat seperti tentunya membawa kepada siswa. Keunggulan utama di antara mereka adalah perubahan dalam menetapkan pikiran untuk menggunakan data dan metrik untuk merancang dan mengevaluasi kebijakan pengelolaan bukan lebih mengandalkan pengalaman, iseng-iseng<b style="">.</b> Mahasiswa ini menunjukkan perspektif harus dilengkapi lebih baik untuk membuktikan dan meningkatkan kontribusi dari sumberdaya manusia untuk organisasi mereka. Artikel ini untuk membicarakan topic yang dibahas di HCM saja dan menyajikan sebuah analisis yang digunakan sebagai contoh<b style=""> </b>alat pedagogis. Di kelas, contoh ini akan diterapkan ke rangkaian "mini kasus" dan diterapkan untuk sebuah proyek riset yang disediakan oleh perusahaan. Setelah mengambil kelas ini, siswa dapat mengukur nilai manajemen praktik keuangan.<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt; line-height: 150%;"><b style=""><i style=""><font style=""> </font><o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt; line-height: 150%;"><b style=""><i style=""><font style=""> </font>Kata kunci</i></b>:kartu catatan angka SDM; berdasarkan bukti manajemen; metric modal <font style=""> </font>manusia; pengukuran; akuntansi sumber daya manusia, manajemen kurikulum</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><font style=""> </font>"Mengukur apa yang diukur, terukur dan membuat apa yang tidak jadi."<br /><font style=""> </font><font style=""> </font>Galileo Galilei </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>"Saya tidak ada dana pelatihan proyek karyawan yang tidak dapat menunjukkan peningkatan penjualan dan keuntungan”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font><font style=""> </font>Dave Dillon, CEO dari perusahaan Kroger</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Artikel ini menjelaskan metric manusia (HCM) dan memberikan alasan untuk dimasukkan dalam kurikulum sarjana manajemen. Meskipun banyak ahli mengakui pentingnya integrasi manajemen sumber daya manusia (MSDM) ke dalam strategi bisnis sampai baru-baru ini di desain dan seleksi sumber daya manusia (SDM) strategi telah didukung oleh intuisi dan menebak (Pfeffer & Sutton, 2006a, 2006b). Hari ini menuntut manajemen lebih. Secara khusus,dalam meningkatkan kepercayaan pada bisnis yang menggunakan data-pendorong dan pendekatan metrik untuk merancang dan mengevaluasi praktek-praktek manajemen, untuk menunjukkan sebab-musabab hubungan antara kebijakan dan organisasi hasil, dan untuk memaksakan nyata akuntabilitas manajemen untuk pengambilan keputusan (Huselid, Jackson, & Schuler, 1997).<br /><font style=""> </font>HCM juga tempat praktik manajemen dan khususnya,manajemen SDM dalam paritas dengan daerah lain di dalam perusahaan yang bersaing alokasi untuk modal untuk membiayai proyek-proyek masing-masing. Mendukung seperti inisiatif dengan data dan diukur hasil harus membuat lebih mendalam kelembagaan untuk mendukung pengelolaan program.<br /><font style=""> </font>Keberatan dan peringatan kepada kecenderungan menuju hitungan pengelolaan praktek juga dialamatkan. Kami menyarankan topik khusus yang harus dimasukkan dalam sebuah kursus HCM bersama dengan model pedagogis berguna untuk merancang proses pengajaran. Kami saja yang diterapkan mencakup penelitian komponen yang memungkinkan siswa untuk bekerja pada proyek-proyek yang diajukan oleh pegawai utama.Dari perspektif filosofis ini, kami merancang program belajar untuk semua tujuan pengelolaan siswa: </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>•Kesediaan siswa dengan alasan dan alat-alat untuk menggunakan data dan <font style=""> </font><font style=""> </font>pendorong metrik Pendekatan dalam perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pengelolaan <font style=""> </font>praktek.<br />• Bantuan siswa menunjukkan nilai modal manusia untuk suatu perusahaan sukses.<br />• Ajarlah siswa pendekatan yang berbeda untuk mengukur nilai modal manusia<br />dan memanfaatkan ekonomi, keuangan, dan data penilaian dalam pengukuran<br />proses.<br />• Mendemonstrasikan manajemen untuk siswa yang berkembang perlu memanfaatkan data dan metrik dalam organisasi proses alokasi modal.<br />• Paparan siswa ke berdisiplin, analisis kerangka diterapkan untuk pengelolaan<br />proses pengambilan keputusan yang dapat meningkatkan hasil bisnis.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><a href="http://jme.sagepub.com/"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 678px; height: 52px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizi5gsye0MeAY6qKj9rY_WSf0PFrP7CqtQlnm1dq0Zjc-EYN9Fy-eda2ifcU3Bs5_WKa_rHG_DPXkhOJy7gxzVrqieIaJdQRx05AjoZLDzh2tc_VMMh9EinfwptFndjQu1r1JYUP8jSPvR/s400/garis.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340361017943103954" border="0"></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Catatan Penulis: pembaca tertarik sampel bahan-bahan seperti syllabi, kasus kecil, atau kursus materi manajemen harus melihat kedua penulis situs Web (www.sba.muohio.edu / murphyte). Penulis ingin mengetahui orang-orang berikut yang membantu meningkatkan artikel ini: Janet Murphy, Rebecca A. Luzadis, Kate Ronald, dan Carol Ault. Artikel substansial telah ditingkatkan berdasarkan komentar yang dibuat oleh Gordon Meyer, editor, dan anonim referees. Kami juga sangat menghargai banyak organisasi yang telah memberikan proyek metric modal manusia, untuk siswa kami yang telah membantu kami mengembangkan pedagogi untuk kita</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Apakah <font style=""> </font>Metrik Modal Manusia dan Mengapa<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Mahasiswa Manajemen Harus Belajar.</b> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <div style="text-align: justify;"><span style="font-family: times new roman;"> Becker (1964) merupakan salah satu yang pertama untuk menunjukkan hubungan antara nilai ekonomi masyarakat untuk dapat menambahkan sebuah organisasi yang sesuai dan investasi seperti organisasi dalam membuat orang atau modal manusia. Itu investasi Becker dikutip termasuk pelatihan dan pendidikan program-program yang meningkatkan pekerja kepada organisasi. Sejak itu, sejumlah cendekiawan telah berusaha untuk mengekspresikan nilai yang timbul dari berbagai jenis lainnya praktek manajemen; hasilnya telah menjadi luas dan beragam pendekatan apa yang disebut metrik modal manusia (Cascio, 2000; Becker, Huselid, & Ulrich, 2001; Phillips & Phillips, 2005).</span><br /></div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Kami saja, yang penting tujuan belajar adalah untuk menjamin siswa mengetahui dan mengidentifikasi berbagai pendekatan untuk HCM dan praktek-praktek pengelolaan yang membantu untuk mengarahkan mereka. Pengetahuan ini sangat diperlukan bagi siswa untuk memahami bahwa orang-orang dalam perusahaan yang mampu menghasilkan aset nyata, terukur nilai finansial. Untuk mencapai hasil nyata, perusahaan harus berinvestasi dalam modal manusia mereka dengan cara yang sama mereka berinvestasi dalam aset lainnya. Sejak konsep asli Becker, ada suatu evolusi dari pemikiran cara terbaik dalam pendekatan apa yang kita panggil HCM. Memberikan siswa kami rasa, kami meninjau konsep seperti akutansi SDM (ASDM), efisiensi atau juga disebut pendekatan Fitz-enz yang lebih intens dan penggunaan data dan metrik sebagai diprakarsai oleh Sears dan The Kroger Co telah ada pendekatan yang lain HCM mulai dari yang sederhana (atau beberapa panggilan apa kasual) pembandingan ke manusia lebih rumit aset penilaian<b style=""> </b>pendekatan dollarizing sikap karyawan (Cascio,2000). Kami percaya, bahwa upaya untuk memperkenalkan nilai manusia modal pada laporan keuangan perusahaan, untuk mengukur nya melekat efisiensi, dan menggunakan data dan metrik untuk membangun hubungan sebab-musabab antara praktek dan hasilnya, juga untuk mengukur dan keuangan kembali mewakili fundamental evolusioner tahapan HCM sebagai lapangan. Untuk alternatif perspektif, lihat Cascio (2000).</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Akuntansi Sumber Daya Manusia<o:p></o:p></b></p> <font style=""> </font><span style="font-family: times new roman;">Secara umum, sebuah pendekatan ASDM HCM berusaha untuk menyertakan manusia sebagai aset modal di sebuah perusahaan dari laporan keuangan. Ia melibatkan hitungan dari nilai ekonomi masyarakat di kedua keuangan dan manajemen istilah akuntansi (Toulson & Dewe, 2004). Proponents dari ASDM menyatakan bahwa karyawan biasanya lebih banyak memberikan kontribusi kepada organisasi daripada jumlah yang sama untuk gaji dan tunjangan. Dalam beberapa keadaan di mana tingkat keterampilan yang diperlukan yang tinggi, yang penuh penggantian biaya kewajiban dapat melebihi tahunan gaji mereka dan tunjangan. Salah satu formula yang disarankan untuk menghitung nilai aset adalah untuk mengurangi nilai saat ini dari masa depan dari biaya karyawan hadir di depan nilai kontribusi karyawan (Bukowitz, Williams, & Mactas,2004).</span><br style="font-family: times new roman;"><font style="font-family: times new roman;"> </font><span style="font-family: times new roman;">Meskipun nilai tersembunyi sulit untuk menentukan, kesimpulannya adalah bahwa organisasi dapat pengumpilan nilai modal dari para manusia oleh lebih memperkenalkan orang-praktek manajemen terfokus (Bukowitz, Williams, & Mactas, 2004). Masalahnya dengan pendekatan ini adalah kurangnya ketegasan mengenai tentang kegiatan</span><font style="font-family: times new roman;"> </font><span style="font-family: times new roman;">kinerja mengemudi.</span><br style="font-family: times new roman;"><font style="font-family: times new roman;"> </font><span style="font-family: times new roman;">Pendekatan ASDM kelihatannya lebih diarahkan pada investor selain sebagai alat manajemen dalam mengukur efektivitas spesifik praktek manajemen. Ini merupakan instrumen tumpul dan tidak melayani dengan baik sebagai alat mikroekonomik yang dapat secara efektif menunjukkan nilai tertentu dari praktek manajemen memerlukan dana oleh perusahaan. Apa ASDM didirikan, Namun, merupakan landasan bagi argumentasi bahwa praktek-praktek pengelolaan bukan hanya biaya.</span><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> <span style="font-family: times new roman;"> </span></font><span style="font-family: times new roman;">Terkait pendekatan ASDM,kita yang di depan kami saja, melibatkan analisis yang dilakukan oleh Becker dan Huselid (1998) menunjukkan sambungan antara nilai pasar dari sebuah perusahaan dan penggunaan tepi utama atau kinerja tinggi system kerja. </span><st1:place style="font-family: times new roman;" st="on">Para</st1:place><span style="font-family: times new roman;"> peneliti mengidentifikasi sejumlah perusahaan yang digunakan satu set ditentukan kinerja tinggi sistem kerja, serta nomor yang tidak. Mereka dibandingkan dengan dua kelompok oleh masing-masing kapitalisasi pasar per jam penuh setara karyawan. Hasil belajar mereka menunjukkan korelasi yang kuat antara perusahaan yang menggunakan system kinerja tinggi dan kapitalisasi pasar yang lebih tinggi,mereka menyimpulkan bahwa menggunakan ke-ujung yang tinggi atau kinerja sistem kerja nyata dapat menambahkan nilai untuk perusahaan.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">Mengukur Efisiensi dari Praktik MSDM <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt; line-height: 150%; text-align: justify;"><font style=""> </font><span style="font-family: times new roman;">Ketika mengajar segi definisi HCM, kita harus mengakui dengan kontribusi dari Ulrich (1997) dan Fitz-enz (1984). Ulrich telah mengatakan bahwa menawarkan dan mengukur SDM kiriman adalah tugas penting bagi pemimpin SDM. Ia telah menekankan bahwa SDM profesional harus memperhatikan berbagai isu-isu yang melibatkan institusi modal manusia, dan juga harus mengidentifikasi spesifik yang dijanjikan sebagai hasil dari pendekatan baru institusi atau praktik dalam organisasi.</span></p><div style="text-align: justify; font-family: times new roman;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt; line-height: 150%; text-align: justify; font-family: times new roman;">Fitz-enz (1984) telah mendukung mengukur efektivitas dan relatif efisiensi praktik manajemen tertentu. Dia biasanya memerlukan pendekatan perbandingan ke salah satu dasar atau patokan ditemukan di perusahaan lain. Misalnya, sehubungan dengan perekrutan karyawan, Fitz-enz merekomendasikan perusahaan mengembangkan berbagai ratio: biaya per upah, waktu respon untuk meminta upah, waktu untuk mengisi lowongan pekerjaan, dan menawarkan pekerjaan dibagi menerima menawarkan pekerjaan.Dia juga menekankan pentingnya mengukur efisiensi dan efektivitas setiap calon<b style=""> </b>sehubungan dengan penerimaan ratio, kinerja evaluasi dari nya calon dibandingkan dengan mereka yang direkrut oleh orang lain, pekerjaan jabatan baru sebagai menambah dibandingkan dengan mereka yang direkrut oleh orang lain, dan berbagai langkah-langkah efisiensi lainnya. Menggunakan metode dia, kita dapat mengukur kompensasi dan manfaat praktik, program pelatihan, dan pengembangan karyawan.Metode ini adalah teknik penting untuk dimasukkan ke dalam tentunya, dan kami memerlukan penerapannya dalam beberapa kasus kecil (tersedia pada penulis Situs web). Fitz-enz dari pendekatan, bagaimanapun, tidak memungkinkan siswa atau praktisi untuk menilai apakah suatu praktek manajemen harus diajarkan dan apa kembali ke korporasi.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Data dan Metrik-Terutama Pendekatan-Menampilkan Kemanjuran dan hubungan sebab dan akibat.</b> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> Kami mencari terus perkembangan HCM membahas pendekatan Sears (Rucci, pesta hasil panen, & Quinn, 1998), yang ditunjukkan dengan hubungan antara efektivitas manajemen dan praktik pelanggan persepsi pelayanan. Menggunakan masukan dari sumber data yang ekstensif, khususnya karyawan dan pelanggan survei, Sears efektif menunjukkan bahwa berbagai praktik manajemen baru yang dirancang untuk meningkatkan kepuasan karyawan yang berhubungan langsung serupa perbaikan kepuasan pelanggan.Pendekatan mereka adalah salah satu upaya untuk banyaknya link manajemen praktek SDM kepada pelanggan. Ia juga menjabat sebagai katalisator untuk mengubah antara Praktisi SDM yang sudah lama dianggap "internal pelanggan”sebagai prioritas kecerdasan<b style=""> </b>SDM profesional mulai memahami bahwa cakupan dan tujuan,seperti orang lain dalam organisasi, harus berkaitan dengan pelanggan nyata konsumen perusahaan dari produk atau layanan. Ini adalah pelajaran penting dalam kursus dan merupakan komponen penting bagaimana kita mengartikan HCM.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font>Pengalaman Sears diikuti oleh Murphy dan Zandvakili (2000) dalam pekerjaan mereka dengan The Kroger Co Kroger dari pendekatan, seperti Sears, digunakan data secara baik untuk merancang dan mengevaluasi praktek. Kroger pergi beberapa langkah-langkah lebih lanjut, namun, dengan memanfaatkan program percontohan dan kontrol untuk menunjukkan suatu hubungan sebab-musabab antara praktek dan hasilnya, dan untuk menunjukkan jelas hasil keuangan yang timbul dari praktek yang baru SDM.<br /><font style=""> </font>Kroger dalam dua tahap. Pertama, ia ingin melihat apakah baru pelatihan komputer dasar (CBT) program kasir akan membuktikan untuk menjadi lebih efektif alat pelatihan, sehingga diukur kembali untuk keuangan perusahaan.Kroger mengembangkan prototipe perangkat lunak dan diuji pada percontohan dasar pada nomor di sejumlah toko.Kontrol kelompok dari sejumlah toko yang telah ditunjuk untuk melatih dengan cara tradisional. Dasar dari hasil pengukuran dan biaya pelatihan kasir diambil.<b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Kroger diuji efektivitas CBT oleh kasir mengukur akurasi, produktivitas, dan faktor lainnya baik di kelompok kontrol dan uji coba. Ia juga menghitung biaya program tradisional dibandingkan biaya CBT.Hasilnya CBT yang dihasilkan lebih baik hasil pelatihan dan biaya signifikan tabungan. Ketika SDM eksekutif diminta penuh pendanaan yang baru program CBT ini, mereka antara metrik dan data yang jelas untuk menunjukkan laba atas investasi (ROI) yang bertemu dengan perusahaan internal gawang menilai, dan karena pendanaan. Kroger CBT diikuti dengan komputer berbasis seleksi karyawan sistem online dan menunjukkan struktur wawancara program kemanjuran dan keuangan kembali menggunakan data yang sama dan metrik-dorongan proses.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">Mengapa Mahasiswa Manajemen Harus Belajar HCM<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">HCM sebuah pendekatan manajemen akan membantu organisasi memahami potensi dari nilai modal manusia dan mempertimbangkan investasi dalam pembangunan,bukan sebagai biaya, melainkan sebagai peluang untuk meningkatkan keseluruhan organisasi kinerja. Demikian pula, organisasi harus menyadari bahwa untuk tumbuh dengan data-metrik-dorongan dan pendekatan pengambilan keputusan manajemen dapat jelas meningkatkan kualitas dan efektivitas dari praktek dipilih untuk pelaksanaan oleh organisasi. HCM menempatkan pemimpin manajemen SDM pada kedudukan yang sama dengan pihak lain dalam organisasi karena untuk bersaing alokasi modal. Oleh karena itu, memahami HCM dan HCM potensi dalam tempat kerja menguntungkan siswa dan perusahaan di masa depan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:city> argumen lain untuk mendukung program belajar di HCM. Sebagai contoh,kami tahu dari manusia modal akuntansi perspektif bahwa nilai ekonomis orang lain di berbagai organisasi yang tumbuh signifikan (Deloitte & Touche, 2002). Satu kajian 3500 <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">US</st1:country-region></st1:place> menemukan bahwa perusahaan pada tahun 1978, nilai buku adalah 95% dari nilai pasar. Dua puluh tahun kemudian, yang merupakan angka 28% (McClure, 2003), menunjukkan aset nyata hanya menyumbang antara satu seperempat dan sepertiga dari total nilai perusahaan. Sisa nilai aset datang tidak jelas<b style=""> </b>masukan dari kontribusi besar oleh orang-orang. Oleh itu, adalah kritis penting bagi perusahaan untuk mengenali pentingnya investasi dalam hal ini berpengaruh memaksa mereka dalam organisasi. Tentunya kami menekankan ini.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Tentunya kami mempersiapkan siswa sebagai manajer masa depan untuk berpartisipasi dan memimpin upaya untuk memperkenalkan metrik dan data-dorongan-orang yang menunjukkan praktik nyata keuangan organisasi mereka kembali. Ini adalah dasar dari kami dan kami percaya memberikan siswa kesempatan untuk menjadi kuat,mitra strategis dalam masing-masing organisasi (Lawler, Levenson, & Boudreau, 2004; Toulson & Dewe, 2004; Weiss & Finn, 2005).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Total ide ini adalah konsisten dengan panggilan untuk "dasar bukti<b style=""> </b>manajemen "tercermin dalam artikel oleh Pfeffer dan Sutton (2006a) dan dalam buku mereka (2006b). Mereka mencari keputusan manajerial berdasarkan fakta sementara menghindari apa yang mereka panggil berbahaya setengah kebenaran dan total omong kosong yang merupakan hasil dari manajer bergantung pada pengalaman masa lalu, kasual pembandingan,belum dicoba rasa umum kelontong, atau solusi oleh konsultan manajemen.Apa kelas ini benar-benar semua adalah tentang membantu siswa membuat kritis,data-dorongan, berdasarkan bukti-menetapkan pikiran terhadap kebijakan manajemen.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Manajemen untuk membantu mempersiapkan siswa untuk karir mereka, hal ini berguna untuk memamerkan mereka ke berbagai kajian dari kompetensi profesional yang percaya yang diperlukan untuk sukses di bidang (Becker, Huselid, & Ulrich 2001;Wang & Wang, 2005). Di antara yang paling penting adalah kompetensi ini<br />pengetahuan tentang bisnis. Sebuah simposium tentang masa depan pendidikan SDM baik oleh praktisi dan akademisi menekankan pentingnya pengetahuan ini, bersama dengan fokus keuangan dan kemampuan untuk menunjukkan cara pengelolaan SDM akan mempengaruhi perusahaan utama (SHRM, 2004).Tanpa memahami bagaimana mereka menambahkan nilai fungsi tertentu di dalam konteks sebuah organisasi strategi, SDM adalah manajer kiri dengan hanya generik saran untuk jenis orang-kebijakan manajemen sebuah organisasi harus mengadopsi. HCM saja yang efektif mengajar siswa bagaimana untuk mengikat orang manajemen kebijakan dengan cara menambah nilai organisasi individu. Diberikan potensi manfaat HCM, pengelola usaha dengan baik dan mengerti kompetensi di HCM akan jauh lebih baik dilengkapi untuk mengelola organisasi orang dan membuat kontribusi substantive.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Bersenjata dengan pemahaman tentang berbagai pendekatan untuk HCM, siswa kemudian terkena berbagai konsep dan alat-alat yang relevan dan data - metrik-dorongan orang manajemen. Sisa artikel ini dikhususkan untuk apa yang kami dan mengajar kami untuk berkomunikasi pedagogi materi.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Topik Kursus HCM, Konsep, dan Alat<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Tidak ada satu buku yang terdiri dari seluruh berbagai topik yang harus disertakan dalam HCM saja. Jurusan manajemen yang diperlukan untuk HCM mengambil saja, dan semua jurusan manajemen telah mengambil sebuah pengantar kelas MSDM dan kursus di dasar akuntansi,statistik,ekonomi,keuangan,perilaku organisasi, manajemen sistem informasi,dan pemasaran, sehingga memiliki beberapa hal dengan banyak topik yang dibahas.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Kursus yang diajar untuk jurusan manajemen senior dalam tipe tiga-semester -format jam, pertemuan dua kali seminggu untuk 75 menit lebih dari 15 bulan.Jelas,dari luas daftar topik yang biasanya dibahas dalam kelas ini,sebenarnya kedalaman tidak dapat dicapai dalam semua mereka. Tujuan utama, seperti yang dinyatakan sebelumnya, adalah untuk mempengaruhi pikiran siswa. Untuk melakukannya, kami mengajar siswa apa HCM berarti dalam suatu organisasi dan diri mereka dengan alat-alat mereka perlu untuk meningkatkan kualitas mereka keputusan manajemen,khususnya yang berkaitan dengan praktek SDM.Kami tidak berharap mereka untuk menjadi ahli dalam pemanfaatan alat dijelaskan, namun mereka akan memiliki kesempatan untuk menggunakan dan menerapkan banyak dari mereka. Profesional dalam karir mereka dapat memanggil para ahli, atau belajar pada rincian tertentu instrumen atau alat yang mereka tahu adalah relevan dengan situasi ini. HCM sebesar cara berpikir seperti ini merupakan kumpulan teknik.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Sehubungan dengan teks dan bahan bacaan, kami telah menggunakan SDM yang disesuaikan teks serta pembacaan ditugaskan di akuntansi SDM, dan artikel dan buku-buku Authored oleh Fitz-enz, Cascio, sastra dan lainnya termasuk dalam membaca tentang Penulis situs Web. Di bawah ini adalah pembahasan singkat saja topik biasanya tercakup dalam kelas ini, diawali dengan gagasan dan organisasi SDM strategi.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Strategi Organisasi dan SDM<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><font style=""> </font></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Umum bidang strategi telah menambahkan begitu banyak untuk kami memahami jalan dan organisasi yang harus dikelola. Akademisi sekarang memiliki hampir universal bahasa (setidaknya di antara sekolah bisnis) untuk membahas seperti sebagai pertanyaan mendasar, "Apa bisnis kita harus berada dalam" dan "Bagaimana kita harus bersaing? "Di bidang SDM yang kuat sekolah pemikiran menegaskan bahwa kebijakan SDM yang sesuai untuk suatu organisasi tergantung pada organisasi keseluruhan strategi. Baris strategis ini dipandang sebagai kunci untuk membuat yakin SDM kebijakan untuk menambah nilai organisasi (Kossek & Block, 2000).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Kami menggunakan sejumlah kasus masalah (tersedia di situs Web penulis) siswa untuk meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi praktek-praktek SDM yang akan melayani dengan menerapkan strategi bisnis. Dalam satu kasus, misalnya, kami akan menampilkan video yang sebenarnya manajemen pertemuan di mana CEO adalah untuk menjelaskan karyawan itu visi bagaimana organisasi harus menetapkan pelanggan layanan. Setelah melihat, para siswa diminta untuk menulis sebuah rencana bisnis SDM menjelaskan praktek manajemen yang akan melayani tujuan dari CEO's strategi. Mahasiswa juga harus mengetahui bagaimana mereka akan menggunakan data dan metrik dalam perancangan dan evaluasi dari rencana mereka. Jenis analisis ini adalah komponen penting dari setiap usaha untuk mengembangkan suatu pendekatan HCM dan konsisten dengan Pfeffer dan Sutton's (2006b) panggilan untuk lebih menekankan pada strategi pelaksanaan, bukan hanya formulasi strategi.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Kartu catatan angka Desain SDM Perangkat Link Antara Strategi Bisnis dan Praktik SDM<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Kami menyertakan sebuah tonggak penting dalam pengembangan HCM, maka kartu catatan angka SDM.Becker, Huselid, dan Ulrich (2001) mengembangkan perangkat ini untuk memastikan bahwa praktek-praktek manajemen yang dirancang untuk merangkul yang seimbang saling objektif, akuntansi, baik untuk penciptaan nilai dan biaya kontrol.Konsep ini memungkinkan praktisi untuk mempertimbangkan, misalnya, cara baru skema kompensasi, menekankan penjualan, dan mungkin tidak sengaja mempengaruhi persepsi pelanggan kualitas, layanan, atau memang keuntungan. Demikian pula,kecuali yang dirancang dengan baik, biaya tenaga kerja baru-tabungan proposal dapat mengurangi biaya, tetapi mempengaruhi jangka panjang pengembangan bisnis dan omset karyawan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Kami menggunakan kartu catatan angka dalam berbagai skenario sebagai panduan dalam merancang praktek manajemen efektif. Misalnya, banyak bank ritel yang bergerak murni dari layanan pelanggan orientasi penjualan ke pelanggan yang lebih banyak layanan. SDM yang eksekutif, menghadap bisnis strategi baru ini, harus menentukan kinerja pendorong dari sebuah pendekatan baru. Ini mungkin termasuk bangunan loyalitas pelanggan, sehingga pelanggan baik informasi produk atau layanan,menawarkan produk yang kompetitif, dan pengembangan kerja yang efektif dan efisien yang mendukung proses penjualan. Dari ini, penjualan khusus tujuan dapat ditetapkan. Departemen SDM harus menentukan langkah-langkah dan "kiriman" seharusnya melaksanakan pengujian dan berkontribusi ini baru "penciptaan nilai proposisi." Ini mungkin termasuk menjelaskan peran karyawan, mengubah hubungan pelaporan, membuat kriteria seleksi karyawan baru, baru program-program pelatihan,pengembangan penjualan berbasis kinerja evaluasi dan perencanaan karir, dan memulai pahala system baru yang mendorong "menguntungkan" penjualan. Semua ini sesuai dengan unsur-unsur dari kartu catatan angka: keuangan,pelanggan,proses bisnis,dan pembelajaran dan pertumbuhan. Kartu catatan angka dengan menggunakan alat yang seimbang dan dapat diukur pendekatan desain praktek SDM dihubungkan dengan strategi bisnis yang spesifik,dan membutuhkan pemanfaatan kedua kuantitatif dan kualitatif data dalam proses pengambilan keputusan.<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Metode Penelitian <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Untuk memperdebatkan sebuah hubungan antara sebab-musabab SDM kebijakan dan mereka bermaksud terhadap perilaku karyawan, manajemen siswa harus mengetahui sesuatu tentang metode penelitian ilmu sosial (Bryman, 1989). Mendirikan sebuah korelasi antara SDM kebijakan dan hasil yang diinginkan hanyalah satu langkah dalam hubungan sebab-musabab. Untuk membantah hal menyebabkan, siswa dihadapkan pada permulaan desain dari percobaan. Hati-hati dirancang organisasi ada percobaan kemampuan untuk menyisihkan sebagian besar sumber ancaman internal dan eksternal untuk berlaku (Bryman, 1989). Untuk menjelaskan masalah ini, kami mendiskusikan pelaksanaan sistem kompensasi baru, misalnya, dan setelah kenaikan penjualan. Kami kemudian membedah apakah perubahan dalam praktik membayar menyebabkan penjualan meningkat.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Data yang dikumpulkan dalam organisasi mungkin tidak cukup efektif untuk mengukur manfaat dari praktek-praktek SDM tertentu. HCM yang disiplin nilai yang lebih ilmiah pendekatan manajemen,dan dengan itu bergantung pada penelitian sebagai mendasar dalam mengukur langkah pertama yang kembali dari keuangan praktek manajemen. Menilai sebuah organisasi Tanggapan dari manajemen terhadap praktek terbaik kadang-kadang ditentukan oleh survei (Edwards & Thomas, 1993). Diandalkan dan relevan dari kedua survei data pelanggan dan karyawan dapat membantu mengukur keberhasilan kebijakan yang dirancang untuk melaksanakan strategi organisasi (Cooper & Schindler, 2006). Data survei sering dapat akan dikonversi ke dalam indeks, seperti layanan pelanggan indeks (CSI) atau kontribusi karyawan indeks yang mencerminkan bisnis atau industri spesifik pilihan perilaku karyawan. Indeks ini dapat dipantau dan dievaluasi dalam kaitannya dengan dibuat praktik manajemen baru.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Metodologi penelitian yang sering berkaitan dengan masalah lainnya di tempat kerja. Adalah sebuah pilihan baru sistem berlaku, handal, dan bermanfaat? Apakah baru pelatihan.Program mengakibatkan transfer belajar dan kemajuan dari bisnis strategi? Oleh karena itu, kami menginap sekitar 2 bulan mengajar desain dan eksperimental metode penelitian survei dengan memeriksa validitas dan reliabilitas.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">Keuangan Peralatan Pengukuran</b> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">HCM saja yang berusaha untuk mengubah urutan manajemen ke dalam praktik nilai, karena itu, penting bagi siswa untuk memahami bagaimana nilai-nilai yang digunakan dalam perusahaan. Bagaimana konsep seperti net present value<b style=""> </b>(NPV), ROI, dan payback period berlaku untuk investasi dalam masyarakat dapat diilustrasikan melalui studi kasus yang termasuk dalam Phillips & Phillips (2005).mahasiswa tingkat akhir<b style=""> </b>bisnis siswa telah belajar konsep-konsep ini, tetapi jarang berhubungan dengan orang-masalah manajemen.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;">Kami juga mengidentifikasi siswa dapat memiliki data akuntansi protokol, departemen pemasaran, manajemen rekayasa studi,SDM sistem informasi, praktek patokan, keluar wawancara, layanan pelanggan survei, dan sumber-sumber lain di dalam perusahaan. Data ini dapat digunakan untuk menetapkan langkah-langkah dasar, menilai masalah, identifikasi dan solusi operasional SDM, berlaku kualitas<b style=""> </b>hasil kinerja, dan terus mencari perbaikan. Alat ini dapat diterapkan untuk mengidentifikasi sesuai praktek MSDM yang akan membantu melakukan strategi bisnis.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">Biaya Modal Manusia</b> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Terutama tenaga kerja-intensif dalam organisasi yang sangat kompetitif industri, selalu ada tekanan untuk mengendalikan biaya atau meningkatkan produktivitas dari SDM. Meskipun kartu catatan angka SDM perspektif tempat sebuah penekanan pada penciptaan nilai, tetapi juga menjaga kepentingan yang lebih tradisional dari biaya kontrol. Karena dapat mengukur dan menemukan cara untuk meminimalkan modal manusia biaya adalah penting keterampilan (Cascio, 2000). Mengidentifikasi dan memahami sepenuhnya dimuat biaya elemen dari omset ketidakhadiran, miskin sikap kerja, dan pilihan kesalahan, misalnya adalah penting dalam mengembangkan kemampuan analitis kursus. Referensi yang kami pembacaan dari Cascio (2000) dan kami menggunakan kasus kecil<b style=""> </b>ini untuk mencari biaya elemen.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Sistem Informasi Sumber Daya Manusia (SISDM) <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><st1:place st="on"><st1:city st="on"> Ada</st1:city></st1:place> dua cara SISDM yang merupakan bagian penting dari infrastruktur memfasilitasi metrik dan data pendorong perusahaan. Pertama, menyediakan SISDM potensi kendaraan untuk data yang diperlukan untuk mengukur dan menyebabkan efek dan biaya modal manusia. Kedua, melalui otomatisasi dari rutin pelaksanaan tugas dan karyawan swalayan, bebas SISDM atas jam tenaga SDM profesional untuk melakukan nilai lebih pekerjaan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Kami saja, kami telah memperoleh akses ke hidup SISDM disebut oleh ivantage software selular disebut Spectrum SDM Systems Corporation (Spectrum). Spektrum dengan mitra pendidik dengan menyediakan akses gratis ke Berbasis web versi dari software mereka yang berisi banyak data fiktif karyawan dan memungkinkan pengguna untuk menambahkan data.Mahasiswa menghabiskan beberapa sesi di lab komputer pengaturan, belajar bagaimana cara masukan dan akses data. Di kelas, mereka mengembangkan dan mendiskusikan permintaan untuk laporan menggunakan SISDM, yang akan mendukung atau link ke salah satu strategi SDM atau praktek. Misalnya, ada perbedaan antara manajemen kompensasi perempuan dan laki-laki dibandingkan menempati posisi dalam organisasi? Atau, ada perekrutan sumber produksi yang lebih tinggi nilai-calon? Ini dan permintaan memberikan siswa kesempatan untuk menggunakan sumber yang berharga dari manajemen data dalam memecahkan masalah, dan dalam melakukan demikian, pelaksanaan data-driven pendekatan mendukung praktek SDM.<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Pedagogi <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> Penting bagi siswa untuk belajar tentang berbagai pendekatan dan konsep HCM dari dan untuk menggabungkan konsep-konsep ini dengan alat-alat mereka perlu memperkenalkan HCM dalam perusahaan. Mungkin terkaya tingkat belajar terjadi ketika siswa diberi kesempatan untuk latihan dan untuk menerapkan konsep-konsep ini dan alat-alat. Bagian ini menunjukkan bagaimana kami kelas memberikan kesempatan ini. Kami oleh kami mulai memasang kerangka analisis, atau template, yang merupakan bagian dari bagian<b style=""> </b>HCM panduan langkah untuk memecahkan masalah. Berikut kami tunjukkan cara siswa menerapkan template ini untuk satu set kasus kecil, yang meliputi berbagai praktek SDM yang memerlukan data dan pendekatan metric pendorong pemecahan masalah. Terakhir, kita berbicara tentang pendekatan yang diterapkan untuk proyek penelitian.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><a href="http://jme.sagepub.com/"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 678px; height: 52px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizi5gsye0MeAY6qKj9rY_WSf0PFrP7CqtQlnm1dq0Zjc-EYN9Fy-eda2ifcU3Bs5_WKa_rHG_DPXkhOJy7gxzVrqieIaJdQRx05AjoZLDzh2tc_VMMh9EinfwptFndjQu1r1JYUP8jSPvR/s400/garis.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340361017943103954" border="0"></a></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzzuRk3DUs0IQwgmBv3kHU_nQh5oJa8gQsFR7N62Z5vH7D4U4Cu4GANc2KsdNXeItctYUqRIkr9V7gU9LFKYZ5hwDERuFimBqVGfewUccTc8f57JxQVi3AfxkMkDY41sBS3Tqni0SoiCYn/s1600-h/tabel.JPG"><br /></a></p><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzzuRk3DUs0IQwgmBv3kHU_nQh5oJa8gQsFR7N62Z5vH7D4U4Cu4GANc2KsdNXeItctYUqRIkr9V7gU9LFKYZ5hwDERuFimBqVGfewUccTc8f57JxQVi3AfxkMkDY41sBS3Tqni0SoiCYn/s1600-h/tabel.JPG"></a><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMpDovj7kwjpMXrBBksCciJD1BYgQUrNv5_Ps9EL65Mk92obrtzt9X7mHmMM-h3SBKCLySXjrNZZLMODFiZUdNN7KQeT7dfQNfNJtqTi_r42eZTKX0M7n2XDlBaJ0RPh46wsE-Gq2fw26v/s1600-h/tabel+1.PNG"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 330px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMpDovj7kwjpMXrBBksCciJD1BYgQUrNv5_Ps9EL65Mk92obrtzt9X7mHmMM-h3SBKCLySXjrNZZLMODFiZUdNN7KQeT7dfQNfNJtqTi_r42eZTKX0M7n2XDlBaJ0RPh46wsE-Gq2fw26v/s400/tabel+1.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340358208351759074" border="0"></a></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><!--[if gte vml 1]><v:group id="_x0000_s1033" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;" coordorigin="1620,1494" coordsize="9540,6793"> <v:line id="_x0000_s1034" style="'position:absolute'" from="1800,1494" to="10440,1494"> <v:rect id="_x0000_s1035" style="'position:absolute;left:1980;top:1854;width:1440;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1035'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Mendirikan strategi bisnis baru dan menetapkan tujuan</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:line id="_x0000_s1036" style="'position:absolute'" from="3600,2574" to="4320,2574"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><v:rect id="_x0000_s1037" style="'position:absolute;left:4500;top:2034;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1037'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Mengembangkan dan memperoleh data:nilai,rintangan,patokan, dasar</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:line id="_x0000_s1038" style="'position:absolute'" from="7020,2574" to="7740,2574"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><v:rect id="_x0000_s1039" style="'position:absolute;left:8100;top:2034;"> <v:textbox> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Mengidentifikasi operasional pendorong tujuan</p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:line id="_x0000_s1040" style="'position:absolute;flip:x'" from="7380,3294" to="8280,3882"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><v:rect id="_x0000_s1041" style="'position:absolute;left:5400;top:3615;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1041'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Mendirikan<br /> kuantitatif<br /> sasaran dan<br /> tujuan.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:rect id="_x0000_s1042" style="'position:absolute;left:8100;top:5274;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1042'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Mengidentifikasi praktek MSDM yang akan berkendara yang baru strategi dan tujuan</p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:rect id="_x0000_s1043" style="'position:absolute;left:1800;top:4686;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1043'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Biasa melakukan<br /> evaluasi,sebenarnya menentukan kembali dan menetapkan sebab-musabab hubungan</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:line id="_x0000_s1044" style="'position:absolute'" from="1620,8287" to="11160,8287"> <v:rect id="_x0000_s1045" style="'position:absolute;left:4680;top:5454;width:2520;"> <v:textbox style="'mso-next-textbox:#_x0000_s1045'"> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal">Biaya strategi dan keuangan proyek kembali untuk masing-masing.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:rect><v:line id="_x0000_s1046" style="'position:absolute;flip:x'" from="7380,5994" to="7920,5994"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><v:line id="_x0000_s1047" style="'position:absolute;flip:x'" from="3780,5994" to="4500,5994"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><v:line id="_x0000_s1048" style="'position:absolute'" from="7380,4140" to="8460,5040"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line></v:group><![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><font style=""> </font><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1032" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:7'" from="531pt,238.8pt" to="567pt,238.8pt"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><![endif]--><!--[if !vml]--><font style="position: absolute; z-index: 7; left: 0px; margin-left: 707px; margin-top: 312px; width: 51px; height: 12px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/pla5/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif" shapes="_x0000_s1032" width="51" height="12"></font><!--[endif]--><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1031" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:6'" from="531pt,238.8pt" to="567pt,238.8pt"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><![endif]--><!--[if !vml]--><font style="position: absolute; z-index: 6; left: 0px; margin-left: 707px; margin-top: 312px; width: 51px; height: 12px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/pla5/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif" shapes="_x0000_s1031" width="51" height="12"></font><!--[endif]--><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1030" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:5'" from="531pt,238.8pt" to="567pt,238.8pt"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><![endif]--><!--[if !vml]--><font style="position: absolute; z-index: 5; left: 0px; margin-left: 707px; margin-top: 312px; width: 51px; height: 12px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/pla5/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif" shapes="_x0000_s1030" width="51" height="12"></font><!--[endif]--><!--[if gte vml 1]><v:line id="_x0000_s1029" style="'position:absolute;left:0;text-align:left;z-index:4'" from="531pt,238.8pt" to="567pt,238.8pt"> <v:stroke endarrow="block"> </v:line><![endif]--><!--[if !vml]--><font style="position: absolute; z-index: 4; left: 0px; margin-left: 707px; margin-top: 312px; width: 51px; height: 12px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/pla5/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif" shapes="_x0000_s1029" width="51" height="12"></font><!--[endif]--><font style=""> </font></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><a href="http://jme.sagepub.com/"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 678px; height: 52px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizi5gsye0MeAY6qKj9rY_WSf0PFrP7CqtQlnm1dq0Zjc-EYN9Fy-eda2ifcU3Bs5_WKa_rHG_DPXkhOJy7gxzVrqieIaJdQRx05AjoZLDzh2tc_VMMh9EinfwptFndjQu1r1JYUP8jSPvR/s400/garis.PNG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5340361017943103954" border="0"></a>Gambar 1: <b style="">Analisa Contoh untuk Kursus HCM<br /></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><br /></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style="">Analisa Contoh</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> Contoh kami membutuhkan siswa untuk mencari yang sudah ada atau direvisi bisnis strategi, memanfaatkan data dan metrik link sesuai praktek pengelolaan yang akan mendukung strategi, dan mengembangkan kualitas evaluasi dari usulan yang ada atau praktek (Gambar 1). Misalnya, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: "Misalnya anda adalah seorang manajer dalam sebuah perusahaan manufaktur plastik bahwa pasokan ke Panel kontrol automaker. Perusahaan anda ingin meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dan untuk meningkatkan nya reputasi sebagai pemasok sangat diperlukan dan tak tergantikan. Ini akan menjadi strategi bisnis yang baru. "Tujuan kami adalah untuk belajar siswa dengan memberikan yang berdisiplin, analisis, dan data-dorongan atau pendekatan-ke-contoh praktek penerapan manajemen dalam menyelesaikan masalah ini. Di bawah ini, kami menunjukkan bagaimana analisis template yang dapat digunakan untuk siswa yang menunjukkan metrik dan data-driven <font style=""> </font>pendekatan pemecahan masalah.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style="">Pertama, mengembangkan dan memperoleh data</i>. Apa yang pelanggan harapkan? Adalah bagaimana perusahaan melakukan sekarang? Apa yang dimaksud dengan nilai keuangan yang baik pelanggan layanan reputasi? Apakah hambatan untuk mencapai ini? Apa saja patokan dalam industri? Apa yang dimaksud dengan dasar mengukur kebutuhan perusahaan untuk coba untuk memperbaiki? Pelayanan apa yang dapat dilakukan untuk penjualan dan keuntungan? Bagaimana dapat data yang digunakan untuk mengukur ini?<span style="font-style: italic;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-style: italic;"></span><i style="">Kedua, mengidentifikasi operasiona pendorong.</i> Apa pendorong di dalam perusahaan mungkin membantu mencapai tujuan strategis yang baru? Apakah mereka harus lebih baik rekayasa? Mereka harus membuat hubungan baru layanan pelanggan? Apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan biaya? Apa yang baru tentang penelitian dan pengembangan pendekatan?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><i style="">Ketiga, menetapkan target baru kuantitatif dan tujuan</i>. Mereka harus membuat dan CSI, setelah mengambil dasar saat ini, untuk menetapkan tujuan perbaikan? Jika mereka lakukan, maka mereka dapat bercita-cita untuk mencapai reputasi yang semakin tinggi untuk layanan dan mencapai status sangat diperlukan. Mereka harus membuat target untuk mengurangi biaya produk, meningkatkan kecepatan ke pasar, meningkatkan logistik, dan mengurangi jenis-jenis dalam produk? Atau, seharusnya mereka hanya menargetkan penjualan lebih tinggi per pelanggan, meningkatkan penghasilan, dan keuntungan?<br /><i style="">Keempat, mengidentifikasi serangkaian praktek MSDM</i>. Praktek manajemen yang akan mendorong strategi baru pelanggan? Misalnya, perusahaan akan perlu dirancang ulang? Mereka harus menambah pelanggan baru di mana pusat pelayanan survei adalah administratif, data yang dikumpulkan, dan klien yang dilayani? Seharusnya pekerjaan mereka untuk menyertakan kompetensi baru yang sesuai dengan strategi baru? Bagaimana dengan ramalan, merekrut, seleksi, pelatihan, pengembangan, dan pahala? Semua dapat berperan dalam strategi baru. Bagaimana mereka harus membuat hubungan antara manajemen praktik baru dan perubahan dalam CSI?<br /><i style="">Kelima, mengidentifikasi biaya dan keuangan proyek kembali</i>. Apakah biaya dan diproyeksikan keuangan hasil dari berbagai praktek manajemen yang dirancang untuk mendorong strategi baru pelanggan? Melakukan kembali membenarkan biaya?<br /><i style="">Keenam, melakukan evaluasi reguler</i>. Bagaimana perusahaan dapat menentukan sebenarnya, mereka telah kembali kualitas dihasilkan sehubungan dengan pelanggan<br />layanan dan tujuan-tujuan lain? Apakah perubahan dalam praktik pengelolaan menyebabkan perubahan pada layanan pelanggan, atau ada penjelasan lainnya? Apa jenis keuangan praktik ini telah dihasilkan? Bagaimana organisasi menjaga momentum?Menerapkan contoh ini untuk kita sendiri kasus kecil memungkinkan siswa untuk memahami bagaimana mengelola modal manusia dapat mempengaruhi penjualan, keuntungan, produktivitas, dan inovasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">DITERAPKAN PENELITIAN KLINIS PROYEK PENDEKATAN<o:p></o:p> PEMBELAJARAN<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> Penelitian yang diterapkan adalah proyek di tengah-tengah meja dari HCM saja.Manajemen karena banyak siswa tidak nyaman dengan kuantitatif analisis data, kami telah menemukan bahwa mereka benar-benar memerlukan untuk mengumpulkan, menganalisis,dan melaporkan temuan menggunakan data dasar klien dengan memberikan mereka <font style=""> </font>pemahaman yang lebih mendalam dan kenyamanan dibandingkan dengan metrik kami telah mampu menghasilkan dipublikasikan melalui kasus. Kami telah memperkenalkan beberapa penelitian diterapkan mengumpulkan proyek dari perusahaan terkemuka daerah. Berpartisipasi perusahaan menawarkan tulen proyek, yang tidak hanya mempunyai nilai praktis untuk organisasi mereka sendiri, tetapi memiliki dampak signifikan bagi pendidikan siswa kami. Di sini adalah cara kerjanya.<br /><font style=""> </font>Sebelum setiap semester, kami mengumpulkan kebutuhan penelitian di arena dari MSDM perusahaan terkemuka di daerah bersedia untuk membolehkan siswa kami untuk berpartisipasi dalam analisis dari masalah perusahaan. Kami memeriksa dan memilih beberapa proyek memamerkan nilai pendidikan terbaik untuk siswa kami, dan kemudian bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk menentukan lingkup proyek dan sumber data siswa akan digunakan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font>Perwakilan perusahaan menghadiri kelas dua semester dan memperkenalkan proyek mereka ke siswa. Mahasiswa dan tim yang dibentuk masing-masing adalah ditetapkan perusahaan dan proyek<b style="">. </b>Hubungan dikenal di antara tim dan perusahaan, dan siswa melakukan kunjungan ke perusahaan mereka masing-masing untuk memeriksa sumber data dan lebih mempersempit ruang lingkup misi mereka. Kita menjaga hubungan yang dekat untuk tugas oleh masing-masing kelas waktu untuk diskusi dan memelihara kontak regular dengan perusahaan. Semua tertulis dari pekerjaan pokok, untuk draft kasar, draft final akan diperiksa dan diedit oleh instruktur. Hal ini akan memastikan sebuah kualitas dan penyampaian lanjutnya, hubungan antara koperasi sekolah bisnis dan klien perusahaan. Pada akhir semester,kunjungan perusahaan <font style=""> </font>perwakilan kelas lagi untuk presentasi yang formal dari penelitian siswa dan kesimpulan, dan menerima sepenuhnya didokumentasikan laporan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Proyek kami telah menerima siswa untuk bekerja untuk mewakili tanggal signifikan kompatibel dan aplikasi prinsip-prinsip dan alat-alat HCM. Termasuk evaluasi sebagai berikut:<br />• Apakah sebuah program orientasi karyawan baru diperkenalkan oleh perusahaan <font style=""> </font><font style=""> </font>supermarket terkemuka yang sebenarnya memiliki dampak terhadap karyawan dan omset pelanggan persepsi pelayanan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">• Dampak yang besar restoran rantai baru pilihan sistem manajemen keseluruhan pada <font style=""> </font>produktivitas dan kinerja gaji manejemen</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>• Apakah rencana tabungan seorang karyawan, yang 401 (k), adalah produksi cukup penggantian pendapatan pada pensiun untuk 3.500 karyawan sebuah perusahaan asuransi besar.<br />• Perancangan dan dampak dari kebijakan baru yang sedang dipertimbangkan oleh perusahaan daerah melibatkan merokok biaya tambahan untuk karyawan yang merokok.<br />• Dampaknya, jika ada, yang baru sistem evaluasi kinerja karyawan pada empat titik program layanan pelanggan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">• Evaluasi biaya dan manfaat dari 50 perusahaan Fortune kepemimpinan program<font style=""> </font>pelatihan.<br />• Analisa perusahaan keputusan untuk melaksanakan penilaian kinerja secara online <font style=""> </font>sistem berdasarkan masukan dari pengguna. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Semua topik memerlukan siswa untuk meneliti dan memanfaatkan data dan menerapkan data dan metrik oleh alat pengembangan survei, menggunakan kertas sebaran<b style=""> </b>berbasis program,pengukuran kembali dan keuangan. Kedua siswa dan perusahaan telah memuji pendidikan dan pengalaman yang timbul dari konsultasi diterapkan proyek riset, masing-masing. Area kerja sekarang menghubungi kami, untuk meminta akan dimasukkan ke dalam semester berikutnya dari proyek-proyek. Meskipun sulit untuk menemukan Tujuan dari pengukuran efektivitas baru ini saja, indikasi awal yang positif. Sebuah siswa berkomentar bahwa "setiap aspek dari proyek ini diberikan kepada yang unik, pengalaman berharga yang tidak dapat buku hanya mengajar atau menjelaskan. . . . Itu membuat saya yakin [sekolah saya] telah saya dilengkapi dengan pengetahuan yang diperlukan dan bekerja untuk mensukseskan etika di luar dan menjadi kontributor yang berharga di organisasi saya bekerja untuk " (K. Riddle, komunikasi pribadi, 2006). Beberapa perusahaan telah meminta untuk berpartisipasi dalam kelas untuk beberapa semester, yang merupakan salah satu tujuan indikator kepuasan mereka. J Fortune 50 perusahaan bekerja sama dengan kelas satu semester sangat terkesan dengan mahasiswa yang rekomendasi mereka meminta agar para siswa benar-benar melaksanakan rekomendasi semester berikutnya, sehingga dalam studi yang independen sebagai tindak lanjut ke kelas formal<b style="">.</b>Wakil presiden untuk sumber daya manusia untuk organisasi ini berkomentar bahwa ia berpikir "Anda adalah kurikulum pada lagu" (J. Ryan, pribadi komunikasi,2006).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font>Reaksi dari perusahaan lain yang berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian telah sama-sama positif. J Fortune 15 perusahaan yang kami siswa peneliti bekerja dengan kuantitatif menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh kami HCM mahasiswa adalah "memimpin tepi" dan sangat berguna sebagai alat dalam pengelolaan proses pengambilan keputusan (S. Jones, komunikasi pribadi, 2005). J atas US perusahaan asuransi bahwa siswa kami yang dievaluasi manfaat perusahaan dari 401 (k) mengatakan rencana kuantitatif dan alat analisis yang digunakan adalah "keadaan seni" yang penting dan keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan (D. Keefe, komunikasi pribadi, 2005). Bisnis lain pemimpin salah satu perusahaan peternakan peralatan perusahaan di seluruh dunia (M. Hornbukle, komunikasi pribadi, 2006) juga sebagai reaksi atas calon eksekutif kami HCM saja mengatakan bahwa metrik dan data pendorong menggunakan pendekatan kami dalam kursus melibatkan praktek-praktek yang benar-benar penting bagi perusahaan modern (G. Carrott, komunikasi pribadi, 2006).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><br /><b style="">Beberapa peringatan dan memperingatkan</b> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Walaupun suara hati alasan untuk ukuran orang-manajemen kebijakan dan efek, terdapat perdebatan antara ulama tentang kearifan dari suatu perubahan perspektif (Pfeffer, 1997; Wang & Spitzer, 2005; Ferraro, Pfeffer & Sutton, 2005a, 2005b; Bazerman, 2005; Russ-TDE & Preskill, 2005; McLean, 2005). Keberatan dengan apa yang telah karakteristik sebagai "Berbahaya hubungan sumber daya manusia dengan ide-ide dari akuntansi dan keuangan "(Pfeffer, 1997, hal 66), dan ekstensi-nya dimasukkan ke dalam kurikulum,mulai dari falsafah ke strategis serta politik. Ini argumen dapat diringkas sebagai berikut:</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>• Sangat menyenangkan untuk membandingkan kontribusi SDM untuk mesin, bangunan, dan paten (Russ-TDE & Preskill, 2005; Toulson & Dewe, 2004).<br />• HCM menunjukkan bahwa satu-satunya unsur dalam pengoperasian perusahaan adalah pemegang saham (Russ-TDE & Preskill, 2005; Toulson & Dewe, 2004).<br /><font style=""> </font>Khas modal manusia mudah fokus pada pengukuran metrik seperti keseluruhan Omset menilai dan tidak melihat lebih dalam, masalah yang lebih mengungkapkannya. Untuk lebih memahami omset, satu harus melihat dan mengukur apa yang disebut baik dari omset penjualan buruk, yang kedua melibatkan orang siapa organisasi tidak ingin kehilangan (Pfeffer, 1997). Kecenderungan dalam kasus dangkal di mana langkah-langkah yang akan digunakan untuk mencari cepat yang akan tercermin dalam metrik dipilih untuk perhatian (Wang & Wang, 2005; McLean, 2005).<br /><font style=""> </font>Akhirnya, walaupun beberapa membantah bahwa menggunakan metrik menyebabkan pengusaha untuk pengguna pembandingan (Pfeffer, 1997), bukan mencari kustom manajemen solusi, yang lain menegaskan bahwa HCM membuat yang dapat meliputi penggunaan penting insentif di tempat kerja (Ferraro, Pfeffer, & Sutton, 2005a).<br /><font style=""> </font>Kritik yang bervariasi dari melihat orang-kebijakan manajemen dari sebuah pengetahuan HCM<b style=""> </b>dan perspektif yang harus diambil serius. Sebenarnya, hal ini perspektif eksplisit merupakan bagian dari HCM saja. Dalam meningkatkan kesadaran tingkat potensi kelemahan dari analisis kuantitatif, kelas mempersiapkan siswa untuk memperhitungkan kesalahan dan kekurangan dalam desain model HCM tertentu. Daripada melihat argumen di atas sebagai alasan untuk meninggalkan HCM, mereka harus dianggap sebagai alasan untuk mengejar hitungan dalam cara yang lebih bijaksana.<br /><font style=""> </font>Instruktur yang tidak percaya bahwa pengelolaan kebijakan harus didorong oleh perkiraan keuangan mereka kembali. Motivasi Karyawan, keterlibatan, dan kontribusi terhadap bisnis harus menjadi tujuan utama dari pengelolaan praktek. Ini berarti memperlakukan karyawan seperti modal manusia faktor terhubung ke perusahaan sukses. Evaluasi yang praktek-praktek manajemen terbaik melayani tujuan ini adalah fungsi dari metrik modal manusia. Inilah apa yang kami ajar dan mengapa<font style=""> </font>kami mengajar itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font>Dari strategis dan perspektif taktis, HCM harus fokus pada hubungan orang-kebijakan manajemen yang unik untuk setiap perusahaan dengan cara menciptakan nilai.Dalam melakukan sehingga tepat menjadi kunci untuk pembentukan dan pelaksanaan strategi. Daripada menghapuskan pengukuran seluruhnya, argumen ini untuk lebih berhati-hati kerajinan tangan dari satu set langkah-langkah yang kurang tunduk pada manipulasi dan dapat membantu para manajer memfokuskan perhatian pada jangka panjang tujuan strategi organisasi (Weiss & Finn, 2005). Bahkan, satu studi baru-baru ini menunjukkan bahwa manajer SDM lebih mungkin untuk menjadi mitra strategis di mana data dan metrik pendorong<font style=""> </font>kebijakan mereka dari orang-orang di organisasi yang tidak menerapkan praktek HCM (Lawler, Levenson, & Boudreau, 2004). Terlibat dalam instruksi resmi dari HCM berpikir benar memiliki kesempatan yang lebih baik mengatasi kritik dibandingkan dengan advokasi penghapusan pengelolaan oleh pengukuran.<br /><font style=""> </font>Akhirnya, kami hati-hati bahwa banyak siswa dengan perusahaan kecil-kecil atau menengah bekerja tidak memiliki kekuatan yang berarti untuk menggunakan semua data dan pendekatan metrik kita diskusikan di kelas. Sebuah perusahaan dengan 50 karyawan tidak dapat melakukan kontrol dengan menuntun<b style=""> </b>untuk menilai dan mengukur menyewa sistem yang baru Mereka bisa, bagaimanapun, menggunakan HCM pendekatan baru untuk menghubungkan sistem yang terbaik dan paling praktis cara untuk memproduksi hasil positif. Kesadaran dari apa yang dapat dilakukan dengan menggunakan HCM akan memperkuat pengambilan keputusan di antara kecil, menengah, dan besar majikan ketika manajemen mengerti berpotensi kuat sambungan antara manusia dengan modal dan strategi bisnis.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /><b style="">Kesimpulan </b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"> Salah satu dari rekan kami profesional dengan pengalaman yang luas sekali kepada kita bahwa praktik manajemen SDM yang cukup "membayar perhatian ke masyarakat" Ada banyak kebenaran dalam pernyataan, dan organisasi sebagai fokus perhatian pada rakyat,mereka mulai melihat bagaimana praktek manajemen lebih baik dapat melepas kekuatan yang kuat dalam perusahaan. Kekuatan ini dapat mempertahankan tumbuh dan hubungan pelanggan, desain produk dan layanan baru,meningkatkan produktivitas perusahaan, pasar mencapai keunggulan, dan memberikan yang besar kembali ke pemilik dan investor. Menggunakan data dan metrik untuk mengevaluasi kontribusi ini memaksa,yang kami panggil pendekatan metric modal manusia adalah langkah yang diperlukan dalam membangun link antara kebijakan dan manajemen hasil yang diinginkan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /><b style="">Catatan<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><b style=""><font style=""> </font></b>1.Seluruh artikel ini, referensi dibuat untuk mahasiswa dan sumber daya manusia (SDM) manajemen simpangan. Beberapa sekolah membuat perbedaan antara siswa yang besar dalam pengelolaan atau manajemen umum dan orang-orang yang besar dalam manajemen SDM. Tidak ada perbedaan yang dibuat dalam artikel ini. Artikel ini menganggap bahwa siswa dengan utama dalam salah satu daerah menginginkan ke salah satu dari dua jalur karir yang berbeda, satu sebagai staf khusus (bisa menjadi generalis atau spesialis) di bidang fungsional manajemen SDM, yang lain atau staf yang lain sesuai fungsi yang mantan siswa tanggung jawab utama adalah mengelola / terkemuka sekelompok pekerja.Walaupun orang ini kedua tidak dianggap sebagai manajer SDM,dia pasti akan menjadi manajer SDM dan dengan demikian, akan sangat merasakan manfaat dari program studi di HCM.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font>2.Semua dokumen dan bahan-bahan yang tersedia dari penulis atas permintaan.<br /><font style=""> </font>3.Tertarik fakultas atau mahasiswa harus pergi ke http://www.spectrumhr.com.<br /><font style=""> </font>4.Meskipun pengenalan penelitian proyek besar menambah nilai pendidikan, mereka yang memakan waktu untuk instruktur harus mengawasi pengaturan dari pertemuan dengan perusahaan, memastikan kontak diperbarui setelah proyek dimulai,dan memantau dan mengedit siswa bekerja selama proses.Hal ini tidak dianjurkan untuk kelas ukuran lebih besar dari 20 siswa. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><font style=""> </font><font style=""> </font>5.Menariknya, pada akhir tahun 1990-an, Pfeffer adalah salah satu yang paling pandai berbicara dari pendekatan metric modal manusia dan sekarang merupakan salah satu yang mendukung<b style=""> </b>(Pfeffer & Sutton, 2006a).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><br /><b style="">Referensi</b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Bazerman, M. H. (2005). Melakukan penelitian berpengaruh: Kebutuhan untuk <font style=""> </font>menentukan implikasi. <i style="">Akademi dari Tinjauan Manajemen</i>, 30, 25-31.<br />Becker, G. (1964). <i style="">Modal manusia: Sebuah analisis teoretis dan empiris, dengan<font style=""> </font>referensi khusus untuk pendidikan</i>. <st1:state st="on"><st1:place st="on">New York</st1:place></st1:state>: Universitas Kolombia Press. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Becker, B. E., & Huselid, A. M. (1998). Tinggi performa sistem kerja dan kinerja <font style=""> </font><font style=""> </font>perusahaan: Sintesis penelitian dan implikasi manajerial. Dalam G.R. Ferris (Ed.), <i style="">Penelitian di personil dan manajemen sumber daya manusia</i> (pp. 53-101). <st1:place st="on"><st1:city st="on">Greenwich</st1:city>,<st1:state st="on">CT</st1:state></st1:place>: JAI Press</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Becker, B.E, <st1:place st="on"><st1:city st="on">Huselid</st1:city>, <st1:state st="on">MA</st1:state></st1:place>, & Ulrich, D. (2001). <i style="">Kartu catatan angka yang SDM: <font style=""> </font><font style=""> </font>Menghubungkan orang, strategi dan kinerja</i>. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Boston</st1:place></st1:city>: Harvard Sekolah Bisnis Press.<br />Bryman, A. (1989). Penelitian eksperimental. Dalam Bryman A. (Ed.),<i style="">Metode penelitian dan organisasi belajar</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">London</st1:city></st1:place>: Routledge Press.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Bukowitz, WR, Williams, RL, & Mactas, E. (2004). Modal manusia pengukuran:pusat orang ke-intensif pengetahuan organisasi menjadikannya penting untuk mengukur <font style=""> </font>ROI modal pada manusia. <i style="">Penelitian-Teknologi Manajemen</i>, 47, 43-49.<br />Cascio, W. F. (2000).<i style="">Biaya sumber daya manusia</i> (4th ed.).<st1:place st="on"><st1:city st="on">Cincinnati</st1:city>, <st1:state st="on">OH</st1:state></st1:place>: Selatan-Barat.<br />Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006). <i style="">Metode penelitian bisnis</i>. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Boston</st1:place></st1:city>: McGraw-Hill Irwin.<br />Deloitte & Touche. (2002). <i style="">Modal manusia belajar ROI: Menciptakan nilai pemegang saham melalui orang.</i> Diperoleh 10 Oktober 2005, dari http://www.deloitte.com/dtt/cda/doc/content/ HC% 20ROI% 20Report.pdf</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Edwards, J. E., & Thomas, M. D. (1993). Organisasi yang proses survei: Umum dan langkah-langkah pertimbangan praktis. Dalam P. Rosenfeld dkk. (Eds.). <i style="">Meningkatkan organisasi survei:Arah baru, metode, dan aplikasi.</i> <st1:place st="on"><st1:city st="on">London</st1:city></st1:place>: Sage.<br />Ferraro, F., Pfeffer, J., & <st1:place st="on"><st1:city st="on">Sutton</st1:city>, <st1:state st="on">RI</st1:state></st1:place> (2005a). Bahasa Ekonomi dan asumsi: Bagaimana teori dapat menjadi diri memenuhi <i style="">Akademi dari Tinjauan Manajemen</i>, 30, 8-24.<br />Ferraro, F., Pfeffer, J., & <st1:place st="on"><st1:city st="on">Sutton</st1:city>, <st1:state st="on">RI</st1:state></st1:place> (2005b). Resep tidak cukup.<i style="">Akademi dari Tinjauan Mnajemen</i>, 30, 32-35.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Fitz-enz, J. (1984).<i style="">Bagaimana cara untuk mengukur pengelolaan sumber daya manusia.</i> <st1:place st="on"><st1:city st="on">Boston</st1:city></st1:place>: McGraw Hill.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><st1:place st="on"><st1:city st="on">Huselid</st1:city>, <st1:state st="on">MA</st1:state></st1:place>, Jackson, SE, & Schuler, RS (1997). Teknis dan strategis manusia pengelolaan sumber daya yang menentukan efektivitas dari kinerja perusahaan.<i style="">Akademi dari Jurnal <font style=""> </font>Managemen,</i> 40, 171-188.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Kossek, E. E., & Blokir, R. N. (2000). <i style="">Pengelolaan sumber daya manusia di abad 21: Dari inti konsep ke pilihan strategis</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Cincinnati</st1:city>, <st1:state st="on">OH</st1:state></st1:place>: Selatan-Barat.<br />Lawler, EE, Levenson, A., & Boudreau, JW (2004). Metrik SDM dan analisis: Penggunaan dan dampak. <i style="">Perencanaan Sumber Daya Manusia</i>, 27, 27-35.<br />McClure, B. (2003). <i style="">Nilai yang tersembunyi tidak jelas</i>. Diperoleh 10 Oktober 2005, dari http://www.investopedia.com/printable.asp?a=/articles/03/010603.asp<br />McLean, G. N. (2005). Pendekatan untuk meneliti evaluasi SDM. <i style="">Strategis Tinjauan SDM</i>, 4, 24-27.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Murphy, T. E., & Zandvakili, S. (2000).Metrik dan data pendorong pendekatan SDM. <i style="">Manajemen Sumber daya Manusia</i>, 39, 93-105.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Pfeffer, J. (1997). Pitfalls di jalan untuk pengukuran:berbahaya hubungan sumber daya manusia dengan ide-ide dari akuntansi dan keuangan. <i style="">Manajemen Sumber Daya Manusia</i>, 36, 357-365</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Pfeffer, J., & Sutton, R. I. (2006a). Berdasarkan bukti manajemen. <i style="">Harvard Tinjauan Bisnis, </i>84, 62-74.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Pfeffer, J., & Sutton, R. I. (2006b). <i style="">Fakta-fakta keras, berbahaya setengah kebenaran dan total omong kosong: Keuntungan berdasarkan bukti dari manajemen.</i> <st1:place st="on"><st1:city st="on">Boston</st1:city>, <st1:state st="on">MA</st1:state></st1:place>: Harvard Sekolah Bisnis Pres.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Phillips, J. J., & Phillips, P. P. (2005).<i style="">Membuktikan nilai SDM: Bagaimana dan mengapa untuk mengukur ROI. </i><st1:place st="on"><st1:city st="on">Alexandria</st1:city>, <st1:state st="on">VA</st1:state></st1:place>: SHRM.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Rucci, A. J., pesta hasil panen, S. P., & Quinn, R. T. (1998). Karyawan-pelanggan keuntungan di rantai Sears.<i style="">Harvard Tinjauan Bisnis, 76, 82-97.</i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Russ-Eft, D., & Preskill, H. (2005). Sedang mencari-cari Suci Grail: Laba atas investasi evaluasi dalam pengembangan sumber daya manusia. <i style="">Kemajuan dalam Membangun Sumber Daya Manusia</i>, 7, 71-85.Masyarakat untuk Manajemen Sumber Daya Manusia. (2004). <i style="">Simposium SHRM yang pada masa mendatang dari SDM Pendidikan [Brosur]</i>. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Alexandria</st1:city>, <st1:state st="on">VA</st1:state></st1:place>: SRHM.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Toulson, P. K., & Dewe, P. (2004). SDM akuntansi sebagai alat pengukuran<i style="">. Sumber Daya Manusia Jurnal Manajemen,</i> 14, 75-91.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;">Ulrich, D. (1997). <i style="">Juara Sumber daya manusia.</i>. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Boston</st1:place></st1:city>: Harvard Sekolah Bisnis Pres.<br />Wang, G. G., & Spitzer, D. R. (2005). Sumber daya manusia pengukuran dan evaluasi:Cari dan kembali bergerak maju. <i style="">Kemajuan dalam Membangun Sumber Daya Manusia</i>,7, 5-15.<br />Wang, G. G., & Wang, J. (2005). Sumber daya manusia evaluasi: Muncul <font style=""> </font>pasar hambatan, dan teori bangunan. <i style="">Kemajuan dalam Membangun Sumber Daya Manusia</i>, 7, 22-36.<br />Weiss, D. S., & Finn, R. (2005). SDM yang menghitung metrik: deretan manusia manajemen modal untuk hasil bisnis. <i style="">Perencanaan Sumber Daya Manusia</i>, 28, 33-38.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><o:p> </o:p></p> gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-54277448686576600652009-05-02T07:42:00.000-07:002009-05-02T07:43:24.139-07:00Sekolah Khusus Untuk Anak Autis<p>Terharu membaca tulisan curhat yang mendalam dari seorang rekan tercinta, <a href="http://pintunetter.com/members/?user=pandu67" target="_blank">pandu67</a> di situs komuitas Pintunetter yang berlabel <a href="http://pintunetter.com/2009/01/14/anakku-sudah-pandai-menyanyi/"><strong>Anakku Sudah Pandai Bernyanyi…</strong></a>, mencoba mendalami secara serius rasa yang luar biasa yang coba dituangkannya saat menceritakan salah seorang anaknya yang mulai pandai bernyanyi diusianya yang sudah merambah 9 tahun. “Tapi anakku seorang Autis”, demikian dia memaparkan, “jadi untuk bisa bernyanyi seperti anak-anak biasa memerlukan sesuatu yang bisa mendorongnya untuk bernyanyi. Karena bagi anak-anak demikian itu, suatu permintaan untuk bernyanyi adalah hal yang sangat tidak di sukainya”.</p> <p>Artikel ini dipersembahkan untuk <a href="http://pintunetter.com/members/?user=pandu67" target="_blank">pandu67</a>, semoga dapat tetap tabah dan sabar dalam menjaga, memelihara serta mendidik titipan Illahi ini, dan juga bagi rekan-rekan para orang tua lainnya yang merasa senasib maupun tidak, hanya untuk sekedar shearing pengetahuan mengenai autisme dan pendidikan khususnya.</p> <p>Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.</p> <p><strong>Tanda - tanda Autisme</strong><br />- Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari.<br />- Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.<br />- Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar.<br />- Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain.<br />- Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan).<br />- Serasa dia punya dunianya sendiri.<br />- Tidak suka berbicara dengan orang lain.<br />- Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.</p> <p>Penyebab Autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella) bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.</p> <p>Pendidikan bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual. Data yang dimiliki Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan, penyandang autis yang mengikuti pendidikan layanan khusus ternyata masuk lima besar dari seluruh peserta sekolah khusus.</p> <p>Bila ada yang membutuhkan daftar sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan khusus untuk anak-anak penderita autis yang berlokasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dipersilahkan kunjungi situs <a href="http://zonasekolah.blogspot.com/2009/01/sekolah-khusus-untuk-anak-autis.html"><strong>zonasekolah</strong></a> ini. Mungkin dengan menghubungi sekolah-sekolah ini kita bisa mendapat tambahan informasi berharga lagi mengenai autisme, penangananya serta pendidikan khususnya.</p><p><br /></p><p>Sumber: http://pintunetter.com/2009/01/23/1034/<br /></p><p><br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-61697883000036771142009-05-02T07:37:00.001-07:002009-05-02T07:38:40.809-07:00Pendidikan : Masa Depan Tunanetra dan Optimalisasi Pendidikan InklusifPendahuluan “setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan” Tulisan di atas, sengaja saya kutip sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran masyarakat Indonesia agar memiliki kepedulian dan perhatian penuh terhadap anak-anak yang menderita kelainan fisik dan mental. Kesadaran ini, tentu bukan karena ingin mendapatkan pujian dan kehormatan dari orang lain, tetapi ini dilakukan atas dasar rasa kemanusiaan sebagai sesama yang juga berkesempatan memperoleh hak-hak hidup secara layak. Terkadang kita berpikiran negatif dan cendrung mengesampingkan anak-anak yang berkelainan dari segi fisik dan mental. Karena alasan itulah, kita kehilangan kesadaran bahwa mereka juga sama dengan kita dan mereka pun mempunyai kedudukan yang sama dalam segala apa pun. Inilah yang terjadi dengan tunanetra, sosok manusia yang dalam kehidupan masyarakatnya kurang mendapatkan perhatian dan seringkali karena kelainannya itu, mereka termarginalkan oleh lingkungan tempat tinggalnya. Dalam segala aspek kehidupan pun, tunanetra tidak bisa bergaul selayaknya anak-anak normal yang punya gairah bermain, belajar, dan bercanda. Saya punya pengalaman menarik, ketika bertatap muka langsung melihat kondisi tunanetra yang berkecimpung dengan aneka alat, semisal permainan, mesin tik Braille, computer dengan program Braille, printer Braille, abacus, calculator bicara, kertas braille, penggaris Braille, kompas bicara dan lain sebagainya. Pengalaman saya tersebut berkaitan dengan kegairahan dan semangat yang berlipat dari kaum tunanetra yang belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Walaupun secara logika, mereka tidak memiliki masa depan yang cerah seperti anak-anak yang lain, namun semangat kebersamaan mereka dalam menjalani hidup dan proses belajar patut diacungi jempol. Ini karena, mereka bisa menjalin persaudaraan yang kokoh untuk tetap maju menatap masa depan yang menjadi dambaan mereka. Ketika saya bertanya kepada mereka, apa yang anda impikan dengan kondisi anda yang tidak memungkinkan? Mereka menjawab, “saya hanya ingin seperti anak-anak yang lain, yang mempunyai cita-cita tinggi dalam hidup. Di samping itu, harapan saya yang paling besar adalah dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, lingkungan masyarakat, keluarga, teman-teman, tenaga pendidik khusus tunanetra, agar selalu memberikan semangat kepada kami semua yang tidak sama dengan mereka”. Ketika itu pula, saya berpikir bahwa tunenetra mempunyai keinginan yang sama, perlakuan yang baik, dan kesempatan yang setara dalam hidup, terutama ketika memasuki dunia pendidikan formal. Pengalaman saya berkumpul bersama tunanetra, membuat saya semakin dewasa untuk memberikan santunan dan motivasi yang besar bagi mereka. Bahkan, karena seringnya berkumpul, saya termotivasi secara pribadi untuk menjadi generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Ini karena, seorang tunanetra bernama Andi yang pernah berkumpul bersama saya, memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan dalam kondisi apa pun, dan ketika memasuki pendidikan formal, dia semakin percaya diri dalam menjalankan aktivitasnya sebagai seorang pelajar. Dari segi pergaulan pun, dia selalu fun dengan kondisinya dan tidak ada perasaan terabaikan sedikit pun dari pergaulan bersama teman-temannya yang memiliki fisik sempurna. Dari SLB Menuju Pendidikan Umum Selama ini, saya hanya tahu, bahwa tunanetra lebih banyak di tempatkan di lembaga-lembaga pendidikan yang khusus, semisal Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Berkelainan (SLB), dan Pendidikan Terpadu. Diantara pendidikan khusus bagi tunanetra yang hampir sama dengan pendidikan formal adalah Pendidikan Terpadu. Pendidikan Terpadu ini adalah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. (Kepmendikbud No. 002/U/1986). Karena itu, dalam kesempatan ke depan, tunanetra perlu diberikan peluang yang besar untuk memasuki dunia pendidikan umum (formal). Ini dilakukan, agar potensi yang dimiliki tunanetra dapat tersalurkan secara optimal, walaupun pada akhirnya potensi yang berkembang tersebut tidak seperti potensi yang dimiliki anak-anak normal yang lain. Selain itu, dengan kesempatan yang ada ini, diharapkan lembaga pendidikan umum mampu memberikan pelayanan secara khusus kepada tunanetra. Perlu disadari bahwa kesempatan bagi tunanetra untuk memperoleh pendidikan umum, saat ini masih sangat minim. Minimnya kesempatan tersebut, dalam pandangan saya akan semakin mempersulit pengembangan potensi dan skill yang dimiliki tunanetra. Padahal, akses pendidikan yang kita ketahui bukan hanya diberikan kepada anak normal, melainkan tunanetra pun juga berkesempatan untuk mengenyam pendidikan umum. Pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Dokumen Pendidikan untuk Semua (Deklarasi Dunia Jomtien, 1990) ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali, memperoleh pendidikan. Akan tetapi, di Indonesia, misalnya, menurut data Depdiknas tahun 202, hanya sekitar 7,5% anak penyandang cacat usia sekolah yang sudah memperoleh pendidikan formal di sekolah. Masuknya tunanetra ke lembaga pendidikan umum (formal), bagi saya tidak hanya sekedar penguatan untuk menghilangkan asumsi negatif yang menganaktirikan kalangan tunanetra, melainkan mesti dilandasi dengan kesadaran baru dalam rangka membantu masa depan mereka agar bisa mengenyam pendidikan formal secara layak tanpa tebang pilih. Kesadaran semua pihak dalam merealisasikan program pendidikan bagi tunanetra ini, pada akhirnya akan membakar semangat mereka untuk belajar lebih giat, tekun, ulet, sungguh-sungguh, dan selalu percaya diri dengan potensi yang dimilikinya. Nah, ketika tunanetra sudah masuk di lembaga pendidikan formal, saya berharap lingkungan baru itu tidak menjadi bumerang bagi proses bejarnya. Ini karena, pendidikan formal bukan merupakan pendidikan khusus atau terpadu bagi tunanetra, tetapi di lembaga pendidikan ini, mereka akan berbaur dengan anak normal yang memiliki pandangan berbeda ketika melihat dan berkumpul dengan anak-anak tunanetra. Melihat kenyataan inilah, Bambang Basuki salah seorang pendiri Yayasan Mitra Netra, yang juga guru SLB mengatakan bahwa tunanetra yang tidak mempunyai gangguan akademik dan juga emosional, mereka hanya membutuhkan rehabilitasi, kemudian aksesibiltas dan perlakuan khusus. Rehabilitasi itu berupa konseling bahwa mereka menerima kebutaannya, baik yang low vision dengan menggunakan pembesaran huruf dan orientasi mobilitas karena tidak bergerak dengan mandiri. Sekarang kita melihat IT sebagai akesiliblitas untuk mendapat informasi maupun komuniaksi secara tertulis itu masih bermasalah. Di samping itu juga, yang menjadi persoalan adalah terkait dengan aksesibilitas transportasi bagi kalangan tunanetra yang menempuh pendidikannya di lembaga pendidikan formal. Optimalisasi Pendidikan Inklusif Ketika anak tunanetra masuk ke lembaga pendidikan formal, maka pendekatan yang dinilai paling efektif adalah dengan jalan optimalisasi pendidikan inklusif secara berkelanjutan kepada tunanetra. Dalam pendidikan terpadu pun, pendidikan inklusif menjadi pilihan yang dirasakan sangat membantu terhadap pengembangan potensi dan skill tunanetra. Pilihan model ini bagi tunanetra, sebenarnya banyak didorong oleh kemudahan yang menjadai karakteristik dari pendidikan inklusif. Sehingga tak heran, jika sistem segregasi tidak lagi dipakai dalam sistem belajar mengajar, dan sebagai pilihan yang dinilai sukses adalah dengan menerapkan pendidikan inklusif bagi kalangan tunanetra. Dalam pandangan Didi Tarsito, pendidikan dalam setting segregasi memang dapat memberikan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan memenuhi kebutuhan khusus anak tunanetra secara akademik, tetapi cenderung memisahkan anak dari lingkungan sosialnya (termasuk dari lingkungan keluarganya), dan kurang memberi kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi secara lebih luas. Pada gilirannya, segregasi tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengenal orang tunanetra secara benar. Karena itulah, pendidikan inklusif tampaknya dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang telah diterapkan oleh sistem regregasi. Saya mengartikan pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang memberikan layanan terbuka bagi siapa saja yang memiliki keinginan untuk mengembangkan potensi-potensinya secara optimal. Dalam artian, model pendidikan ini, berupaya memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak, termasuk anak tunanetra-agar memperoleh kesempatan belajar yang sama, di mana semua anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang dibutuhkan tunanetra dapat terpenuhi dengan baik. Maka tak berlebihan, jika Sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai “pendidikan bagi semua” (education for all). Demi masa depan tunanetra, pendidikan inklusif harus berjalan secara optimal dan segala kebutuhan tunanetra dalam proses belajar mengajar diupayakan dapat terpenuhi. Adanya pendidikan inklusif ini, ternyata telah dijamin oleh Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya disebutkan, bahwa “penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk peraturan operasional”. Dengan jaminan Undang-Undang ini, pelaksanaan pendidikan inklusif bagi tunanetra akan semakin berkembang dan terlaksana sesuai dengan rencana awal yang ingin membimbing tunanetra menjadi manusia-manusia potensial dan tangguh dalam menghadapi segala tantangan hidup di masa depan. Apalagi saat ini, kita sudah memasuki dunia baru yang lebih menantang kita untuk berjuang melawan segala bentuk kebebasan yang pada akhirnya dapat menghambat cita-cita luhur bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itulah, dalam implementasi pendidikan inklusif, kita memerlukan upaya maksimal yang dapat mengantarkan anak-anak tunanetra mencapai pendidikannya secara inklusif dan integral. Dalam hal ini, Sunardi (2002) memberikan lima poin penting penerapan pendidikan inklusif bagi kalangan tunanetra. Pertama, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Kedua, mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar. Ketiga, menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Keempat, penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Kelima, melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Penutup Dengan setting pendidikan inklusif ini, masa depan tunanetra yang pada awalnya terus menerus termarginalkan dan terabaikan dari lingkungan masyarakat dan pergaulan dengan teman-temannya, diharapkan mampu bangkit dari diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang orang-orang yang tidak memiliki kesadaran. Tentu hal ini, dapat terwujud apabila penerapan pendidikan inklusif berjalan optimal dan memberikan kobaran semangat bagi tunanetra.<br /><br /><br />Sumber: http://www.kartunet.com/?pilih=lihat2&topik=10&id=82gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-69369991303658236152009-05-02T07:31:00.001-07:002009-05-02T07:32:24.839-07:00Program Layanan Masyarakat Pemberantasan Buta Aksara UGM Luluskan 9882 Aksarawan Baru<p> Salah satu isu utama ketika memasuki era millenium ketiga adalah persoalan keaksaraan (literacy). Karenanya di tahun 2006 lalu, UNESCO telah menetapkan bahwa keaksaraan menjadi salah satu kegiatan utama dari program "Pendidikan untuk Semua" atau Education for All (EfA). </p> <p> Bagi UNESCO, kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan faktor penting dan kondusif guna mendukung keberhasilan program lain. Dengan membaca, menulis dan berhitung, masyarakat secara bersama akan mampu melaksanakan program pengentasan kemiskinan, pengurangan angka kematian bayi, pengendalian jumlah penduduk, pencapaian kesetaraan jender, pembangunan berkelanjutan, penciptaan perdamaian dan pembangunan demokrasi. </p> <p> Demikian dikatakan Wiwien Widyawati Rahayu pada penutupan Program Layanan Masyarakat Pemberantasan Buta Aksara UGM. Selaku Koordinator Pelaksana program ini, dirinya mengatakan sebagai research university dan PT bervisi kerakyatan, UGM terpanggil untuk berperan aktif dalam isu global ini. </p> <p> "Inilah peran itu, yaitu agenda Pemberantasan Buta Aksara yang dilakukan Program Layanan Masyarakat Pemberantasan Buta Aksara (PLM PBA), yang merupakan pengembangan dari KKN PPM PBA yang telah dilakukan UGM selama ini," ujar Wiwien, Kamis (22/1) di Pendopo Bupati Gunungkidul, Wonosari Yogyakarta saat acara penutupan. </p> <p> Dari program ini, katanya, berhasil diluluskan 9882 Aksarawan Baru dengan tingkat kelulusan SUKMA I mencapai 92,47% dari 10.687 peserta ujian. Dengan demikian sejak tahun 2006, jumlah warga belajar yang berhasil dimelek-aksara-kan melalui KKN PPM PBA maupun PLM PBA mencapai 27.882 orang. </p> <p> Ditambahkannya, PLM PBA UGM yang dilaksanakan sejak 1 November 2008 hingga 22 Januari 2009, melibatkan 9 orang Dosen Pembimbing Tutor (DPT), 134 orang Mahasiswa Tutor (Mator) dan 1000 orang Tutor Lokal (Turlok) serta 11.129 Warga Belajar (WB) yang tersebar di dua Propinsi, DIY dan Jateng di empat Kabupaten, Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Wonosobo dan Purbalingga serta di 15 Kecamatan. Adapun beberapa kegiatan pendukung yang telah dilakukan antara lain pembekalan kepada DPT dan Mator serta Bimbingan Teknis (Bintek) untuk Turlok yang dilaksanakan secara bertahap di Kabupaten Gunungkidul tanggal 8 November 2008 wilayah Kecamatan wonosari, Playen, Tepus, Ngawen, Gedangsari, Tanjungsari dan di Kabupaten Bantul yang berlangsung di Pendopo SKB Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul. </p> <p> "Untuk Kecamatan Semin dan Girisubo telah dilaksanakan pada tanggal 9 November 2008 lalu. Sementara untuk pembekalan Tutor Lokal di Purbalingga di Kecamatan Kutasari dan Mrebet dilakukan tanggal 15 November 2008 bersamaan pembekalan di Wonosobo di Kecamatan Sapuran dan kalijajar. Kegiatan lainnya yang juga dilakukan adalah pembagian paket ajar untuk warga belajar dan turlok," tambah dosen FIB UGM dalam laporannya. </p> <p> Dr Wisnu Nurcahyo selaku Sekretaris LPPM UGM memberikan apresiasi tinggi terhadap program ini, bahwa kegiatan ini menjadi parameter penting dalam HDI (Human Development Indeks) sebuah negara yang meliputi indeks bidang kesehatan, ekonomi dan pendidikan. Sementara dalam indeks pendidikan, jelasnya, memperlihatkan dua tolok ukur, yaitu angka melek aksara orang dewasa dan angka lamanya waktu dalam mengenyam pendidikan. </p> <p> "Terkait dengan angka melek aksara (literacy) yang menjadi salah satu komponen penentu dalam indeks pengembangan manusia, maka program pemberantasan buta aksara ini adalah sebuah keniscayaan dan mestinya menjadi kepedulian dan keseriusan banyak pihak secara bersama," jelas Wisnu. </p> <p> Wisnu meyakini melalui penurunan angka buta aksara akan membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat pun pada akhirnya diharapkan mampu menggali dan meningkatkan potensi diri di wilayah masing-masing. </p> <p> "Sesuai UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan. Pasal 5 ayat 3 disebutkan, warga di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Oleh karena itu, Pemberantasan Buta Aksara dilaksanakan dalam rangka upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat," terangnya. </p> <p> Program Layanan Masyarakat (PLM) Pemberantasan Buta Aksara UGM ditutup secara resmi oleh Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan non Formal dan Informal Regional DIY dan Jawa Tengah, Dr H Ade Kusnadi MPd. Dengan ditutupnya kegiatan ini, Ade Kusnadi berharap muncul program lain sejenis yang mendukung. </p> <p> "Karena kalau orang dewasa belajar baca tulis tanpa disertai layanan informasi dan bahan bacaan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan membaca maka yang sudah didapat ini bisa lupa lagi. Sehingga bisa buta huruf lagi, repot lagi," katanya. </p> <p> Dengan percepatan program PBA, katanya, wajah DIY yang notabene sebagai kota pendidikan akan segera terwujud dan terbebas dari angka buta huruf. Bahkan di Kabupaten Gunungkidul terbukti melebihi dari yang ditargetkan. </p> <p> "Hal ini tentu saja karena peran UGM yang turun dengan sasaran sangat banyak, 50 ribu lebih," tandasnya, yang sekaligus berharap kerjasama terus berjalan di masa-masa mendatang. </p> <p> Tampak Hadir penutupan program ini Wakil Bupati Hj Badingah SSos dan jajaran Muspida Gunungkidul, para dosen pendamping tutor, mahasiswa tutor, para tutor lokal dan para warga belajar (Humas UGM).<br /></p><p><br /></p>Sumber: http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1740<p><br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-70263755077804850072009-05-02T07:23:00.000-07:002009-05-02T07:25:25.555-07:00Masyarakat Harus Dukung Pendidikan Layanan Khusus<p style="margin: 0px; padding: 0px; font-family: Tahoma,verdana,arial; font-size: 13px; color: rgb(51, 51, 51);" align="justify">Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) harus mendukung pendidikan layanan khusus. Program ini diprioritaskan untuk anak usia sekolah di lokasi bencana, pulau atau desa terisolir, anak-anak dari keluarga sangat miskin, terbelakang, dan tidak punya orangtua. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Tobias Uly di Kupang, Sabtu (11/10) mengatakan, pendidikan layanan khusus diprioritaskan bagi anak-anak termarjinal. Mereka yang selama ini tidak mendapat pelayanan pendidikan sama sekali karena berbagai persoalani. "NTT anak-anak kelompok marjinal ini cukup banyak, selain karena kemiskinan juga kondisi wilayah kepulauan yang sangat sulit dijangkaui. Saat ini sedang dilakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka proaktif memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengikuti program ini,"katanya. Peluncuran program ini untuk membantu kelompok masyarakat usia sekolah dasar yang selama ini tidak pernah tersentuh pendidikan. Diharapkan program ini dapat mengatasi kasus buta aksara di NTT yang sampai saat ini mencapai 300.000 lebih. Pendidikan bagi anak anak yang tergolong marjinal tidak dipungut biaya seperti sekolah formal. Guru-guru yang mengajar, adalah guru negeri. Proses belajar mengajar disesuaikan dengan kondisi dan tempat tinggal para calon siswa. Pendidikan ini juga mengeluarkan ijazah yang sama seperti sekolah formal. Tetapi jenjang pendidikan layanan khusus hanya berlaku bagi tingkat sekolah dasar, dan masuk SMP mereka sudah bisa bergabung di sekolah formal. Diutamakan dalam pendidikan ini adalah keterampilan siswa untuk bisa menulis, membaca dan menghitung. Dengan modal ini mereka bisa lanjut ke SMP, dan tidak masuk kategori buta aksara lagi.</p><br />Sumber: http://noviratririsantitnnr07.blogspot.com/2009/03/pend-layanan-khusus-4.html<p style="margin: 0px; padding: 0px; font-family: Tahoma,verdana,arial; font-size: 13px; color: rgb(51, 51, 51);" align="justify"><br /></p><p style="margin: 0px; padding: 0px; font-family: Tahoma,verdana,arial; font-size: 13px; color: rgb(51, 51, 51);" align="justify"><br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-59538194974770757002009-05-02T07:10:00.001-07:002009-05-02T07:11:47.215-07:00MENGENAL PENDIDIKAN INKLUSIFI. PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang<br />Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.<br />Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkelainan.<br />Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak-anak berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa), tidak hanya di Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas akan berakibat pada kegagalan program wajib belajar.<br />Untuk mengantisipasi hal di atas, dan dalam rangka menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkelainan yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.<br /><br />Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.<br />Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama.<br /><br />B. Tujuan Penulisan Buku<br />Setelah membaca buku Mengenal Pendidikan Inklusi ini, diharapkan pembaca (terutama para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan) memiliki persepsi yang sama terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif.<br /><br />II. KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI<br />Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”<br />Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, system evaluasi, dan guru khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds dan Birch (1988), antara lain bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lain yang tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.<br />Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model mainstreaming memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan. Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu, model ini juga dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the least restrictive environment), artinya seorang anak berkelainan harus ditempatkan pada lingkungan yang paling tidak berbatas menurut potensi dan jenis / tingkat kelainannya. Secara hirarkis, Deno (1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut:<br />1.Kelas biasa penuh<br />2.Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam,<br />3.Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,<br />4.Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa,<br />5.Kelas khusus penuh,<br />6.Sekolah khusus, dan<br />7.Sekolah khusus berasrama.<br />Di Amerika Serikat, diperkirakan hanya sekitar 0,5% anak berkelainan yang bersekolah di sekolah khusus, lainnya berada di sekolah biasa (Ashman dan Elkins,1994). Sedangkan di Inggris, pada tahun 1980-1990-an saja, peserta didik di sekolah khusus diproyeksikan menurun dari sembilan juta menjadi sekitar dua juta orang, karena kembali ke sekolah biasa (Warnock,1978), dan ternyata populasi peserta didik di sekolah khusus kurang dari 3% dari jumlah anak berkelainan (Fish,1985). Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.<br />Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.<br />Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sesbagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.<br />Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.<br /><br />III. LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSI<br />Penerapan pendidikan inklusif mempunyai landasan fiolosifis, yuridis, pedagogis dan empiris yang kuat.<br /><br />A. Landasan filosofis<br />Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2003). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajuban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.<br />Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak hanya makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama.Hal ini harus diwujudkan dalam system pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citkan dalam kehidupan sehari-hari.<br /><br />B. Landasan yuridis<br />Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusif adalah Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan se dunia. Deklarasi ini sebenarnya penagasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lajutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas.<br />Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusif dijamin oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk peraturan operasional.<br /><br />C. Landasan pedagogis<br />Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, nerilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab.Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.<br /><br />D. Landasan empiris<br />Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995).<br />Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya.<br /><br />IV. KONTROVERSI PENDIDIKAN INKLUSI<br />Seperti halnya di Indonesia, di negara asalnyapun penyelenggaraan pendidikan inklusif masih kontroversi (Sunardi, 1997).<br /><br />A.Pro Inklusi<br />Para pendukung konsep pendidikan inklusif mengajukan argumen antara lain sebagai berikut:<br />1. Belum banyak bukti empiris yang mendukung asumsi bahwa layanan pendidikan khusus yang diberikan di luar kelas reguler menunjukkan hasil yang lebih positif bagi anak;<br />2. Biaya sekolah khusus relatif lebih mahal dari pada sekolah umum;<br />3. Sekolah khusus mengharuskan penggunaan label berkelainan yang dapat berakibat negatif pada anak;<br />4. Banyak anak berkelainan yang tidak mampu memperoleh pendidikan karena tidak tersedia sekolah khusus yang dekat;<br />5. Anak berkelainan harus dibiasakan tinggal dalam masyarakat bersama masyarakat lainnya.<br /><br />B.Kontra inklusi<br />Sedangkan para pakar yang mempertahankan penyediaan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan berargumen sebagai berikut:<br />1. Peraturan perundangan yang berlaku mensyaratkan bahwa bagi anak berkelainan disediakan layanan pendidikan yang bersifat kontinum;<br />2. Hasil penelitian tetap mendukung gagasan perlunya berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan;<br />3. Tidak semua orang tua menghendaki anaknya yang berkelainan berada di kelas reguler bersama teman-teman seusianya yang normal;<br />4. Pada umumnya sekolah reguler belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif karena keterbatasan sumber daya pendidikannya.<br />Oleh karena itu, meskipun sudah ada sekolah inklusi, keberadaan sekolah khusus (segregasi) seperti SLB masih diperlukan sebagai salah satu alternatif bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan yang memerlukan.<br /><br />C.Inklusi Moderat<br />Melihat kontroversi yang lebih bersifat filosofis, Vaughn, Bos, dan Schumm (2000), mengemukakan bahwa dalam praktik, istilah inklusi sebaiknya dipakai bergantian dengan instilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkelainan sesuai dengan kebutuhan individualnya. Penempatan anak berkelainan harus dipilih yang paling bebas di antara delapan alternatif di atas, berdasarkan potensi dan jenis / tingkat kelainannya. Penempatan ini juga bersifat sementara, bukan permanen, dalam arti bahwa iswa berkelainan dimungkinkan secara luwes pindah dari satu alternatif ke alternatif lainnya, dengan asumsi bahwa intensi kebutuhan khususnya berubah-ubah. Filosofinya adalah inklusi, tetapi dalam praktiknya menyediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Model ini juga sering disebut inklusi moderat, dibandingkan dengan inklusi radikal seperti yang diperjuangkan oleh mereka yang pro inklusi.<br /><br />V. IMPLIKASI MANAJERIAL INKLUSIF<br />Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsive terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (dalam Sunardi, 2002) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi, yaitu:<br />1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.<br />Guru mempunyai tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku social yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosialekonomi, suku, agama, dan sebagainya. Pendidikan inklusi berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas.<br />2. Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.<br />Pembelajaran di kelas inklusi akan bergerser dari pendekatan pembelajaran kompetitif yang kaku, mengacu materi tertentu, ke pendekatan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antarsiswa, dan bahan belajar tematik.<br />3. Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.<br />Perubahan dalam kurikulum berkatian erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus bergeser dengan model antarsiswa saling bekerjasama, saling mengajar dan belajar, dan secara aktif saling berpartisipasi dan bertanggungjawab terhadap pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi melainkan untuk saling belajar dan mengajar dengan yang lain.<br />4. Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.<br />Meskipun guru selalu berinteraksi dengan orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif adalah pengejaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama antara guru dengan profesi lain dalam suatu tim sangat diperlukan, seperti dengan paraprofessional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan secara terus-menerus.<br />5. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.<br />Keberhasilan pendidikan inklusif sangat bergantung kepada partisipasi aktif dari orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.<br /><br />VI. MODEL PENDIDIKAN INKLUSI IDONESIA<br />A. Alternatif Penempatan<br />Melihat kondisi dan system pendidikan yang berlaku di Indonesia, model pendidikan inklusif lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi sama dengan mainstreaming, seperti pendapat Vaughn, Bos & Schumn.(2000). Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:<br />1. Kelas reguler (inklusi penuh)<br />Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama<br />2. Kelas reguler dengan cluster<br />Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.<br />3. Kelas reguler dengan pull out<br />Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.<br />4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out<br />Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.<br />5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian<br />Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.<br />6. Kelas khusus penuh<br />Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.<br /><br />Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi berhubung gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).<br />Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada:<br />1. jumlah anak berkelainan yang akan dilayani,<br />2. jenis kelainan masing-masing anak,<br />3. gradasi (tingkat) kelainan anak,<br />4. ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta<br />5. sarana-prasara yang tersedia.<br /><br />B. Komponen Yang Perlu Disiapkan<br />Mutu pendidikan (lulusan) dipengaruhi oleh mutu proses belajar-mengajar; sementara itu, mutu proses belajar-mengajar ditentukan oleh berbagai faktor (komponen) yang saling terkait satu sama lain, yaitu:<br />1.input siswa,<br />2.kurikulum (bahan ajar),<br />3.tenaga kependidikan (guru/instruktur/ pelatih),<br />4.sarana-prasarana,<br />5.dana,<br />6.manajemen (pengelolaan), dan<br />7.lingkungan (sekolah, masyarakat, dan keluarga),<br />yang secara diagramatis dapat dilihat pada diagram 1. Komponen-komponen seperti pada diagram merupakan sub-sistem dalam sistem pendidikan (sistem pembelajaran). Bila ada perubahan pada salah satu sub-sistem (komponen), maka menuntut perubahan/penyesuaian komponen lainnya.<br /><br />Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya menampung anak normal tetapi juga anak berkelainan, maka menuntut penyesuaian (modifikasi) kurikulum (bahan ajar), peranserta guru, sarana-prasarana, dana, manajemen (pengelolaan kelas), lingkungan, serta kegiatan belajar-mengajar.<br /><br />VII. ISU-ISU STRATEGIS<br />Sehubungan dengan hal di atas, dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif perlu diperhatikan beberap isu strategis berikut:<br /><br />1.Input siswa<br />Kemampuan awal dan karakteristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a. a.Siapa input siswanya, apakah semua peserta didik berkelainan<br />dapat mengikuti kelas reguler bercampur anak lainnya (anak<br />normal)?<br />b. Bagaimana identifikasinya?<br />c. Apa alat identifikasi yang digunakan?<br />d. Siapa yang terlibat dalam identifikasi?<br />2.Kurikulum<br />Kurikulum (bahan ajar) yang dikembangkan hendaknya mengacu kepada kemampuan awal dan karakteristik siswa. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a. a.Bagaimana model kurikulum (bahan ajarnya) untuk kemampuan<br />anak yang beragam dalam kelas reguler yang sama?<br />b. Siapa yang mengembangkannya?<br />c. Bagaimana pengembangannya?<br />3.Tenaga kependidikan<br />Tenaga kependidikan (guru/instruktur/pelatih/therapist dsb.) yang mengajar hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan diajarkan/dilatihkan, dan memahami karakteristik siswa. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a. a.Siapa saja tenaga kependidikan yang terlibat?<br />b. Apa peranserta masing-masing?<br />c. Bagaimana kualifikasi gurunya?<br />d. Persyaratan apa yang harus dimiliki?<br />4.Sarana-prasarana<br />Sarana-prasarananya hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum (bahan ajar) yang telah dikembangkan. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a. Prasarana apa yang diperlukan?<br />b. Sarana apa yang diperlukan?<br />5.Dana<br />Penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah reguler memerlukan dukungan dana yang memadai. Untuk itu dapat ditanggung bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa, serta sumbangan suka rela dari berbagai pihak.<br />Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a.Dari mana sumber dana untuk operasional sekolah inklusi?<br />b.Untuk keperluan apa saja dana tersebut?<br />6.Manajemen<br />Penyelenggaraan pendidikan inklusif memerlukan manajemen yang berbeda dengan sekolah reguler. Implikasinya antara lain perlu difikirkan:<br />a. a.Bagaimana manajemennya?<br />b. Siapa saja yang dilibatkan?<br />c. Apa tugas dan fungsinya?<br />7.Lingkungan<br />Agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan maka lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung secara aman dan nyaman. Implikasinya antara lain perlu difikirkan:<br />a. a.Bagaimana lingkungan sekolahnya?<br />b. Bagaimana lingkungan sekitaranya?cBagaimana lingkungan<br />rumah tangganya?<br />c. Upaya apa yang dilakukan dalam rangka meningkatkan<br />peranserta masyarakat dan orang tua untuk meningkatkan mutu<br />pendidikan di sini?<br />8.Proses belajar-mengajar<br />Proses belajar-mengajar lebih banyak memberikan kesempatan belajar kepada siswa melalui pengalaman nyata. Implikasinya antara lain perlu dipikirkan:<br />a. a.Bagaimana perencanaan kegiatan belajar-mengajar?<br />b. Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar?<br />c. Bagaimana evaluasi kegiatan belajar-mengajar?<br /><br />Sumber: http://driamanunggal.org/detailartikel.php?id=4gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-28263276432095958222009-05-02T06:58:00.000-07:002009-05-02T07:01:12.496-07:00Pemerintah Lamban Atasi Pendidikan Khusus<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 18pt; line-height: 115%; font-family: "Comic Sans MS";"><br /><span style="color: black;"></span></span></b><span style="font-size: 18pt; line-height: 115%; font-family: "Comic Sans MS";"><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><st1:city st="on"><span style="font-family: "Comic Sans MS";">JAKARTA</span></st1:city><span style="font-family: "Comic Sans MS";"> (Media): Perhatian pemerintah negara berkembang, termasuk <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>, pada <span style="color: black;">pendidikan</span> anak-anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> atau special needs masih sangat minim. Padahal, jumlah anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> yang menderita cacat seperti tuna netra, autistik, down syndrome, keterlambatan belajar, tuna wicara serta berbagai kekurangan lain, jumlahnya terus bertambah. Pikiran di atas mengemuka dari Torey Hayden, pakar psikologi <span style="color: black;">pendidikan</span> dan pengajar anak-anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> asal Inggris (<span style="color: rgb(102, 51, 0);"><a href="http://www.rajaraja.com/search_adv.php?info=Trainer&negara=1&provinsi=&kota=&kode=&kategori=&bidang1=12&bidang2=79&bidang3=&bidang4=&key=&submit=Submit" target="_blank"><span style="color: rgb(102, 51, 0);">Kuliah Bahasa Inggris</span></a></span>), yang juga telah menerbitkan buku berisi pengalamannya mengajar di Jakarta, kemarin. Hayden mengungkapkan, jumlah anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> di seluruh dunia terus bertambah. Kondisi serupa diperkirakan juga terjadi di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Ia mencontohkan, diperkirakan penderita autisme di dunia mencapai satu dari 150 anak. "Itu baru penderita autis saja, belum berbagai kekurangan lain. Berdasarkan penelitian diperkirakan jumlah anak dengan special needs, dan kriteria lain juga terus bertambah pesat, diduga terkait dengan <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:city> hidup dan kontaminasi berbagai polutan," ungkap Hayden yang sembilan bukunya telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia itu. Hayden menegaskan, idealnya pemerintah memberikan perhatian pada anak-anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span>, sama besarnya seperti yang diberikan pada murid-murid normal. Pasalnya, sebagian anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> itu memiliki potensi intelektualitas yang tidak kalah dibandingkan teman-temannya sebayanya. Selain itu, <span style="color: black;">pendidikan</span> yang memadai serta disesuaikan dengan kebutuhan mereka juga akan membuat anak-anak tersebut, dapat hidup dengan wajar serta mengurangi ketergantungannya pada bantuan keluarga dan lingkungannya. Namun, lanjut Hayden, dengan minimnya <span style="color: black;">pendidikan</span> yang diberikan pada mereka, anak-anak yang telanjur dicap cacat itu, justru akan menjadi beban sosial yang akan merepotkan keluarga dan lingkungannya. "Selain dibutuhkan jumlah sekolah yang memadai untuk mereka, juga diperlukan pola <span style="color: black;">pendidikan</span> yang tepat. Selain tentunya guru yang memadai dan benar-benar mencintai mereka," ujar penulis buku terlaris Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil, yang rencananya hari ini penulis yang kini tinggal di North Wales ini, bertemu Menteri <span style="color: black;">Pendidikan</span> Nasional (Mendiknas) A Malik Fajar serta memberikan ceramah di Jakarta, Bandung serta Yogyakarta. Untuk kasus <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>, konflik merebak di berbagai daerah, Hayden melihat dari berbagai sisi, telah membuat banyak anak mengalami trauma sosial. Mereka juga memerlukan pola <span style="color: black;">pendidikan</span> <span style="color: black;">khusus</span> berbeda dengan teman-temannya. Anak-anak yang pernah mengalami dan menyaksikan kekerasan, kata Torey, memerlukan pendekatan yang berbeda disesuaikan dengan kondisi psikologis mereka. Anak-anak tersebut, urai Hayden, harus diyakinkan bahwa mereka dicintai lingkungannya. Selain memberikan muatan <span style="color: black;">pendidikan</span> formal, guru-guru pun, seharusnya mau mendengar keluh kesah mereka serta melakukan pendekatan psikologis lainnya. "Ya, saya mendengar tentang kondisi di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Jika kondisi traumatis itu dibiarkan begitu saja, kita tak akan tahu apa yang akan terjadi pada mereka nantinya setelah dewasa. Yang penting, bagaimana caranya agar anak-anak itu tetap memiliki harapan dan keyakinan tentang masa depan yang lebih baik, bahwa kondisi buruk yang terjadi sekarang bisa berubah nantinya," ujar Hayden. Sementara itu, Haidar Bagir, Ketua Yayasan Lazuardi Hayati yang mengelola sekolah unggulan, dan mendidik anak-anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span>, di tempat yang sama, sepakat dengan pikiran yang digulirkan Hayden. Haidar mengungkapkan, selain mengalami kekurangan jumlah sekolah yang mengkhususkan diri pada <span style="color: black;">pendidikan</span> anak-anak dengan kebutuhan <span style="color: black;">khusus</span>, Indonesia pun harus melakukan perbaikan pada kurikulum <span style="color: black;">pendidikan</span> anak-anak berkebutuhan <span style="color: black;">khusus</span>. "Padahal, jelas-jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD), disebutkan bahwa anak telantar dan anak cacat itu menjadi tanggungan negara. Jadi, yang dibutuhkan sekarang adalah sejauh mana amanat UUD itu bisa dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari. Namun, daripada menunggu pemerintah, kami mencoba bergerak lebih dahulu, termasuk memberikan <a href="http://www.rajaraja.com/search_adv.php?info=Beasiswa&negara=&provinsi=&kota=&kode=&kategori=&bidang1=&bidang2=&bidang3=&bidang4=&key=&submit=Submit" target="_blank"><span style="color: windowtext; text-decoration: none;">Beasiswa</span></a> bagi anak-anak berkebutuhan <span style="color: black;">khusus</span> di sekolah kami," tukas Haidar, Direktur Utama Mizan Publika, perusahaan yang menerbitkan buku-buku Torey Hayden.<br /><br /><br />Sumber: http://indrasepti.blogspot.com/2009/03/pendidikan-khusus.html<br /></span>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-52127665708817741382009-05-02T06:52:00.001-07:002009-05-02T06:53:04.853-07:00ANAK AUTIS KESULITAN PEROLEH PENDIDIKAN<span style="line-height: 15px;">Banda Aceh,<br />banyak orang tua yang memiliki anak autis, sukar memperoleh pendidikan dan terapi untuk buah hatinya. Padahal jika diobati secara dini dan rutin, anak autis bisa sembuh total.<br />Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks akibat kerusakan otak. Kerusakan ini bisa menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosial, sensoris, dan belajar.<br />Saat ini di Aceh hanya ada satu tempat memberikan terapi, sekaligus pendidikan khusus kepada anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan fisik dan mental, yakni di Buah hati School House, Blower Banda Aceh. Sedangkan untuk terapi wicara, hanya ada di kawasan Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh.<br />Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Pendidikan, membantu menunjuk beberapa Sekolah Dasar (SD) untuk menerima anak-anak autis memperoleh pendidikan. Menurut orang tua salah seorang anak autis, yang akrab dipanggil Mama Charlie, meskipun Pemko telah mengeluarkan SK menunjuk enam SD untuk menerima anak autis, sebagian besar SD tersebut menolah mentah-mentah anaknya. "Saya mengerti mengapa mereka menolak, anak saya dikhawatirkan mengganggu proses belajar mengajar didalam kelas", katanya miris.<br />Meskipun ada SD yang menerima anaknya bersekolah, biaya dibebankan untuk biaya pendidikan Charlie sama sekali tidak bisa dipenuhinya. "Ada SD yang menerima anak saya, namum biayanya tinggi sekali karena mereka harus menyediakan satu guru khusus untuk mengajari Charlie", ujarnya lagi.<br />Psykolog Poppy Amalya mengatakan, banyak anak-anak autis di Aceh sama sekali tidak mendapatkan akses pendidikan maupun terapi. Sebagian besar karena ketidaktahuan orang tua tentang tempat terapi dan kepasrahan, kalau anaknya tidak bisa disembuhkan.<br />"Padahal autis bisa disembuhkan total, jika mengikuti terapi perilaku dengan konsep Aplly Behaviour Analysis (BSA) sejak dini dan tidak terputus. Di Amerika sebagian anak autis yang berhasil sembuh mengikuti terapi ABA, kini menjadi orang-orang yang bisa berdiri sendiri dan sukses", papar Direktris Biro Psikologi Psikodinamika ini yakin.<br />Ketua Center for Aceh Justice and Peace (CAJP), Dewi Meuthia, memimpin kepedulian berbagai pihak untuk lebih memperhatikan keberadaan anak-anak autis di Aceh.<br />Dewi yakin, banyak orang tua memiliki anak berkemampuan khusus. Tapi mereka tidak mengetahui anaknya bisa diterapi dan sembuh. " Kami akan mengadakan sosialisasi tentang autisme, hingga ke daerah-daerah agar masyarakat mengetahui segala sesuatu tentang autis. Mengetahui ada tempat terapi dan sekolah bagi anak autis. ini juga bisa dijadikan masukan bagi Dinas Pendidikan Aceh untuk lebih peduli terhadap anak-anak berkemampuan khusus," harapnya.<br /><br /><br />Sumber: http://prov.bkkbn.go.id/nad/print.php?tid=2&rid=7<br /></span>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-64903878891481375762009-05-02T06:49:00.001-07:002009-05-02T06:50:33.273-07:00Anak autis juga bisa belajar<p>Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget tak dapat dipungkiri pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.</p> <p><br />1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?<br />Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.</p> <p>2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?<br />Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.</p> <p>3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?<br />Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang. </p> <p>4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?<br />Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya<br />sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,<br />serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.</p> <p>5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?<br />Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan</p> <p>6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?<br />Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).</p> <p>7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?<br />Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus</p> <p>8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?<br />Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.</p> <p>9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?<br />Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak ’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian. </p> <p>10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?<br />Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.</p> <p>11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?<br />Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.</p> <p>12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?<br />Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.</p> <p>13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?<br />Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.</p> <p>14. Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?<br />Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.<br /></p><p><br /></p><p>Sumber: http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=12<br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-84422095391147106282009-05-02T06:37:00.001-07:002009-05-02T06:38:21.301-07:00Baru 64.000 Anak Cacat Mendapat Pendidikan KhususBaru sekiatar 64.000 anak penyandang cacat usia (5-18 tahun) atau emapat persen dari sekiat 2,1 juta penyandang cacat di Indonesia yang kini memperoleh pendidikan khusus di sekolah luar biasa (SLB), kata Ketua Yayasan Asih Budi (YAB) Jakarta Ny RA Aryanto.<br /><br />"Dari 64.000 anak penyandang cacat yang kini memperoleh pendidikan di SLB yang sebagian besar sekolahnya (62 persen) dikelola swasta, sedang sisanya SLB milik pemerintah," katanya kepada pers para peringatan HUT ke-50 YAB di Kompleks Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu.<br /><br />Dalam acara yang diikuti 300 anak tuna grahita (kelambatan berpikir) se-Jakarta dan pengurus DNIKS H Bustanil Arifin, Rohadi dan pejabat Pemprov DKI Ibnu hajar itu, Ny Aryanto berharap, pemerintah segera menambah sekolah bagi anak penyandang acat agar kelak dewasa mereka dapat mandiri dan tidak harus bergantung orang lain.<br /><br />"Sesuai kesepakatan negera-negara anggota PBB pada tahun 2012 bahwa minimal 75 persen dari penyandang cacat di setiap negera telah memperoleh pendidikan khusus agar mereka menjadi warga negara yang ikut serta membangun negaranya," katanya.<br /><br />Mantan ketua olimpiade penyandang cacat Indonesia (SOINA) itu mengajak pemerintah dan masysrakat untuk ikut peduli dan memperhatikan dengan memberikan pelayanan yang sama dengan warga yang normal, sehingga penyandang cacat akan tumbuh, berkembang dan memiliki keterampilan untuk mandiri.<br /><br />Menurut Ny Aryanto, penyandang cacat terbagi atas tuna runggu (cacat pendengaran), tuna netra (cacat penglihatan), tuna daksa (cacat tubuh) dan tuna grahita (cacat kelambatan berpikir) itu semua dapat didik dan dilatih melalui sekolah khusus sehingga dapat mandiri.<br /><br />Karena itu, dia menilai keliru jika ada masyarakat atau keluarga yang "malu" memiliki anak penyandang cacat, tapi perlu meberikan pelayanan yang sama dengan anak normal, seperti menyekolahkan ke SLB atau memberikan keterampilan tertentu.<br /><br />Ny Aryanto menegaskan, YAB yang dipimpinnya bergerak menyelenggrakan pendidikan bagi anak tuna grahita di Jakarta yakni tanpa dikenakan biaya dari keluarga miskin, para anak tuna grahita mendapat pendidikan dan keterampilan, seperti menjahit dan pertukangan.<br /><br />"Selain itu, anak tuna grahita dapat berprestasi bagus dalam olah raga, seperti dalam olimpide tuna grahita di Shanghai, Cina, 2007, tim Indonesia berhasil mendapatkan 9 medali emas dan 11 perak," katanya.<br /><br />Pada HUT ke-50 YAB tersebut diisi lomba gerak jalan yang diikuti 300 anak tuna grahita dan 200 pembina, lomba olahraga futsal, pentas seni serta pameran hasil kerajinan anak tuna grahita se-Jakarta.<br /><br /><br />Sumber: http://www.cyberforums.us/showthread.php?t=8824gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-9513137585311039412009-05-02T06:28:00.001-07:002009-05-02T06:29:27.123-07:00Pendidikan Khusus Pendahuluan Dengan Lancers-00-702Apakah anda seorang guru, orang tua, anak, atau seseorang yang hanya tertarik mengenai akuisisi lagi, adalah penting untuk memahami bagaimana dasar kegiatan sesuai dengan kerangka pendidikan.<br /><br />Pertama, National Center for Learning Disabilities mendefinisikan kegiatan utama sebagai "instruksi yang dirancang khusus, tanpa biaya kepada orang tua, untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari seorang wanita dengan cacat. Tergantung pada kebutuhan anak serta negara, gedung kabupaten lokal dan bangunan besar kebijakan, kegiatan utama layanan gagap akan ditawarkan dalam perbedaan struktur dan perbedaan dalam pengaturan. " Amerika Serikat yang memberikan kesempatan pendidikan dan dana untuk kebutuhan mereka yang utama. Siapa yang memenuhi syarat untuk mendukung aktivitas utama?<br /><br />Tigabelas cacat memenuhi syarat:<br /><br />1. Autism<br />2. Sambutan dan Bahasa pelemahan<br />3. Alat pelemahan<br />4. Tuli / Blind<br />5. Visual pelemahan<br />6. Mental penghambatan<br />7. Multiple Disabilities<br />8. Tulang pelemahan<br />9. Serius Kesehatan Impairments<br />10. Emosional / Perilaku Disorder<br />11. Melukai Brain Injury<br />12. Multi-indrawi pelemahan<br />13. Learning Disabilities<br /><br />Sejak 1975, ketika Kongres dilantik kebutuhan utama untuk kegiatan pelayanan, berbagai tindakan diproduksi membantu kebutuhan mereka yang utama. Pertama akumulasi yang telah disahkan bernama Pendidikan untuk Semua Anak Cacat Undang-Undang. Di tahun 1990, pembaruan disahkan bernama The Individu Penyandang Cacat Undang-Undang Pendidikan, atau IDEA dan pada tahun 2004 ini akumulasi telah diupdate lagi dan hari ini disebut sebagai IDEA 2004. IDEA 2004 federal menyediakan dana untuk kegiatan utama memberikan kepada siswa dengan salah satu cacat di atas. Fare (Free Tepat Publik Pendidikan) dilindungi oleh IDEA 2004 sebagai benar untuk setiap perempuan dan tanah di setiap wilayah AS. Lebih dari 6 juta siswa manfaat utama dari kegiatan pelayanan.<br /><br />Siswa penyandang cacat yang hit alarming drop-out tinggi. Pada tahun 2000 lebih dari 5 persen dari siswa putus sekolah tinggi. Siswa ini, 27 persen memiliki berbagai akuisisi cacat. Jadi pasti sambil memukul diambil langkah-langkah untuk memberikan pendidikan dasar, IDEA 2004 bukan tujuan akhir. Dan pada kenyataannya, the US Department of Education adalah lebih mempersiapkan peraturan federal yang membantu membatasi IDEA 2004. Proposal yang dikirim pada bulan Juni 2005, masih akhir peraturan tidak karena hingga akhir musim panas 2006. Beberapa negara sudah menerapkan peraturan yang diusulkan dan tekan peraturan mereka sendiri di samping mandat federal. Tetapi negara-negara lain yang tidak aktif sampai akhir peraturan yang dikeluarkan sebelum menerapkan perubahan sendiri.<br /><br />Setiap tanah memiliki tanah mereka sendiri kegiatan departemen dengan akses yang paling Diperbaharui peraturan tentang pendidikan dasar. Juga di bawah IDEA 2004, masing-masing tanah yang diperlukan untuk memukul setidaknya satu Parent Pelatihan dan Pusat Informasi (PTI). Sumber daya ini berada di tempat orang tua untuk membantu menemukan informasi tentang aktivitas utama yang tersedia di daerah mereka. Kegiatan utama sebagai sumber daya yang baik dan sesuai-update, lebih banyak pelajar akan pergi diperlukan dan adil sesuai aktivitas kesempatan untuk membantu mereka berhasil.<!--{{/eao}}--><!-- google_ad_section_end --><br /><br />Sumber: http://www.earticlesonline.com/id/Article/Special-Eduction-Overview-By-Lancers-00-702/538934gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-18347656045427728782009-05-02T06:07:00.000-07:002009-05-02T06:08:02.983-07:00Politik Pendidikan Penebus DosaNasib pendidikan keagamaan sudah lama menyimpan memori panjang diskriminasi anggaran. Negara lebih memanjakan pembiayaan sekolah umum dan mengabaikan sekolah agama. Belanja negara dialokasikan secara tidak berimbang antara lembaga pendidikan negeri dan swasta. Sialnya, sebagian besar lembaga pendidikan keagamaan berstatus swasta.<br /><br />Lengkap sudah nestapa pendidikan berbasis agama yang berlangsung sejak dahulu kala. "Sekarang negara harus menebus dosa dengan menunjukkan pemihakan pada pemberdayaan pendidikan keagamaan," kata Menteri Agama, Maftuh Basyuni. Sebab para pendidik dan anak didik di lingkungan pendidikan keagamaan juga warga negara yang sama dengan anak didik dan pendidik pada umumnya. "Mereka sama-sama mendedikasikan diri untuk pendidikan anak bangsa," Maftuh menambahkan.<br /><br />Awal tahun anggaran ini menjadi momentum penting untuk menguji apakah politik anggaran negara sudah menunjukkan aksi nyata "penebusan dosa". Perangkat regulasi sebenarnya sudah kian lengkap. Pada penghujung 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.<br /><br />Beleid itu mengukuhkan kebijakan pendidikan dalam Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa pendidikan keagamaan adalah bagian integral sistem pendidikan nasional. Undang-undang ini menjadi tonggak penting politik pendidikan yang menghapus diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta serta antara sekolah umum dan sekolah keagamaan. Alokasi anggaran pun, menurut Pasal 12 PP 55/2007, harus adil antara sekolah negeri dan swasta.<br /><br />Pendidikan keagamaan merupakan wujud orisinal pendidikan berbasis masyarakat di Nusantara. Mereka tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat. Di lingkungan Islam terdapat pesantren, madrasah, dan diniyah. Di Katolik ada seminari.<br /><br />Di Hindu ada pasraman dan pesantian. Buddha mengenal <i>pabbajja</i>. Konghucu menyebut <i>shuyuan</i>, dan sebagainya. Tumbuhnya pendidikan keagamaan dalam masyarakat sebagian justru akibat kebijakan negara yang buruk dalam mengelola pendidikan agama.<br /><br />Pendidikan agama kerap berjasa menampung anak didik yang kurang mampu, sehingga tidak terwadahi di sekolah umum dan negeri. Banyak di antara lulusannya yang kemudian menjadi tokoh penting dalam sejarah nasional. Jumlah mereka tidak bisa dipandang sebelah mata.<br /><br />Di lingkungan pendidikan Islam saja, menurut data Departemen Agama (Depag) tahun 2006, ada 2,67 juta anak didik yang menempuh pendidikan di 14.700 pondok pesantren. Hampir sama dengan jumlah mahasiwa di 2.800 perguruan tinggi negeri dan swasta di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sebanyak 2,69 juta orang.<br /><br />Yang bersekolah di 27.000 sekolah diniyah ada 3,4 juta orang. Setara dengan siswa pada 9.000-an SMA negeri dan swasta se-Indonesia, yang juga berjumlah 3,4 juta.<br /><br />Peserta pendidikan dasar sembilan tahun di lingkungan madrasah dan diniyah mencapai 6,1 juta murid. Seperenam dari total peserta pendidikan dasar sembilan tahun ada di lingkungan Depdiknas, yang mencapai 36 juta murid.<br /><br />Sebagian terbesar (lebih 80%) jenjang pendidikan agama di lingkungan Islam, mulai level taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi, adalah swasta. Bahkan, menurut data Depag tahun 2005, sekitar 17.000 <i>raudhatul athfal</i> (TK), 14.700-an pesantren, dan 27.600-an diniyah adalah swasta.<br /><br />Di Nusa Tenggara Timur (NTT), 90% SD hingga SMA adalah sekolah Katolik dan berstatus swasta. Dari seluruh pendidikan Katolik itu, 60% sehat, 30% sedang, dan 20% hampir sekarat. Sekolah Katolik yang sehat ada di Flores, sedangkan yang sulit berkembang terdapat di Sumba.<br /><br />"Pada masa Orde Baru, di sini pun sekolah Katolik swasta jadi anak tiri," kata Ludo Taolin, Wakil Ketua DPRD Belu, NTT. "Padahal, sekolah Katolik banyak berperan mendidik kalangan menengah ke bawah," katanya. Baru setelah reformasi, menurut Ludo, insentif guru untuk sekolah negeri dan swasta sama. Pemerintah daerah mulai membantu dengan menempatkan guru negeri di sekolah Katolik swasta.<br /><br />Wajah politik anggaran pemerintah pusat dalam bidang pendidikan berbasis agama dapat dilihat dari anggaran Depag. Tahun 2008 ini, ada peningkatan persentase alokasi untuk "fungsi pendidikan" ketimbang tahun 2007.<br /><br />Pada 2007, dari total anggaran Depag Rp 14,5 trilyun, alokasi terbesarnya (49,5%) adalah untuk "fungsi pelayanan umum" (Rp 7,2 trilyun). Porsi anggaran pendidikan di Depag pada waktu itu hanya menduduki pos kedua, senilai Rp 6,6 trilyun (46%).<br /><br />Tahun 2008 ini, di satu sisi, anggaran Depag meningkat 20,9%, menjadi Rp 17,6 trilyun. Di sisi lain, alokasi terbesar bergeser dari fungsi pelayanan umum ke fungsi pendidikan. Gelontoran dana pendidikan meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu, menjadi Rp 14,3 trilyun (81,4%) --macam-macam alokasinya lebih rinci, lihat tabel.<br /><br />Tidak hanya di tingkat pusat. Wajah lebih ramah pada pendidikan agama juga ditampilkan sejumlah pemerintah daerah. Namun kebijakan anggaran APBD provinsi dan kabupaten/kota sempat tersandung Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Moh. Ma'ruf, Nomor 903/2429/SJ tanggal 21 September 2005 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2005.<br /><br />Surat itu oleh sebagian kepala daerah diartikan sebagai larangan alokasi APBD untuk pendidikan keagamaan, karena bidang agama tidak mengalami desentralisasi. Sehingga anggarannya diambilkan dari belanja pemerintah pusat di APBN, bukan dari APBD.<br /><br />Hal itu, misalnya, dilakukan Kabupaten Aceh Barat. Dana kesejahteraan guru hanya diberikan kepada guru di lingkungan Depdiknas, tidak diberikan pada guru agama di madrasah yang berafiliasi ke Depag. Akibatnya, seluruh guru madrasah se-Aceh Barat sempat melakukan aksi mogok mengajar pada Agustus 2006.<br /><br />Hingga 2005, sejumlah gedung madrasah di Kabuaten Tangerang, Banten, rusak berat dan tidak segera direhabilitasi. Menurut anggota DPRD Tangerang, Imron Rosadi, kepada koran lokal, itu terjadi karena APBD Kabupaten Tangerang tidak mengalokasikan bantuan. Baru pada 2007 anggaran perbaikan dan pembangunan gedung disediakan APBD.<br /><br />Efek surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu menyulut tuntutan berbagai kalangan agar surat tersebut dicabut. Wakil Ketua DPR pada saat itu, Zaenal Ma'arif, sejumlah anggota DPR, dan Menteri Agama Maftuh Basyuni minta surat edaran itu direvisi karena bisa menghadirkan kembali politik anggaran yang diskriminatif.<br /><br />Banyak kepala daerah dikabarkan gelisah. Di satu sisi, tak mau salah dalam mengalokasikan anggaran. Di sisi lain, tak ingin berkonfrontasi dengan para elite agama. Pada musim pemilihan kepala daerah secara langsung sekarang ini, hal itu bisa berdampak buruk pada popularitas para tokoh politik lokal. Berbagai proses politik, lobi, dan manuver di balik layar pun ditempuh untuk menyetop berlakunya surat Mendagri itu.<br /><br />Tapi masih ada beberapa pimpinan daerah yang tidak memedulikan "larangan" surat edaran Mendagri itu. Misalnya dilakukan Bupati Pekalongan, Gresik, dan Banyuwangi di Jawa Timur. Di Banyuwangi, surat Mendagri itu hanya sempat jadi pembicaraan singkat, tapi tidak mempengaruhi alokasi anggaran.<br /><br />Menurut Arifin Salam, anggota DPRD dan Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Banyuwangi, APBD setempat tetap mengalokasikan bantuan pada seluruh siswa pendidikan swasta Rp 20.000 per bulan secara adil. "Sekolah umum dan madrasah punya hak yang sama," katanya.<br /><br />Sekolah negeri tidak memperoleh bantuan karena sudah mendapat anggaran operasional dari negara. Tahun 2008, anggaran pendidikan di APBD Banyuwangi mencapai 23%. Bujet buat pendidikan keagamaan semacam pesantren dan semua lembaga pendidikan agama di luar Islam meningkat pesat.<br /><br />Bila tahun 2005 hanya Rp 3 milyar, tahun 2008 ini mencapai Rp 18 milyar. Sampai-sampai, anggaran dinas lain, seperti peternakan, dikurangi. "Komitmen kami pada pendidikan agama sangat kuat," ujar Arifin.<br /><br />Di Langkat, Sumatera Utara, bantuan APBD juga tetap lancar, tak terganggu oleh polemik surat edaran Mendagri. Ustad Muhammad Nuh, pimpinan Pesantren Al-Uswah, Langkat, pada 2007 masih mendapat bantuan dari APBD Sumatera Utara dan APBD Langkat. Namun sifatnya bantuan insidental, tidak tetap. Setahu Nuh, pesantren lain juga masih mendapat bantuan APBD.<br /><br />Bagi Hidayatullah, anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara, kalaupun surat Mendagri itu betul-betul melarang karena kendala ketentuan desentralisasi, semestinya pemerintah daerah tidak kehabisan akal untuk membantu pendidikan keagamaan. Yang penting, ada kemauan politik. Sebab bantuan untuk pendidikan keagamaan masih bisa disalurkan lewat pos bantuan sosial. Hanya, kelemahannya, bantuan tersebut tak bisa rutin dikucurkan.<br /><br />Sebagian daerah lain meresponsnya dengan membentuk peraturan daerah (perda) tentang madrasah diniyah. Misalnya Banjar, Indramayu, Cirebon, Pandeglang, dan diperjuangkan beberapa daerah lain, seperti Tangerang dan Majalengka. Dengan perda diniyah itu, APBD berkewajiban mengalokasikan anggaran tetap. Apa pun bunyi surat Mendagri tidak berpengaruh.<br /><br />Lima bulan setelah surat edaran Mendagri beredar, pada Februari 2006 Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Depdagri, Daeng M. Nazier, membuat surat klarifikasi bertajuk "Dukungan Dana APBD". Surat yang ditujukan ke gubernur, bupati, wali kota, serta ketua DPRD provinsi dan kabupaten itu menegaskan, "... sekolah yang dikelola oleh masyarakat, termasuk yang berbasis keagamaan seperti madrasah,... dapat didanai melalui APBD sepanjang pendanaan yang bersumber dari APBN belum memadai."<br /><br />Daeng M. Nazier juga membuat klarifikasi lewat keterangan pers. "Akhir-akhir ini berkembang penafsiran yang salah terhadap isi surat edaran Menteri Dalam Negeri," katanya. "Seolah-olah Menteri Dalam Negeri melarang/tidak memperbolehkan dana APBD digunakan untuk mendanai program/kegiatan sekolah-sekolah berbasis keagamaan."<br /><br />Nazier menyinggung adanya daerah yang menyetop pendanaan dari APBD untuk kegiatan madrasah ibtidaiyah, tsanawiah, dan aliyah, dengan alasan urusan agama tidak diserahkan kepada Daerah. Padahal, konteksnya berbeda. "Yang tidak menjadi urusan daerah adalah urusan keagamaan, sedangkan urusan pendidikan sudah menjadi urusan wajib pemerintahan daerah."<br /><br />Ditegaskan pula, "Seharusnya pemerintah daerah tetap memberikan alokasi dana APBD yang seimbang kepada sekolah-sekolah negeri dan sekolah-sekolah yang berbasis keagamaan." Sehingga tidak menimbulkan keresahan dan menjaga keberlangsungan proses belajar-mengajar di tiap-tiap daerah.<br /><br />Surat itu segera diimplementasikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk meredam aksi mogok para guru madrasah. Namun disinyalir banyak daerah lain tidak mau merujuknya, karena surat itu hanya ditandatangani direktur jenderal. Perlu ada ralat langsung dari Mendagri. Tarik-menarik di balik layar pun masih berlangsung kencang.<br /><br />Maka, pada Juni 2007, Mendagri <i>ad interim</i> Widodo AS (karena Moh. Ma'ruf sakit) membuat Peraturan Mendagri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2008. Peraturan ini menekankan dilarangnya diskriminasi dalam alokasi anggaran: "Dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan."<br /><br />Empat bulan kemudian, Oktober 2007, lahir PP 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan tadi. "Dasar hukum dukungan APBD pada pendidikan keagamaan, seperti pesantren dan diniyah, sebenarnya sudah sangat kuat," kata Amin Haedari, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag.<br /><br />Namun Amin mengaku masih saja ada daerah yang bertanya, minta kepastian, tentang boleh tidaknya APBD membiayai sekolah agama. "Baru-baru ini, ada DPRD dari Bangka Belitung yang juga bertanya," kata birokrat yang banyak membuat terobosan pemberdayaan pesantren itu. Pasca-keluarnya PP itu, semestinya politik anggaran untuk pendidikan keagamaan lebih mulus berjalan.<br /><br />Tapi mantan Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR, Masduki Baidlowi, menilai diskriminasi anggaran daerah sampai saat ini masih berlangsung. Diskriminasi itu bukan hanya dalam bentuk tidak dialokasikannya anggaran sama sekali. Ada yang memberi alokasi tapi dengan jumlah yang tidak sebanding dengan pendidikan umum. "Itu juga diskriminasi," katanya.<br /><br />Masduki menyebut kasus tunjangan guru di DKI Jakarta. Guru di lingkungan Depdiknas mendapat tunjangan Rp 2,5 juta sebulan. Tapi guru madrasah hanya memperoleh Rp 500.000. "Semestinya justru dilakukan kebijakan afirmatif. Perbandingannya, tiga buat madrasah, dua buat sekolah umum," katanya. "Karena dari awal posisi sarana-prasarana madrasah sudah tertinggal jauh."<br /><br />Seretnya alokasi anggaran buat pendidikan keagamaan di tingkat dearah mendorong perencana anggaran tingkat pusat lebih meningkatkan pasokan anggaran. Gelontoran anggaran yang paling besar sejak akhir 2007 adalah diberikannya tunjangan untuk 501.000 guru non-PNS yang mengajar di semua jenjang sekolah agama Islam. Mulai tingkat RA sampai aliyah. Tiap bulan, per orang memperoleh Rp 200.000. Total dalam setahun Rp 1,2 trilyun.<br /><br />"Ini sudah menjadi tunjangan tetap tiap tahun," ujar Achmad Djunaidi, Kepala Biro Perencanaan Depag. "Karena banyak guru swasta di madrasah yang sudah mengajar belasan tahun tapi dengan imbalan di bawah Rp 100.000 sebulan." Tidak mudah, katanya, mengupayakan golnya alokasi tunjangan ini.<br /><br />Namun, seberat-beratnya memperjuangkan anggaran, menurut Djunaidi, ada hal lanjutan yang jauh lebih penting dan berat. "Yaitu memastikan bantuan pendidikan itu tepat sasaran," katanya. "Semua orang tahu, birokrasi kita masih korup." Alokasi dana buat murid dan guru harus betul sampai di tangan mereka. "Jangan sampai mengendap di kantong ketua yayasan atau kepala sekolah," ujarnya.<br /><br />Sumber: http://www.gatra.com/2008-02-02/artikel.php?id=111890gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-19287483528275719262009-05-02T05:50:00.001-07:002009-05-02T05:51:20.529-07:00Egoisme Keagamaan<p>Rasa-rasanya judul tulisan ini dapat disebut sebagai suatu kemustahilan! Apakah ada yang namanya fenomena egoisme keagamaan? Sebab rasanya tidaklah mungkin sebuah agama mengajarkan, menganut, atau memberlakukan sebuah egoisme. Agama di mana pun, baik nada maupun syairnya selalu bersifat anti egoisme, agama mana pun senantiasa mengarahkan umatnya pada suatu kepedulian yang bukan hanya mengarah pada diri mereka sendiri (ego) saja, tetapi juga pada yang bukan diri mereka sendiri. Agama mana pun senantiasa menebar suatu perhatian yang tidak memuaskan dan membahagiakan ego belaka tetapi juga pada yang bukan ego.</p> <p>Namun nilai ideal bagi agama yang menjadi tolak ukur bagi segala sesuatu yang �€Ã¯Â¿Â½mustahil�€Ã¯Â¿Â½ atau "tidak mungkin" seperti yang dimaksud di atas malah menjadi "mungkin", bahkan "lebih dimungkinkan lagi". Tak dapat dipungkiri lagi kalau kenyataan di lapangan tidak berbanding lurus dengan semua nilai-nilai yang ideal tersebut. Kenyataan di lapangan kerap kali justru berbanding terbalik dengan semua nilai-nilai mulia keagamaan.Buktinya, kerusuhan dan pertumpahan darah karena agama atau karena membela agama bukan baru terjadi di abad ini dan di negeri ini saja, tetapi sudah berlangsung berabad-abad. Perang Salib (1096-1291) misalnya, berlangsung pada masa Perang Salib I-VII, yang bertolak bukan sekedar permainan politis tetapi lebih pada sebuah lontaran yang keras dari sebuah meriam fanatisme keagamaan yang sudah memanas. Untuk menjadikan usaha ini otentik dalam pandangan agama, maka para pejuang yang karena membela agamanya gugur kemudian dijuluki dengan penghormatan tertinggi sebagai seorang martir atau syuhada. Mereka kelak akan disebut �€˜pahlawan�€™ di surga dan mendapat pahala yang besar. Akibatnya, siapa sih yang tak mau masuk ke surga walau resikonya harus mengorbankan nyawa sendiri padahal sebelumnya lebih dahulu mengorbankan nyawa orang lain? Di titik inilah pemikiran rasionil keagamaan sudah mengalami kompromi yang jauh melenceng! Praktis, agama sekarang menjadi kendaraan bukan untuk memperhatikan sesama lagi, tetapi suatu kendaraan yang memungkinkan seseorang meraih kentungan-keuntungan demi kepuasan dan pencapaian keinginannya yang cenderung tidak teologis tetapi egois.</p> <p>Seorang Misionaris Yesuit Amerika yang tinggal di Filipina sekitar 10 tahun (sebagaimana dikutip C. S. Song) mengungkapkan keprihatinannya mengenai jangkauan misioner gereja-gereja di Barat yang sangat mencerminkan eksklusivitas klaim mengenai keselamatan dalam bukunya Spirituality of Mission dengan mengatakan, �€œKebanyakan misionaris di abad-abad yang lampau mengambil sikap amat negatif atas kemungkinan keselamatan di luar Gereja�€Ã¯Â¿Â½ [1987, hlm. 124].</p> <p>Egoisme keagamaan tak lain dan tak bukan dipicu oleh sebuah anggapan yang kemudian pada masa tertentu telah mengental menjadi sebuah doktrin, dan kemudian memadat menjadi sebuah fanatisme yang terwujud dalam sebuah egoisme yang berbaju agama. Akibatnya bila ada sebuah anggapan yang benar, maka doktrin menjadi sehat, dan fanatisme otomatis gugur, lalu secara otomatis pula egoisme keagamaan pun tak akan pernah lahir. Dalam bahasa teologi, anggapan seperti yang dimaksud di atas dapat disebut sebagai hermeneutika. Hermeneutika yang sehat melahirkan teologi yang benar dan sebaliknya.</p> <p>DR. Alwi Shihab dalam wawancaranya di sebuah majalah rohani Kristen mengatakan, bahwa friksi yang terjadi antar agama sering disebabkan oleh ditampilkannya atau penekanan yang berlebihan pada teks-teks eksklusif dalam kitab suci masing-masing khususnya yang berkaitan dengan keselamatan. Keadaan ini bukan saja terjadi di dalam kelompok non-Kristen tetapi kelompok Kristen sendiri kerap senang sekali menunjukkan superioritas sendiri dan menganggap kelompok yang lain sebagai pecundang. Saya menilai hal ini merupakan faktor yang memungkinkan munculnya sikap egoisme tersebut.</p> <p>Sebelum menyoroti hal ini lebih jauh, ada baiknya kita meninjau ke belakang terhadap teks-teks Alkitab sendiri sehu-bungan dengan pembahasan ini. Allah memang pernah berjanji untuk memberkati Abraham dan keturunannya [Kej 12]. Allah bahkan membentuk suatu paguyuban orang-orang beriman yang memakai panji-panji kebesaran nama Abraham dalam sebuah bangsa yang bercikal bakal dari keturunannya sendiri yang disebut Israel. Tak cukup dengan itu, Ia malah membebaskan paguyuban kesayangan-Nya itu dari tirani Firaun yang sok ilahi dan berkuasa, mengubah status mereka dari budak kerja rodi menjadi orang-orang yang otonom-teokratis serta berdaulat di atas tanah yang awalnya bukan milik mereka. Ia menyediakan bagi mereka tempat berdiam mereka laksana rumput yang hijau dan air yang tenang. Akibatnya saat mereka harus dibuang karena dosa mereka sendiri, paguyuban itu merasa tidak mungkin Allah berbuat seperti itu mengingat mereka adalah kesayangan-Nya. Apalagi ketika Allah memakai bangsa lain untuk memukul mereka, paguyuban itu tetap menganggapnya sebagai kesalahan dan kebiadaban bangsa-bangsa lain itu sendiri. Mereka tidak pernah atau bahkan tidak pernah akan percaya kalau Allah memakai bangsa lain juga. Rupanya pilihan Allah dan perlindungan Allah selama ini tidak mengarahkan mereka untuk menjadi ingat pada bangsa lain, tetapi justru mereka malah semakin berusaha mengikat dan membelenggu Allah dengan anggapan mereka sendiri sehingga fanatisme mereka menjadi begitu berlebihan. Teologi parti-kularistis muncul dengan anggapan bahwa YHWH (Adonay) adalah milik Israel dan Elohim adalah Allah bagi mereka saja. Keadaan ini menjadi semakin buruk bila melihat sikap bangsa lain yang justru membenci ibadah Israel dan menolak YHWH sebagai Tuhan, akibatnya bangsa Israel semakin eksklusif dan memeluk teologi partikularistis semakin erat.</p> <p>Persoalan teologi partikularitis adalah masalah hermeneutis. Allah yang luar biasa itu, yang Salomo sendiri akui tak dapat merumahkan-Nya [II Taw 2:6], malah dikerangkeng Israel dalam sebuah teologi manusia yang penuh egoisme dan keangkuhan. Sang Ultim yang bergerak dan bekerja bebas bagi dunia universal dipersempit ruang gerak-Nya dalam kotak sempit hermeneutis Israel yang pengap dan panas lagi sesak. Pola Allah yang memberkati semesta melalui keturunan Abraham ternyata diintepretasikan Israel keliru. Allah melalui Israel dipahami menjadi Allah untuk Israel. Agaknya saya harus mempertimbangkan istilah �€œmelalui�€Ã¯Â¿Â½ bila mengingat keengganan C. S. Song menggunakan �€œteologi perwalian�€Ã¯Â¿Â½ atau �€œteologi anak tiri�€Ã¯Â¿Â½ [Allah Yang Turut Menderita; 1990: 54-55, 78]. Intepretasi Israael yang keliru ini kemudian melahirkan teologi partikularistis, lalu membentuk fanatisme dan egoisme keagamaan.</p> <p>Kisah di mana Allah menyelamatkan tokoh-tokoh perempuan dalam Alkitab seperti Rahab sekeluarga melalui dua orang pengintai, kemudian Rut melalui Naomi, setidaknya telah membuka sedikit jendela kemungkinan tentang ketiadaan teologi partikularistis itu di pikiran Allah sendiri. </p> <p>Anggapan seperti dimaksud di atas tergambar dengan jelas dan diperkuat oleh narasi Yunus [Yunus 1:1-17; 4:1-10]. Kisah Yunus memang sering jarang sekali dipakai sebagai bahan acuan untuk masalah ini (Yesus sendiri menghubungkan kisah ini dengan konsep Kebangkitan) [Mat 12:38-42; Luk 11:29-32]. Kesulitannya terletak pada beberapa orang yang mempermasalahkan historitas kisah tersebut. Akibatnya perdebatan seputar historitas meluputkan tujuan penulisan narasi Yunus. Perlu dikomentari di sini bahwa pembuktian historitas kisah Yunus seakurat apapun tak memberi sumbangan yang berarti. Baik kisah itu historis maupun tidak, narasi Yunus ingin menampilkan suatu pandangan teologi yang anti-partikularistis. Dapat dipastikan kisah ini dimunculkan oleh mahzab yang sedikitnya sudah mampu menangkap nilai universal tindakan Allah bagi seluruh bangsa dan bukan Israel saja.</p> <p>Sikap Yunus menggambarkan betapa hermeneutikanya terhadap tindakan Allah sangat sempit. Koreksi Allah terhadap hermeneutika Yunus terlihat dari kisah "pemaksaan" melalui "badai" (1:4, gambaran dari pembatalan terhadap pola hermeneutika Yunus) dan "ikan" (1:17, gambaran dari pencapaian makna tindakan Allah yang sebenarnya). </p> <p>Posisi hermeneutika seperti Yunus anehnya masih saja dianut dan dikerjakan orang beragama manapun. Fanatisme selalu menjadi masalah. Fanatisme merupakan pengkhianatan terhadap ajaran agama itu sendiri. Fanatisme merupakan pembuktian kurang luasnya seseorang memahami perbuatan Allah atau ajaran agamanya. Fanatisme secara hakiki adalah egoisme yang berbulu agama. C. S. Song dalam keprihatinan yang sama menonjolkan teolog Deutero Yesaya dalam menguraikan tentang Hamba Yang Menderita [Yes 53]. Melalui konsep ini teolog Deutero Yesaya mengambil langkah berani dari sentrisme Israel ke pandangan yang jauh lebih tentang bangsa-bangsa [1990: hlm. 69]. Selanjutnya ia mengatakan bahwa siapapun diri Hamba yang Menderita itu, ia bukan lagi suatu tokoh nasional yang dikurung dalam batas-batas Israel [Yes 42:1, 4: 49:6, 53:9]. Hamba yang Menderita itu tak dapat dijelaskan oleh Israel saja. Ia melompat keluar kotak iman dan kehidupan sempit yang telah memberi Israel jatidiri nasional dan keagamaannya [1990: hlm. 70-71].</p> <p>Pada akhirnya C. S. Song dengan tegas mengatakan, �€œAllah tampaknya bersifat rahasia hanya bagi mereka yang ingin memonopoli dan menguasai Allah. Mereka merasa tertipu ketika Allah juga berkenan dengan bangsa-bangsa lain dan memihak lawan-lawan mereka�€Ã¯Â¿Â½ [1990: hlm. 79].</p> <p>Akhir-akhir ini kita diperhadapkan pada suatu pertikaian yang berbau SARA (khususnya agama �€“ saat tulisan ini dibuat Ambon bergolak kembali). Baik di kalangan Islam maupun Kristen masing-masing (walaupun tidak diakui terang-terangan, namun dalam tindakan dan sikapnya terlihat dengan jelas) masih menyimpan egoisme keagamaan. Superioritas yang menganggap agamanya sebagai satu-satunya yang menyimpan dan mewarisi "kebenaran" dan �€œkeselamatan�€Ã¯Â¿Â½ membuat eksklusivitas (sikap separatis) makin kentara bahkan menjadi-jadi.Kritik bagi gereja sebenarnya sudah cukup banyak. Sikap gereja yang berusaha menerima kepelbagaian dalam segi iman terkadang masih plin-plan. Masih ada anggapan dari pihak gereja sendiri bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan. Orang Kristen juga hampir meniru tindakan orang Israel dalam memperlakukan Allah. Untuk urusan dalam kepelbagian antar denominasi di kalangan Protestan saja seringkali tidak ada kesepakatan. Sikap eksklusif yang tadinya hanya untuk antar agama saja ternyata makin menyempit ke dalam konteks antar denominasi. Bayangkan! Maka janganlah kita heran bila sikap ekumenis dari beberapa gereja tertentu seringkali ditanggapi sebagai sekedar kertas-kertas kerja dan semboyan saja. Berapa gereja sih sebenarnya yang masih bisa saling memperhatikan? Berapa gereja yang justru tidak peduli satu sama lain? Berapa? Dan sejauh mana?</p> <p>Pengalaman saya berkeliling di beberapa pelosok Nusantara ini menunjukkan fenomena ini ternyata bukan rekaan saja. Gereja yang satu dapat menjadi �€œsandungan�€Ã¯Â¿Â½ bagi gereja lain. Gereja satu menertawakan organisasi atau teologi gereja lain. Seolah-olah gereja yang sudah �€œlama�€Ã¯Â¿Â½ berdiri, di dalamnya penuh dengan anggota-anggota senior yang turut mendirikan, pelayannya lulusan sekolah-sekolah teologi atau seminari luar negeri yang berstrata magister sampai doktoral, dan telah menjadi anggota kelompok ekumenis tertentu (saya kuatir kalau yang satu ini adalah wujud eksklusivisme baru), dapat disebut pewaris ortodoksi dan gereja lain tidak! Di sisi lain gereja-gereja yang �€œbaru�€Ã¯Â¿Â½ berdiri, entah karena memang benar-benar baru, atau kepingan-kepingan dari yang pernah ada lalu pecah, atau pelarian dari gereja-gereja sebelumnya, menghembuskan asap pandangan yang mengesankan seolah-olah upaya yang �€œbaru�€Ã¯Â¿Â½ itu sebagai suatu upaya pembaruan atau kritik terhadap yang �€œlama�€Ã¯Â¿Â½. Kelompok yang mengatakan dirinya sudah �€œlama�€Ã¯Â¿Â½ itu menganggap dirinya sudah matang dan mewarisi suatu yang sudah lama yakni ortodoksi tulen yang mungkin sudah berdebu dalam kotak wasiat yang tersimpan berabad-abad dengan didukung oleh dokumen-dokumen yang otentik. Sedangkan yang �€œbaru�€Ã¯Â¿Â½ menganggap dirinyalah yang membawa kembali atau menemukan ortodoksi yang sudah lama hilang dan mencoba melakukan pembaruan di sana sini sekaligus menggemboskan yang �€œlama�€Ã¯Â¿Â½. Kedua kelompok ini punya sekolah teologi sendiri-sendiri. Lulusan dari yang �€œlama�€Ã¯Â¿Â½ sulit diterima sebagai seorang pendeta di gereja �€œbaru�€Ã¯Â¿Â½ dengan alasan yang sudah basi: �€œliberalis dan cenderung rasionalis�€Ã¯Â¿Â½ dan lulusan yang �€œbaru�€Ã¯Â¿Â½ juga mengalami kesulitan memasuki benteng tua gereja �€œlama�€Ã¯Â¿Â½ dengan alasan yang sama basinya: �€œtidak seazas dan berkesan fundamentalis-karismatis-pietis�€Ã¯Â¿Â½. Bayangkan!</p> <p>Eka Darmaputera selaku penyunting buku Festchrift HUT ke-70 DR. PD. Latuihamallo yang dikerjakan secara keroyokan itu [Konteks Berteologi Di Indonesia; 1991: hlm. 4] mengungkapkan adanya polarisasi (?) mulai dari tingkat sinodal bahkan tingkat nasional. Saya menduga kalau polarisasi itu merupakan suatu bentuk ekslusivitas baru yang disebabkan adanya perbedaan pada masalah siapa yang lebih tepat hermeneutikanya sehingga ajaran gerejanyalah yang sedikit banyak atau mungkin sama dengan ajaran ortodoks. Dan mereka menganggap diri mereka sebagai pewaris �€˜sui generis�€™ ortodoksi. Padahal bila kita membaca James G. Dunn dalam bukunya yang berjudul Unity and Diversity in New Testament [1977: hlm. 1-7] maka kita akan menjumpai di sana bahwa tak satu gereja atau denominasi pun yang dapat menobatkan dirinya sebagai yang mewarisi ortodoksi (baca: satu-satunya kebenaran). Dari sini kita dapat menarik kesimpulan sementara bahwa kita tidak dapat terhindar dari egoisme keagamaan bila kita tidak segera keluar dari sana. Baiklah kita coba untuk mengajukan suatu praanggapan sekarang. Masalahnya adalah kalau ternyata agama selama berabad-abad justru menjadi bungkus yang membedakan manusia dengan yang lain dan turut menjadi alasan untuk membinasakan mereka yang berbungkus lain, mengapa agama masih tetap dipertahankan? Bukankah tanpa agama pun seseorang dapat sampai kepada Allah? Mengapakah iman kita pada Allah harus dikerangkeng oleh suatu merek agama tertentu? Manusia yang sudah terkondisi dengan kebanggaan agama merek tertentu tidak segan-segan untuk memihak dan menjadi kurang obyektif dalam memandang karya keselamatan yang Allah sediakan secara universal.</p> <p>Memang agama tak bersalah, tetapi manusia yang memperlakukan agama itulah yang salah. Di mata saya agama hanyalah suatu sistem relasi vertikal serentak horisontal. Bila sistem agama ini tak berjalan baik mengapa harus dipertahankan? Atau mengapa tidak mereformasi saja (atau bahkan membuang?) sistem yang sudah tak fungsional lagi. Sebab mempertahankan suatu paradigma yang terlanjur terkotak-kotak dan malah menimbulkan nilai-nilai egoisme, sama saja artinya dengan suatu upaya mempertahankan status quo belaka.</p> <p>Seseorang, dalam praanggapan ini, dapat saja datang pada Allah yang hidup tanpa harus memakai baju agama. Bagi saya beragama memang harus ber-Allah, tetapi untuk ber-Allah seseorang tak harus beragama. Sebab baik dengan maupun dalam agama tidak ada suatu jaminan yang membuat seseorang benar-benar ber-Allah. Apakah Allah pernah menyuruh seseorang beragama atau menganut agama tertentu? Setahu saya Allah hanya pernah memerintahkan agar manusia percaya dan taat pada-Nya saja. Namun bila ada yang tak setuju dengan saya, maka saya pun tetap menghargainya. Namun berhati-hatilah agar agama yang anda anut tidak menendang keluar Allah dari posisi-Nya, atau malah membelenggu-Nya seolah-olah Allah punya agama favorit, atau agama tertentulah yang lulus dari akreditasi Allah, atau dengan istilah agama tertentulah maka sebuah agama dapat disebut sebagai agamanya Allah.</p> <p>Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit agama yang dengan arogan menyebut dirinya benar dan kemudian menunjukkan keeksklusifannya sekaligus keberingasannya. Ini memang nyata, tetapi masalahnya koq mengapa ada agama yang beringas? Apa memang ada agama yang karakternya beringas? Atau doktrinnya mengajarkan keberingasan sebagai sesuatu yang etis? Saya tak membantah realitas di atas, malah semakin mempertajam anggapan saya terhadap praanggapan perlu tidaknya agama itu dipertahankan. C. S. Song masih dalam buku yang sama mengatakan bahwa, �€œAgama Taurat inilah yang ditantang oleh Yesus. Dan agama yang sama ini pula yang belakangan mengirim-Nya ke kayu salib�€Ã¯Â¿Â½ [1990, hlm. 52].</p> <p>Bagi saya sebaiknya agama yang tak mau mengadakan rekoreksi tidak perlu dipertahankan. Biarlah seseorang sampai pada Allah yang diyakininya tanpa harus terbungkus dalam agama tertentu, termasuk Kristen. Tak beragama sama sekali berbeda dengan tidak ber-Allah. Yesus dalam kehadiran-Nya di dunia sama sekali tidak mengubah agama Yahudi ke agama Kristen. Yesus menjadi besar dalam lingkungan Yahudi dan sinagoge. Ia memang tidak memprotes agama Yahudi lalu membentuk agama Kristen. Ia memang memprotes orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, tetapi pada soal hidup keagamaan orang Yahudi. Namun sampai Yesus terangkat ke sorga pun agama maupun hidup keagamaan orang-orang Yahudi tak menjadi lebih baik. Yesus pernah memperingatkan para murid-Nya agar hidup keagamaan mereka harus lebih benar dari hidup keagamaan orang Farisi dan ahli Taurat [Mat 5:20]. Menurut Henk ten Napel peringatan Yesus disebut sebagai upaya mengajukan sebuah �€œkebenaran yang lebih benar�€Ã¯Â¿Â½ [Jalan Yang Lebih Utama Lagi; 1990, hlm. 79]. Saya ingin menyoroti istilah Henk ten Napel secara pribadi. Bila orang Farisi dan ahli Taurat merasa bahwa apa yang mereka �€œanggap�€Ã¯Â¿Â½ (hermeneutika Farisi dan ahli Taurat) baik dalam praktek dan ajaran itu sudah �€œbenar�€Ã¯Â¿Â½ dan ternyata di �€œmata Yesus�€Ã¯Â¿Â½ (hermeneutika Yesus) hal itu masih �€œsalah�€Ã¯Â¿Â½, ini berarti salah satu dari kebenaran itu palsu dan yang lain tulen. Istilah Henk ten Napel ini mengisyaratkan kita untuk berwaspada pada klaim kebenaran-kebenaran yang kita buat dan kita anggap itu sudah benar.</p> <p>Peringatan Yesus dalam masalah di atas ini dapat bersisi ganda. Dapat berarti Yesus mengecam cara beragama atau agama itu sendiri tak lagi berperan. Tetapi di sini kelihatannya yang lebih mungkin adalah Yesus mengecam sikap keagamaan itu sendiri. Kelompok semi-separatis seperti orang Farisi yang mengka-tegorikan dirinya sebagai orang yang tidak tercemar hal-hal sekuler dan duniawi masih dianggap Yesus sebagai cara hidup keagamaan yang masih perlu dikoreksi. Artinya sikap keagamaan yang masih memupuk keegoisan dan masih berorientasi pada diri sendiri akan tetap menjadi suatu sandungan bagi perdamaian dan pemahaman antar manusia dalam jagad yang semakin renta ini.</p> <p>Selanjutnya melalui tulisan ini, kita selaku orang yang beragama diharapkan secara kritis mempertanyakan dan mengkaji ulang hidup keagamaan kita. Pendidikan Agama Kristen (selan jutnya PAK) sebenarnya sudah cukup makan asam garam ditunggangi oleh pikiran-pikiran teologi. Harold W. Burges [An Invitation To Religious Education, 1975: 15] secara jelas menyatakan bahwa dasar teologi yang dipilih secara sadar maupun tidak menentukan rumusan atau pengertian tentang (1) tujuan PAK, (2) isi PAK, (3) guru, (4) naradidik, (5) lingkungan pembelajaran, (6) evaluasi. R. C. Miller malah secara terang-terangan menyebut teologi itu sebagai �€œthe Clue�€Ã¯Â¿Â½ buat PAK. Agaknya kini tiba saatnya PAK memberikan sumbangsih pemikirannya sendiri dalam telaah kritis terhadap teologi yang menjadi dasar yang tidak bisa tidak harus berkaitan dengan agama itu sendiri dan diri PAK sendiri. </p> <p>Saya tertarik pada apa yang dikatakan C. S. Song bahwa tugas teologi saat ini bagi kita di Asia adalah berjumpa dan menemui Allah yang mungkin ada di �€œtempat-tempat tersembunyi�€Ã¯Â¿Â½ dari bangsa-bangsa dan orang-orang, agama-agama dan budaya-budayanya [1990: 48]. DR. Kadarmanto Hardjowasito sudah merintis ini dalam konteks PAK di Indonesia dalam tulisannya yang berjudul �€œPendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Masyarakat Indonesia Yang Majemuk�€Ã¯Â¿Â½ dengan tujuan tidak untuk mengecilkan fungsi gereja tetapi untuk menemukan dan merumuskan makna panggilan kehadiran gereja dalam konteks yang majemuk [Berakar di atas Dia dan Bertumbuh di Dalam Dia; 1998: 107-123]. Dalam kuliahnya beliau tetap konsisten, ia sangat menekankan keprihatinannya pada buku-buku teks pelajaran agama di sekolah-sekolah menengah baik yang diterbitkan dalam kalangan Protestan dan Islam yang belum sama sekali memasukan ide �€œsaling memahami dan menerima�€Ã¯Â¿Â½ antara penganut agama satu dengan lainnya dalam konteks Indonesia yang majemuk. Akibatnya generasi muda tetap akan terkondisi dengan bahaya �€œegoisme keagamaan�€Ã¯Â¿Â½. Generasi muda yang tidak disiapkan sejak dini tak dapat dituntut kelak akan bersikap �€œmenerima kemajemukan�€Ã¯Â¿Â½ secara otomatis.</p> <p>Saya sempat kaget ketika pertama kali membaca artikel-artikel filosofis seputar pertengkaran agama dalam Burung Berkicau-nya Anthony de Mello yang dengan sinis menyajikan Yesus yang sangat �€œterganggu�€Ã¯Â¿Â½ dengan sikap ekshibisonis agama-agama dalam �€œPasar Malam Agama�€Ã¯Â¿Â½ [1984: 180] dan bagaimana Yesus sendiri tidak memihak di satu agama pun dalam �€œYesus Menonton Pertandingan Sepak Bola�€Ã¯Â¿Â½ [1984: 182]. Hal ini mencerminkan betapa egoisme keagamaan memang bukan hanya keprihatinan belaka.</p> <p>Kalau memang kita (juga orang-orang PAK) tidak segera dengan kritis mengadakan reintepretasi sekaligus rekoreksi terhadap hidup keagamaan atau bahkan agama yang kita anut maka kita akan menerima situasi yang lebih buruk atau paling buruk. Atau kita mulai menilik kembali pola hermeneutis yang baru yang sungguh-sungguh kontekstual (bukan cuma sampai bentuk tesis dan disertasi atau contoh-contoh dalam kelas). Konteks kita benar-benar majemuk. Banyak yang ragu seputar siapa yang akan memulai. Pihak gereja atau yang lain?</p> <p>Dalam pertemuan Departemen Agama dan Dosen-dosen PAK serta mahasiswa S-2 PAK di Cisarua, DR. Kadarmanto menjawab masalah ini dengan mengatakan, �€œBahwa untuk memulai sesuatu yang baik kita tidak perlu menunggu orang berbuat yang baik terlebih dahulu�€Ã¯Â¿Â½. Maka demi tercapainya suatu maksud soteriologi Allah yang universal dan demi kebaikan dan perdamaian dalam kehidupan umat manusia sejagad maka sebaiknya mulailah berbuat yang baik dengan kita mengoreksi ketidakpedulian dan kekurangan-kekurangan kita lebih dahulu. Mengapa tidak? The Decision is depend on us!</p><p><br /></p><p>Sumber: http://artikel.sabda.org/egoisme_keagamaan<br /></p><p><br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-30751907449163394352009-05-02T05:38:00.001-07:002009-05-02T05:39:11.400-07:00ILMU PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">A. Pendahuluan</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian<strong>, </strong>yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Arti pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 59.85pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Manusia sempurna menurut Islam adalah jasmani yang sehat serta kuat dan Berketerampilan, cerdas serta pandai.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">B. Pendidikan Dalam Perspektif Islam</span></strong><strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pengertian pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan. Pendidik Islam ialah Individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami dalam situasi pendidikan islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Menurut Langgulung (1997), pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian<strong>, </strong>yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Ta’lim fil Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah ‘inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami). <strong></strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Pendidik Islam ialah Individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami dalam situasi pendidikan islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Para ahli pendidikan lebih menyoroti<span> </span>istilah-istilah dari aspek perbedaan antara tarbiyyah dan ta’lim, atau antara pendidikan dan pengajaran. Dan dikalangan penulis Indonesia, istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah kepada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist). Menurut Prof. Dr. Mohammad Athiyah al Abrasyi pendidik itu ada tiga macam :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 17.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 17.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>1.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pendidikan Kuttab</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pendidikan ini ialah yang mengajarkan al Qu’ran kepada anak-anak dikuttab. Sebagian diantara mereka hanya berpengetahuan sekedar pandai membaca, menulis dan menghafal al Qur’an semata.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -15.15pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">2.<span> </span>Pendidikan Umum</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -15.15pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Ialah pendidikan pada umumnya, yang mengajarkan dilembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan Islam secara formal sperti madrasah-madrasah, pondok pesantren ataupun informal seperti didalam keluarga.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -15.15pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -15.15pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">3.<span> </span>Pendidikan Khusus</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.1pt; text-align: justify; text-indent: -15.15pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Adalah pendidikan secara privat yang diberikan secara khusus kepada satu orang atau lebih dari seorang anak pembesar kerajaan (pejabat) dan lainnya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">C. Defenisi Ilmu Pendidikan Islam</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori, tetapi isi lain juga ada ialah :</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>1. Teori. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>2. Penjelasan tentang teori itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>3. Data yang mendukung tentang penjelasan itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Islam adalah nama Agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw, yang berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia ; ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al Qur’an dan hadist serta aqal. Penggunaan dasarnya haruslah berurutan :al Qur’an lebih dahulu ; bila tidak ada atau tidak jelas dalam al Qur’an maka harus dicari dalam hadist ; bila tidak ada atau tidak jelas didalam hadist, barulah digunakan aqal (pemikiran), tetapi temuan aqal tidak boleh bertentangan dengan jiwa al Qur’an dan hadist.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">D. Tujuan Umum Pendidikan Manusia</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span>1. Hakikat manusia menurut Islam </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 51.3pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 51.3pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span>“Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 51.3pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span><strong>2. Manusia Dalam Pandangan Islam</strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 51.3pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 51.3pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; text-indent: 22.8pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>1.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>2.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>3.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 : </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibikin manusia”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -11.4pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>4.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 : </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -19.95pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>5.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -11.4pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -19.95pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>6.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -11.4pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -11.4pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 59.85pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; text-indent: -19.95pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>7.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Kata ‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 71.25pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli<a name="_ftnref1" href="http://udhiexz.wordpress.com/2008/04/12/ilmu-pendidikan-dalam-perspektif-islam/#_ftn1"><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 11pt; font-family: Arial;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> yang tidak mengerti apa-apa-pun.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 :</span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span> </span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span>“Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.9pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">3. Manusia Sempurna Menurut Islam</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span>A. Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 99.75pt; text-align: justify; text-indent: -25.65pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan -<span> </span>perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 59.85pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">B. Cerdas Serta Pandai</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 74.1pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 92.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>a)<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 92.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>b)<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 92.1pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>c)<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Rohani yang berkualitas tinggi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 91.2pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">4. Tujuan Pendidikan Islam</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">“ Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 37.05pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span> </span>Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 79.8pt; text-align: justify; text-indent: -17.1pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>1.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Pembinaan akhlak.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>2.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>3.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Penguasaan ilmu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>4.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Keterampilan bekerja dalam masyrakat. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>1.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan keagamaan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>2.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan pengembangan akal dan akhlak.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>3.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan pengajaran kebudayaan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>4.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Tujuan pembicaraan kepribadian.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 62.7pt; text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>1.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Bahagia di dunian dan akhirat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>2.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">menghambakan diri kepada Allah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>3.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 80.7pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"><span>4.<span style="font-family: "font-style:normal;font-variant:normal;font-weight:normal;font-size:7pt;line-height:normal;";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;">Akhlak mulia.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><span style="font-size: 11pt; line-height: 150%; font-family: Arial;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;">E. PENUTUP</span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"> </span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></strong><span style="font-family: Arial;">Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari masalah keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk. Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan. Dan ilmu umum pun termasuk pada cabang (furu’) ilmu agama.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><span> </span>Dan umat Islam sempat merasakan puncak keemasannya, dimana disaat bangsa Eropa mengidap penyakit hitam, umat islam sudah menemukan sabun, di saat jalan-jalan di Eropa kumuh, gelap, tidak teratur, umat islam sudah punya jalan-jalan yang indah, penerangan, bahkan sistem irigasi yang sudah maju.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><br /><span style="font-family: Arial;"></span></p>Sumber: http://udhiexz.wordpress.com/2008/04/12/ilmu-pendidikan-dalam-perspektif-islam/<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 37.05pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial;"><br /></span></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-90390701777119974552009-05-02T05:27:00.000-07:002009-05-02T05:32:31.358-07:00Revitalisasi Pendidikan Pesantren<p>Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki kontribusi penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga ini layak diperhitungkan dalam pembangunan bangsa di bidang pendidikan, keagamaan, dan moral.</p> <p>Dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman luar biasa dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.</p> <p>Pesantren telah lama menyadari bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua komponen masyarakat, termasuk dunia pesantren. Karena itu, sudah semestinya pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan SDM ini terus didorong dan dikembangkan kualitasnya.</p> <p>Pengembangan dunia pesantren ini harus didukung secara serius oleh pemerintah yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Mengembangkan peran pesantren dalam pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun pendidikan.</p> <p>Dalam kondisi bangsa saat ini krisis moral, pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan begitu pembangunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan.</p> <p>Dalam eksistensinya, pesantren pada umumnya bersifat mandiri dan tidak tergantung pada pemerintah atau kekuasaan yang ada. Dengan sifat kemandiriannya inilah pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Pesantren pun tidak mudah disusupi oleh aliran atau paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.</p> <p>Sedikitnya ada tiga unsur utama penopang eksis dan tidaknya pesantren dalam pendidikan, yaitu kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri, kurikulum pondok pesantren, dan sarana peribadatan serta pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, dan bengkel-bengkel keterampilan. Unsur-unsur tersebut mewujud dalam bentuk kegiatannya yang terangkum dalam Tridharma Pondok Pesantren, yaitu pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara.</p> <p><b>Kebijakan Diknas</b><br />Merujuk pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren memiliki tempat istimewa. Namun, ini belum disadari oleh mayoritas Muslim. Ini karena kelahiran UU tersebut amat belia. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal berikut.</p> <p>Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.</p> <p>Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.</p> <p>Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pasal 30 menjelaskan, pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.</p> <p>Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.</p> <p>Pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat juga diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.</p> <p>Ketentuan tersebut mestinya semakin membuka peluang pesantren terus bertahan dan berkontribusi mengembangkan pendidikan keagamaan formal maupun nonformal. Dengan demikian, pesantren mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, kreatif, memiliki skill dan kecakapan hidup profesional, agamis, serta menjunjung tinggi moralitas.</p> <p>Pesantren tidak perlu merasa minder, kolot, atau terbelakang. Posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.</p> <p>Kenyataannya, amanat UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen serta beberapa peraturan pemerintah lainnya masih belum berpihak pada dunia pesantren. Pesantren nyaris tidak pernah disentuh dan dilibatkan dalam kebijakan sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan pesantren yang diamanatkan UU Sisdiknas pun terabaikan.</p> <p><b>Revitalisasi pesantren</b><br />Untuk semakin memajukan pendidikan pesantren sesuai amanat UU No 20/2003, eksistensi dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan harus makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan harus berniat sungguh-sungguh memberikan ruang dan peran yang lebih luas untuk merevitalisasi dan membangun modernisasi dunia pesantren.</p> <p>Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus lebih meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dengan intensif dalam pelaksanaan dan pengelolaan pesantren. Upaya merevitalisasi dan memodernisasi pesantren tentu saja harus sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional.</p> <p>Paling tidak, hal ini bisa dilakukan melalui beberapa terobosan. Pertama, menghapus dikotomi dan diskriminasi terhadap pendidikan pesantren yang selama ini dipandang sebagai bukan bagian dari sistem pendidikan nasional. Kedua, diperlukan adanya pola pendidikan dengan terobosan kurikulum terpadu yang memadukan antara pendekatan sains, agama, dan nilai kebangsaan. Dengan begitu, upaya penanaman nilai agama, moral, dan nilai kebangsaan pada anak didik dapat mencapai sasaran pembelajaran.</p> <p>Ketiga dan yang tak kalah penting lagi adalah upaya peningkatan kualifikasi, profesionalitas dan kesejahteraan guru pesantren sebagaimana amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga, guru-guru di pesantren bisa mengajar dengan nyaman dan merasakan hidup yang sejahtera.</p> <p>Sudah saatnya kita lebih memperhatikan dunia pendidikan pesantren. Pesantren harus ditempatkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Pesantren telah memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan generasi berkualitas dan mampu menjaga moralitas bangsa.</p> <p><b>Ikhtisar</b><br />- Pesantren berpengalaman dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat.<br />- Pemerintah harus lebih memedulikan pesantren demi kemaslahatan umat.</p>Sumber: http://irwanprayitno.info/artikel/1209699147-revitalisasi-pendidikan-pesantren.htm<p><br /></p> <p> </p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-64532283372644067862009-05-02T04:07:00.001-07:002009-05-02T04:08:16.677-07:00Sekolah Milik Organisasi Agama dan Misi Peningkatan Kerukunan BeragamaBERKAITAN dengan upaya pengembangan sikap toleransi beragama di Indonesia, peran institusi pendidikan formal, termasuk institusi pendidikan yang dikelola oleh organisasi keagamaan, khususnya Islam dan Kristen, sangat penting. Oleh karena itu, sumbangan mereka bagi pembentukan karakter anak didik yang intelek, religius, dan sekaligus nasionalis perlu terus dikembangkan. Sekolah-sekolah yang berada dalam naungan ormas agama ini merupakan aset nasional yang perlu dijaga kualitasnya, baik manajemen pengelolaan maupun kualitas penyelenggaraan akademiknya. Jika kualitas lembaga-lembaga pendidikan milik ormas agama meningkat, akan meningkat pula prospek lembaga pendidikan agama dalam mengemban misi nasional mencerdaskan bangsa sekaligus memperkuat dasar-dasar persatuan kebangsaan Indonesia.<br /><br />Salah satu kata kunci yang sangat menentukan berhasil-tidaknya upaya mempertahankan persatuan bangsa Indonesia yang multikultural adalah toleransi beragama. Meskipun telah banyak dirintis pelaksanaan dialog antarumat pemeluk agama untuk menumbuhkan rasa saling pengertian di antara para penganut ajaran bermacam agama di Indonesia, masih tetap diperlukan langkah-langkah efektif agar hasilnya lebih optimal. Pada umumnya, kecurigaan yang masih ada di antara sesama umat pemeluk agama berkait langsung dengan keyakinan pemeluk agama mengenai kebenaran dan keunggulan agama masing-masing di atas agama yang lain.<br /><br />Dalam upaya meningkatkan kesadaran perlunya menjaga persatuan, kita perlu meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap ajaran agama lain. Dengan kata lain, kecenderungan inward looking, yaitu kebiasaan selalu berorientasi dan mengutamakan ajaran agama yang kita anut, mulai diimbangi dengan outward looking, mempelajari dan mencoba memahamai pandangan dan ajaran agama yang dianut orang lain. Aktivitas ini dilakukan bukan untuk mencari agama mana yang paling unggul, atau paling benar, melainkan semata-mata mencari titik-titik persamaan dan keselarasan yang bisa dijadikan landasan mengembangkan persatuan bangsa.<br /><br />Pada sisi lain, kita perlu menyadari bahwa perubahan masyarakat yang terjadi bersifat global, tidak terbatas pada wilayah geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menciptakan kondisi saling tergantung antara berbagai bangsa. Dengan demikian, antisipasi yang dilakukan harus pula bersifat global dan tidak terbatas pada lingkungan sosial dan budaya Indonesia..<br /><br />Peran Sekolah Milik Organisasi Agama<br /><br />Berkaitan dengan upaya pengembangan sikap toleransi beragama di Indonesia, peran institusi pendidikan formal, termasuk institusi pendidikan yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi keislaman, sangat penting. Oleh karena itu, sumbangan mereka bagi pembentukan karakter anak didik yang intelek, religius, dan sekaligus nasionalis perlu terus dikembangkan.<br /><br />Salah satu di antara lembaga pendidikan keislaman yang memiliki jumlah sekolah terbesar adalah Muhammadiyah sehingga sekolah-sekolah yang berada dalam naungan lembaga ini merupakan aset nasional yang perlu dijaga kualitasnya, baik manajemen pengelolaan maupun kualitas penyelenggaraan akademiknya. Setidaknya, jika kualitas lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah meningkat, akan meningkat pula prospek lembaga pendidikan Islam dalam mengemban misi nasional mencerdaskan bangsa sekaligus memperkuat dasar-dasar persatuan kebangsaan Indonesia.<br /><br />Tokoh pendiri perserikatan Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, menginginkan lembaga pendidikan Muhammadiyah mampu menanamkan nilai-nilai intelektualitas, keimanan, dan keterampilan di kalangan anak didik beragama Islam sehingga mereka siap bersaing dengan kelompok masyarakat lain, sampai waktu kapan pun. Latar belakang historis kelahiran Muhammadiyah pada 1912 ini perlu dipahami oleh setiap pengelola pendidikan Muhammadiyah agar mereka tidak tercerabut dari akar sejarah. Untuk itu, perlu digalakkan berbagai kajian, seperti kajian sosiologis, politik, ekonomi, dan budaya untuk meninjau relevansi Muhammadiyah dengan tuntutan masyarakat sekarang. Agar lebih efektif, selain melibatkan personalia pengurus Muhammadiyah kajian ini juga mengikutsertakan kalangan luar, terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.<br /><br />Kajian sosiologis terkait dengan upaya menmahami pola hubungan yang dikembangkan Muhammadiyah dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat di masa kelahirannya, tidak saja dengan komunitas beragama Islam, melainkan juga dengan komunitas agama, ideologi, dan keyakinan yang lain. Kebijakan yang populis ini perlu dipahami oleh para penerus Muhammadiyah agar mereka semakin sadar akan kemajemukan bangsa, yang sejak dini sangat diperhatikan oleh pendiri Muhammadiyah. Kemajemukan bangsa ini adalah kekayaan budaya yang potensi mengandung nilai-nilai positif seperti dinamika pemikiran dan dan gagasan. Kenyataan objektif berupa adanya usaha sebagian bangsa di sejumlah daerah Indonesia untuk memisahkan diri dari naungan NKRI hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi seluruh komponen bangsa akan arti pentingnya memperkukuh batu sendi persatuan bangsa, dengan sikap toleransi beragama sebagai salah satu fondasinya yang paling kokoh. Dengan diberlakukannya Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, sekarang tercipta iklim yang cukup kondusif bagi pengembangan wawasan keagamaan secara lebih luas dan bertanggung jawab.<br /><br />Faktor riil politik di Indonesia (Hindia Belanda) saat kelahiran Muhammadiyah juga menjadi faktor penting yang menentukan corak dan pola strategi yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam mencapai misi dakwahnya. Corak dan pola strategi ini terus berubah, selaras dengan dinamika kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, para penerus Muhammadiyah sekarang tidak boleh terjebak pada sistem dan mekanisme dakwah yang dianggap baku dan tidak dapat direvisi atau diperbarui lagi, apalagi jika sistem itu cenderung konservatif dan tidak mampu mengapresiasi dan menyerap aspirasi masyarakat yang sarat dengan aneka tuntutan dan kebutuhan.<br /><br />Pembinaan Guru<br /><br />Dalam proses belajar mengajar,guru emegang pernanan vital. Guru tururt menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Guru yang memiliki kualifikasi akan menghasilkan keluaran (out put) yang memadai.<br /><br />Untuk membina anak didik agar menjadi manusia yang toleran, yang memiliki wawasan luas mengenai agama, dan selalu berusaha mewujudkan kehidupan keagamaan yang harmonis, diperlukan guru yang berkualitas dan memiliki kualifikasi. Beberapa hal perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru:<br /><br />Mengikutsertakan guru dalam pendidikan tambahan, misalnya berbentuk pembekalan atau pelatihan, mengenai pentingnya menumbuhkan sikap toleran antarpemeluk agama.<br /><br />Para guru perlu mendalami ajaran agama lain, untuk mendapatkan pemahaman tambahan. Mempelajari di sini bukan dengan maksud mengikuti keyakinan agama lain tetapi untuk lebih memahami seluk-beluk keyakinan orang lain agar tidak terjebak pada pandengan sempit dan picik yang sering kali menjadi sukber prasangka terhadap keyakinan agama lain.<br /><br />Melalui kajian historis, sosiologis dan politis dapat dirumuskan patokan dalam perumusan ulang (rekonstruksi) filsafat pendidikan di institusi pendidikan milik organisasi massa keagamaan lain.<br /><br />Perumusan-ulang filsafat pendidikan mutlak dilaksanakan, dengan fokus kegiatan:<br /><br />(a) merumuskan kembali tujuan pendidikan yang diselenggarakan sekolah-sekolah ormas agama,<br />(b) meninjau kembali pandangan dan sikap lembaga terhadap masyarakat yang beragam etnis, agama dan keyakinan,<br />(c) merumuskan kembali hubungan agama dengan keluarga, masyarakat, dan negara.<br /><br />Saran<br /><br />Sekolah milik organisasi agama, termasuk sekolah milik Muhammadiyah, perlu secara konsisten melakukan revisi kurikulum agar tidak terkesan eksklusif dan cenderung memandang pemeluk agama lain sebagai "the other". Seiring dengan itu, di lingkungan sekolah milik organisasi agama perlu diperbanyak forum dialog yang melibatkan penganut berbagai agama. Dialog dan tukar pikiran seperti ini berdampak positif bagi perkbangan psikologis anak didik.<br /><br />Dalam konteks implementasi falsafah pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan keislaman, diperlukan tafsir baru terhadap prinsip dasar yang diajarkan Al-Quran. Salah satu prinsip itu adalah gagasan lakum diinukum waliyadiin `bagimu agamamu dan bagiku agamaku". Ajaran ini perlu diperbarui, dengan mengubah penekanan dari aspek teologis menjadi penekanan pada aspek sosiologis. Dengan demikian, terbuka peluang menjalin kerja sama dalam berbagai bidang demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dengan berbagai latar belakang agama, keyakinan, dan ideologi.<br /><br />Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=62gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-33286825443318330992009-05-02T04:04:00.000-07:002009-05-02T04:05:17.876-07:00Investasi Pengembangan PAUD DitingkatkanInvestasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi penting untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini atau PAUD hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. <p> </p><p>"Pendidikan anak usia dini sekarang ini terus tumbuh karena masyarakat sudah sadar pentingnya PAUD. Perhatian dan dukungan dari pemerintah juga akan terus diperkuat hingga ke lembaga PAUD di tingkat desa," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (25/11).</p><p> </p><p>Guna menelaah peran dan kontribusi PAUD dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional, penyelenggaraan PAUD, serta strategi pengembangan PAUD secara holistik dan terpadu, pemerintah bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar dan lokakarya PAUD pada 26-27 November. Acara dihadiri sekitar 500 ornag dari pemerintah, dinas pendidikan, pemerhati PAUD, dan masyarakat.</p><p> </p><p>Pendidikan anak usia 0-6 tahun ini dinilai sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Sebab, anak-anak ini berada dalam masa keemasan, sekaligus periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. </p><p> </p><p>Hasil penelitian mengungkapkan, anak hingga usia empat tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50 persen. Pada usia delapan tahun mencapai 80 persen, dan sisanya sekitar 20 persen diperoleh sat anak berusia delapan tahun ke atas.</p><p> </p><p>Menurut Sujarwo, lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal dengan 188.834 tutor. Pada 2009, pemerintah mengajukan anggaran untuk insentif tutor PAUD senilai Rp 1,2 juta per tahun bagi sekitar 50.000 tutor.</p><p> </p><p>Hartoyo, Ketua Departemen Fakultas Ekologi Manusia IPB, mengatakan penyelenggaraan PAUD bukan berfokus untuk mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi yang penting pembentukan karakter. "Jika sejak dini anak diajarkan untuk punya karakter baik, ketika dewasa diharapkan karakter itu bisa melekat dan menghasilkan anak-anak yang punya kepribadian dan moral baik," kata Hartoyo.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>Sumber: http://regional.kompas.com/read/xml/2008/11/25/20001679/investasi.pengembangan.paud.ditingkatkan<br /></p>gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-50817816974788809002009-05-02T04:03:00.000-07:002009-05-02T04:04:01.721-07:00850 Guru Ikuti Senam Massal PAUD CeriaSekitar 850 ibu-ibu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Lamongan, Kamis (23/4), memeragakan senam massal PAUD Ceria dan lomba senam PAUD Ceria.<p>Lomba Senam PAUD Ceria di Lamongan dinilai tiga juri pencipta Senam PAUD Ceria, yakni Putut Purnawirawan, Yuniar Ari Riswati, dan Tirta Buringsih. Lomba tersebut diikuti perwakilan guru PAUD dari 27 kecamatan di Kabupaten Lamongan, di mana setiap kecamatan mengirimkan enam perwakilan.</p><p>Senam PAUD Ceria secara spesifik diperuntukkan bagi anak usia dini. Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Lamongan Arif Supono menyatakan, gerakan senam dibuat sederhana secara teknik tetapi tetap menyehatkan. Gerakan senam disisipi gerakan unsur <em><em>fun</em></em> (menyenangkan) dengan gerakan seperti berenang. Dalam iringan musik untuk senam itu disertai lantunan syair sebagai petunjuk masing-masing gerakan.</p><p>Kepala Seksi PAUD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur Puji Astuti menyatakan, kegiatan senam massal PAUD Ceria yang digelar Dinas Pendidikan Lamongan akan dijadikan referensi karena berhasil mengumpulkan hampir 1.000 guru PAUD dalam senam massal.</p><p>"Ini sangat bagus sebagai pemicu semangat bagi para pendidik dalam menjalankan tugas mulianya. Senam massal sekaligus sebagai satu bentuk publikasi pada masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia dini," kata Puji.</p><p>Menurut Puji, di masa lalu ada banyak anggapan pendidikan anak usia dini tidak terlalu penting, tetapi sekarang pendidikan pada anak usia dini sudah tidak bisa lagi dikesampingkan. Pendidikan ketika anak berada di usia dini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak, baik pendidikan maupun kesehatannya. </p><p>"Di usia dinilah masa-masa keemasan perkembangan anak. Saya percaya ibu-ibu guru PAUD mampu menjalankan amanat ini, karena guru PAUD adalah ibu bagi anak-anak masa depan Indonesia," tuturnya.</p><p>Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Mustofa Nur menambahkan, suatu bangsa hanya bisa maju jika didukung sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Anak-anak yang berada di lembaga PAUD nanti akan menjadi SDM penentu kemajuan bangsa. "Di sinilah peran penting guru PAUD sebagai penentu kualitas SDM bangsa ini," ujarnya.</p><p><br /></p>Sumber: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/04/23/16072489/850.Guru.Ikuti.Senam.Massal.PAUD.Ceria.gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-83561737197326764062009-05-02T03:59:00.000-07:002009-05-02T04:00:30.026-07:00Kurikulum untuk Anak Usia DiniKurikulum untuk anak usia dini, perlukah?<br /><br />Anak-anak usia dini hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya jika orang tua memiliki rancangan bahan atau materi untuk mengisi hari-hari mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk anak usia dini haruslah sangat fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.<br /><br />Kelas-kelas prasekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang belum berminat.<br /><br />Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah anak-anak masuk TK ataupun tidak, tugas orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan baik, sehingga tahu kapan harus memperkenalkan sebuah keterampilan, kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih kencang, dan bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa harus dipaksa oleh waktu dan penilaian pihak lain.<br /><br />Pendidikan sungguh jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif seperti diterapkan di sekolah. Pendidikan adalah rangkaian proses belajar untuk menjadi manusia yang terus tumbuh, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.<br /><br />Menyusun kurikulum untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk melangkah lebih jauh saat mereka berminat untuk tahu lebih banyak. Ketika anak-anak diperkenalkan tentang kuda misalnya, bisa jadi rasa ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu tentang makanannya, di mana tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi gambar-gambarnya.<br /><br />Adapun secara terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah dikembangkan di dunia. Kurikulum Montessori adalah salah satu di antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang senang dengan keteraturan dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut. Sebuah buku berjudul <span style="font-weight: bold;">Montessori untuk Prasekolah</span> yang disusun oleh seorang praktisi kurikulum Montessori bernama <span style="font-weight: bold;">Elizabeth G. Hainstock</span> dan diterbitkan edisi terjemahannya oleh penerbit <span style="font-weight: bold;">Delapratasa Publishing</span>, bisa menjadi pilihan untuk mengetahui lebih detail kegiatan-kegiatan ala Montessori.<br /><br />Melalui buku tersebut akan kita temukan bahwa model Montessori lebih banyak mempergunakan perabotan rumah tangga sebagai media dan mempergunakan kegiatan rutin sehari-hari di rumah sebagai aktivitas belajar.<br /><br />Temuan tentang multi kecerdasan oleh <span style="font-weight: bold;">Howard Gardner</span> juga bisa menginspirasi kita untuk menyusun kurikulum. Delapan bahkan sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa, logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan spiritual bisa dijadikan acuan untuk memilih ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.<br /><br />Buku yang ditulis Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk anak-anak yang lebih besar. Namun bukan tidak mungkin hal itu bisa menginspirasi para orang tua yang memiliki anak usia dini untuk menerapkan jalan pikiran Amstrong ke dalam konteks belajar anak usia dini di rumah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kurikulum berdasarkan Perkembangan Anak</span><br />Perkembangan anak secara umum ternyata bisa diukur dengan beberapa ukuran berikut: perkembangan fisik motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral & sosial, emosional, dan komunikasi (Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini:192. Penerbit: Hikayat Publishing. Yogyakarta)<br /><br />Kita bisa menciptakan kurikulum dengan mengacu pada teori tersebut. Berikut gambaran kasar kurikulum yang mungkin diterapkan:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Perkembangan fisik motorik</span><br />- Motorik Kasar: Berlari, memanjat, menendang bola, menangkap<br />bola, bermain lompat tali, berjalan pada titian keseimbangan, dll.<br /><br />- Motorik Halus: Mewarnai pola, makan dengan sendok, mengancingkan baju, menarik resluiting, menggunting pola,menyisir rambut, mengikat tali sepatu, menjahit dengan alat jahit tiruan, dll.<br /><br />- Organ Sensoris:Membedakan berbagai macam rasa, mengenali berbagai macam bau, mengenali berbagai macam warna benda, mengenali berbagai benda dari ciri-ciri fisiknya, mampu membedakan berbagai macam bentuk, dll.<br /><span style="font-weight: bold;"><br />Perkembangan Kognitif</span><br />Misalnya: mengenal nama-nama warna,mengenal nama bagian-bagian tubuh, mengenal nama anggota keluarga,mampu membandingkan dua objek atau lebih, menghitung, menata, mengurutkan; mengetahui nama-nama hari dan bulan; mengetahui perbedaan waktu pagi, siang, atau malam; mengetahui perbedaan kecepatan (lambat dan cepat); mengetahui perbedaan tinggi dan rendah, besar dan kecil, panjang dan pendek; mengenal nama-nama huruf alfabet atau membaca kata; memahami kuantitas benda, dll.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Perkembangan Moral dan sosial</span><br />Misalnya: Mengetahui sopan santun, mengetahui aturan-aturan dalam keluarga atau sekolah jika ia bersekolah, mampu bermain dan berkomunikasi bersama teman-teman, mampu bergantian atau antre, dll.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Perkembangan Emosional</span><br />Misalnya: Menunjukkan rasa sayang pada teman, orang tua, dan saudaranya; menunjukkan rasa empati; mengetahui simbol-simbol emosi: sedih, gembira, atau marah dan mampu mengontrol emosinya sesuai kondisi yang tepat.<br /><span style="font-weight: bold;"><br />Perkembangan Komunikasi (Berbahasa)</span><br />Misalnya: Mampu mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,mampu melafalkan kata-kata dengan jelas (bisa dimengerti oleh orang lain).<br /><br />Begitu beragam model kurikulum yang ada. Mau pilih yang mana? Mengumpulkan sebanyak mungkin sumber dan memilahnya sesuai kekhasan keluarga masing-masing adalah cara paling baik agar kita memiliki bahan yang lebih kaya untuk anak-anak kita.<br /><br /><br /><br />Sumber: http://pendidikan-rumah.blogspot.com/2008/01/kurikulum-untuk-anak-usia-dini.htmlgelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-87900947003386156742009-05-02T03:52:00.000-07:002009-05-02T03:54:40.982-07:00SESUAIKAH TUMBUH KEMBANG ANAK ANDAPertumbuhan ( growth) berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi secara sinkron pada setiap individu.<br /><br />Proses tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling terkait, yaitu ; faktor genetik / keturunan , lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku. Proses ini bersifat individual dan unik sehingga memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak.<br />Penilaian terhadap pertumbuhan seorang anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan dan sampai anak berusia 2 tahun masih dapat digunakan penilaian melalui lingkar kepala yang biasanya dibandingkan dengan usia anak. Beberapa cara penilaian melalui pemeriksaan fisik atau klinikal , pemeriksaan antropometri ( membandingkan tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur, lingkaran kepala terhadap umur, lingkar lengan atas terhadap umur ) , contohnya KMS (kartu menuju sehat ) yang membandingkan berat badan terhadap umur , pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan analisa diet.<br />Beberapa faktor yang mempegaruhi pertumbuhan anak : <br />1.Faktor heredo konstitusional ; tergantung ras, genetic, jenis kelamin dan kelainan bawaan 2.Faktor hormonal ; insulin , tiroid, hormon sex dan steroid.<br />3.Faktor lingkungan selama dan sesudah lahir ; gizi, trauma, sosio – ekonomi, iklim, aktivitas fisik, penyakit, dll.<br />Perkiraan berat badan yang dapat mudah dilakukan dalam kilogram adalah berat badan waktu lahir bayi cukup bulan akan kembali pada hari ke 10.Berat badan menjadi 2 kali berat waktu lahir saat usia 5 bulan, menjadi 3 kali berat lahir saat usia satu tahun, dan menjadi 4 kali berat waktu lahir saat usia 2 tahun. Pada masa prasekolah kenaikan berat badan rata– rata 2 kg/ tahun.<br />Perkiraan tinggi badan dapat pula dilakukan dalam sentimeter yaitu usia 1 tahun 1,5 kali tinggi badan lahir, usia 4 tahun 2 kali tinggi badan lahir, 6 tahun 1,5 kali tinggi badan 1 tahun,.<br /><br />Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=57gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-18437657932199841102009-05-02T03:50:00.000-07:002009-05-02T03:51:15.033-07:00Pengaruh Permainan pada Perkembangan AnakBermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.<br /><br />Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak : <br /><br />1. Kesehatan <br /><br />Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.<br /><br />2. Intelligensi <br /><br />Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.<br /><br />3. Jenis kelamin <br /><br />Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.<br /><br />4. Lingkungan <br /><br />Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.<br /><br />5. Status sosial ekonomi <br /><br />Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.<br /><br />Pengaruh bermain bagi perkembangan anak : <br />- Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak <br />- Bermain dapat digunakan sebagai terapi <br />- Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak <br />- Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak <br />- Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak <br />- Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak <br /><br />Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak <br /><br />A. Permainan Aktif <br /><br />1. Bermain bebas dan spontan <br /><br />Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.<br /><br />2. Sandiwara <br /><br />Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.<br /><br />3. Bermain musik <br /><br />Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.<br /><br />4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu <br /><br />Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.<br /><br />5. Permainan olah raga <br /><br />Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.<br /><br />B. Permainan Pasif <br /><br />1. Membaca <br /><br />Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.<br /><br />2. Mendengarkan radio <br /><br />Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.<br /><br />3. Menonton televisi <br /><br />Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.<br /><br /><br /><br />Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=27gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-21833832544656588202009-05-02T03:43:00.000-07:002009-05-02T03:44:05.440-07:00Pendidikan Informal Perlu DiperhatikanAnggota DPRD Kota Singkawang, Nurindrawati SH menyatakan, anggaran pendidikan tahun 2006 diharapkan tidak saja dipergunakan untuk pendidikan formal. Tapi juga informal yang sepertinya mulai dilupakan.<br /><br />Selama ini, anggaran pendidikan lebih banyak dialokasikan untuk pendidikan formal. Sementara informal tidak ada, padahal informal juga sangat penting untuk menunjang peningkatan SDM berkualitas di Kota Singkawang.<br /><br />"Masih banyak pendidikan informal yang belum tersentuh. Khususnya pendidikan informal terhadap kaum perempuan. Seperti pelatihan-pelatihan, seminar dan sebagainya yang bisa mengangkat SDM kaum perempuan di Kota Singkawang ini," kata Iin, panggilan akrab Nurindrawati belum lama ini. Menurut dia, jika Pemerintah Kota Singkawang tidak mampu untuk melaksanakan kegiatan dibidang informal, bisa diserahkan kepada organisasi terkait untuk melaksanakannya. Seperti GOW, Dharma Wanita Persatuan dan organisasi lainnya yang juga memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan itu semua. Organisasi-organisasi seperti itu kata dia bisa diberdayakan dalam upaya meningkatkan pendidikan informal di Kota Singkawang. Dengan begitu keberadaan mereka lebih berperan dan berarti di tengah-tengah masyarakat Kota Singkawang. Tidak seperti yang terjadi selama ini, organsiasi-organisasi tersebut hanya muncul dalam moment-moment tertentu saja. Sementara program rutinitas untuk meningkatkan SDM nyaris tidak kelihatan di permukaan. Legislator dari PAN ini mengaku tidak tahu persis mengenai kondisi anggaran di organisasi-organisasi tersebut. "Yang jelas dana untuk program kegiatan di setiap organisasi itu ada," ujarnya. Besar atau tidaknya anggaran yang ada di organisasi, Iin berharap agar pemerintah terkait dapat menggandeng organisasi tersebut untuk melancarkan kegiatan pendidikan informal di Kota Singkawang. Apakah itu dalam bentuk pelatihan, seminar, diskusi dan sebagainya yang bisa meningkatkan kualitas SDM masyarakat kota, khususnya SDM kaum perempuan. Dia yakin dengan adanya kegiatan pendidikan informal yang dianggarkan melalui APBD nanti dapat menunjang program pemerintah untuk menjadi kota berkualitas. Masyarakat berstatus ekonomi lemah yang tidak mampu mengenyam pendidikan formal pun bisa merasakan sentuhan pendidikan. (vie)<br /><br />< Anggota DPRD Kota Singkawang, Nurindrawati SH menyatakan, anggaran pendidikan tahun 2006 diharapkan tidak saja dipergunakan untuk pendidikan formal. Tapi juga informal yang sepertinya mulai dilupakan.<br /><br />Selama ini, anggaran pendidikan lebih banyak dialokasikan untuk pendidikan formal. Sementara informal tidak ada, padahal informal juga sangat penting untuk menunjang peningkatan SDM berkualitas di Kota Singkawang.<br /><br />"Masih banyak pendidikan informal yang belum tersentuh. Khususnya pendidikan informal terhadap kaum perempuan. Seperti pelatihan-pelatihan, seminar dan sebagainya yang bisa mengangkat SDM kaum perempuan di Kota Singkawang ini," kata Iin, panggilan akrab Nurindrawati belum lama ini. Menurut dia, jika Pemerintah Kota Singkawang tidak mampu untuk melaksanakan kegiatan dibidang informal, bisa diserahkan kepada organisasi terkait untuk melaksanakannya. Seperti GOW, Dharma Wanita Persatuan dan organisasi lainnya yang juga memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan itu semua. Organisasi-organisasi seperti itu kata dia bisa diberdayakan dalam upaya meningkatkan pendidikan informal di Kota Singkawang. Dengan begitu keberadaan mereka lebih berperan dan berarti di tengah-tengah masyarakat Kota Singkawang. Tidak seperti yang terjadi selama ini, organsiasi-organisasi tersebut hanya muncul dalam moment-moment tertentu saja. Sementara program rutinitas untuk meningkatkan SDM nyaris tidak kelihatan di permukaan. Legislator dari PAN ini mengaku tidak tahu persis mengenai kondisi anggaran di organisasi-organisasi tersebut. "Yang jelas dana untuk program kegiatan di setiap organisasi itu ada," ujarnya. Besar atau tidaknya anggaran yang ada di organisasi, Iin berharap agar pemerintah terkait dapat menggandeng organisasi tersebut untuk melancarkan kegiatan pendidikan informal di Kota Singkawang. Apakah itu dalam bentuk pelatihan, seminar, diskusi dan sebagainya yang bisa meningkatkan kualitas SDM masyarakat kota, khususnya SDM kaum perempuan. Dia yakin dengan adanya kegiatan pendidikan informal yang dianggarkan melalui APBD nanti dapat menunjang program pemerintah untuk menjadi kota berkualitas. Masyarakat berstatus ekonomi lemah yang tidak mampu mengenyam pendidikan formal pun bisa merasakan sentuhan pendidikan<br /><br />Sumber: http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Singkawang&id=116429gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-12638028400788162822009-05-02T03:38:00.000-07:002009-05-02T03:39:10.285-07:00Sekilas Tentang Pendidikan Jarak Jauh(Distance Education)Sistem Pendidikan yang biasa kita saksikan sehari-hari untuk pendidikan anak-anak kita adalah sistem pendidikan dimana peserta didik/siswa/ mahasiswa setiap harinya datang ke sekolah/kampus untuk memperoleh pelajaran/kuliah dari dosen/guru/pendidik. Sistem pendidikan seperti itu sering disebut dengan sistem pendidikan biasa atau konvensional. Dalam sistem biasa, ketergantungan peserta didik dengan pendidiknya sangatlah kuat. Pendidik dianggap sebagai sumber belajar yang dominan. Dalam hal mengerjakan tugas ataupun menjawab soal-soal ulangan misalnya, peserta didik/mahasiswa cenderung “tidak berani” berseberangan pendapat dengan dosennya/pendidiknya.<br />Seiring dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman, dunia pendidikan juga mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud adalah sebuah pendekatan baru dalam dunia pendidikan yang menerapkan sistem Pendidikan Jarak Jauh (Distance Education). Pendidikan Jarak jauh dianggap sebagai salah satu sistem pemberian layanan pendidikan yang sifatnya innovatif. Ciri khas utamanya adalah adanya keterpisahan antara pendidik dengan peserta didik. Dalam pendidikan jarak jauh peserta didik/siswa/mahasiswa tidak diharuskan setiap harinya datang ke sekolah/kampus untuk bertemu guru/dosen guna mendengarkan pelajaran atau kuliah. Dalam pendidikan jarak jauh kehadiran pendidik dapat diwakili oleh media. Media apa? tentu media pembelajaran, dimana melalui media tersebut, peserta didik dapat mempelajari ataupun keterampilan secara mandiri. Media yang digunakan dalam sistem belajar jarak-jauh (baik yang bersifat cetak maupun non cetak) telah disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari secara mandiri dengan sesedikit mungkin memperoleh bantuan<br /><br />*) Penulis adalah peneliti di bidang pendidikan dan pengembang media pembelajaran. Bekerja di Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Departemen Pendidikan Nasional<br /><br />dari orang lain. Kembali ke ciri khas tadi, di mana dalam Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) terjadi keterpisahan antara pendidik dengan peserta didiknya, antara guru dengan siswanya dan antara dosen dengan mahasiswanya, hal ini bukan berarti mutlak tidak terjadi pertemuan sama sekali. Pertemuan dengan guru/dosen dapat dilakukan secara pereodik misalnya seminggu sekali, sebulan dua kali atau pada awal, peretengahan dan akhir semester tergantung dari peraturan yang digunakan oleh lembaga penyelenggara PJJ atau bisa juga berdasarkan kesepakatan antara pendidik dengan peserta didiknya. Pertemuan-pertemuan ini hanyalah bersifat tutorial bukan untuk mendengarkan pelajaran/kuliah. Dalam tutorial para siswa/mahasiswa diberi kesempatan untuk menanyakan ataupun mendiskusikan berbagai masalah/kesulitan yang mereka temui dalam memahami suatu materi pelajaran yang telah mereka pelajari secara mandiri. Di sini tidak harus guru/dosen yang menjawab pertanyaan. Bisa saja pertanyaan ataupun berbagai persoalan lainnya dapat dijawab oleh sesama peserta didik/ temannya yang hadir dalam kegiatan Tutorial. Ciri khas lainnya dalam Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah kegiatan pembelajarannya dapat dilakuka kapan saja dan di mana saja (anywhere and anytime). Kegiatan pembelajaran bisa dilakukan di rumah, di masjid, di taman atau di mana saja, dan waktunya bisa berlangsung kapan saja, artinya tidak harus pagi hari atau siang hari dan sebagainya.<br />Dua hal itulah antara lain yang menjadi ciri khas yang menonjol sekaligus membedakan antara sistem pendidikan jarak jauh dengan sistem pendidikan biasa (konvensional).<br /><br /><img src="http://beritadanartikel.co.cc/images/belajar2.jpg" align="left" />Belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.<br /> <br />Karena adanya keterpisahan dengan pendidik, maka peserta didik dituntut untuk dapat belajar secara mandiri. Di sini motivasi, kemauan dan kedisiplinan peserta didik serta ketersediaan media pembelajaran menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan kegiatan pendidikan/ pembelajaran.<br />Adapun ciri lainnya dalam sistem pendidikan jarak jauh antara lain adanya institusi atau lembaga yang menjadi pelaksana sekaligus penanggung jawab kegiatan pembelajaran. Lembaga tersebut merancang dan menyiapkan media pembelajaran, mengelola kegiatan pembelajaran, memberikan bantuan blajar kepada peserta didiknya, mengadministrasi kegiatan pembelajaran, mengevaluasi hasil kegiatan pembelajaran, menetukan kelulusan, dan sebagainya. Contoh lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh di Indonesia adalah seperti di Universitas Terbuka, SMA Terbuka, SMP Terbuka dan lain-lain.<br />Seiring dengan perkembangan ICT yang begitu cepat pada akhir-akhir ini, maka sistem PJJ semakin mudah dilaksanakan dan hasil pembelajarannya juga akan lebih berkualitas. Karena melalui internet misalnya siswa/mahasiswa bisa belajar apa saja melalui sebuah sumber belajar yang tidak terbatas. Dengan memberdayakan ICT secara maksimal siswa/mahasiswa dapat berhubungan dengan berbagai pakar yang ada dunia. Mereka bisa berkomunikasi via email, chatting, telepon dan lain-lain.<br />Untuk perkembangan ke depan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju orang tidak akan dapat melepaskan diri model layanan PJJ ini. Karena faktor keterbatasan waktu, kondisi geografis, kondisi sosial-ekonomi atau pun karena faktor kemacetan di jalan, dan lain-lain orang mungkin akan kesulitan jika setiap hari harus datang ke sekolah/kampus untuk menerima pelajaran. Dengan kata lain orang tentu akan mempertimbangan sistem layanan pendidikan seperti ini bagi pendidikan putra-putrinya. Ketika penulis berkunjung ke Derby University Inggris awal tahun 2008 pihak School of Technology-Derby University menawarkan layanan sistem PJJ di bidang ICT, meskipun Derby University bukanlah Universitas Terbuka seperti tetangganya Milton Keynes Open University. Hal ini terjadi karena pihak Derby menyadari adanya kemustahilan jika tmenolak sistem PJJ..<br /><br />Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=92gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4918223180138060038.post-19986525225524786182009-05-02T03:35:00.000-07:002009-05-02T03:36:40.136-07:00Pentingnya Peran Keluarga dalam Pendidikan AnakSeiring dengan perubahan zaman di mana beragam media hiburan tersedia 24 jam menyajikan tontonan dan informasi bahkan sampai ke kamar tidur, perubahan tersebut pengaruh lingkungan dan sekolah sangat menentukan perkembangan anak.<br />Banyak orangtua sekarang mengalihkan tugas mereka dalam mendidik anak ke sekolah, pembantu, atau pengasuh anak, padahal tugas itu tidak bisa dialihkan, justru peran keluarga dalam mendidik anak harus lebih besar lagi, kata Lucia RM Royanto Psikolog Pendidikan dari Universitas Indonesia. Karena itu harus ada kesepakatan antara suami dan istri, siapa yang lebih besar perannya dalam mendampingi anak.<br />“Suami – istri harus bisa menyiasati dengan memilih pekerjaan komplementer, suami bisa bekerja paruh waktu, istri bekerja paruh waktu. Atau istri bekerja di kantor dan suami membuka usaha di rumah. Nilai-nilai harus ditanamkan melalui orang tua karena anak jangan samapai mengikuti nilai-nilai pembantu atau baby sitter,†kata Lucia.<br />Beban belajar yang terlalu menekankan pada isi daripada membekali anak dengan alat untuk belajar, justru bisa tidak produktif. Ketika anak masih kecil, anak perlu dididik berdisiplin, ada aturan yang jelas, tetapi semakin besar sebaiknya diberi keleluasaan untuk mengatur diri sendiri.<br />Ahli sosiologi Pendidikan dari Universitas Indonesia Eri Seda mengatakan, pilihan terbaik dalam mendidik akan sebaiknya tidak ditempuh cara-cara ekstrem seperti terlalu memberikan keleluasaan kepada anak, atau sebaliknya terlalu keras.<br />Menurut Eri, bila orangtua terlalu mendorong anak, menekankan anak untuk belajr, dan membebani anak dengan berbagai les sampai pada tingkat tidak bisa menikmati lagi, hasilnya juga tidak akan beres. Sebaliknya dalam masa pertumbuhan, anak perlu tetap dibimbing dan diberi rambu-rambu.<br /><br /><br /><br /><br />Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=2gelda blog'shttp://www.blogger.com/profile/05042254914069647125noreply@blogger.com0